tiga
"What's a life," pekik Ali tiba-tiba saat semua kru baru saja turun dari pesawat.
Semua kru lalu mencari petunjuk di mana mereka sekarang meminjakkan kaki.
"Bandara Internasional Changi Singapura, Capt," seru seorang Pramugara.
"Hari?" tanya Ali sembari mereka semua berjalan menjauhi burung besi yang besar itu.
"Minggu," jawab yang lain.
Ali hanya tersenyum karena tak menyadari jika ini akhir pekan yang seharusnya dia di rumah menemani istrinya, namun demi tugasnya membawa ratusan orang untuk ke suatu tempat menjadikannya harus rela kehilangan akhir pekannya dengan sang istri tercinta.
"Happy weekend all ...." Ali berusaha menghibur diri sendiri dengan mengucapkan hal itu agar yang lain juga ikut bersemangat.
Semua hanya tersenyum mendengar Captain-nya berseru seperti itu. Ingin berlibur di akhir pekan berkumpul dengan keluarga? Pasti keinginan itu ada di dalam benak mereka, para kru pesawat. Apa yang mereka rasakan saat ini tak dapat dipungkiri, sebenarnya Captain-nya juga merasakannya. Namun Ali tak pernah mengeluh, dia selalu mengajak kru-nya untuk tetap bersemangat. Bagi mereka sebagai seorang penerbang, meski tersenyum dengan rasa perih di hati, namun setidaknya mereka tersenyum karena dapat merasakan kebahagiaan orang-orang yang mereka antar berlibur.
"Captain Ali, persiapan lagi ya, kita berangkat ke Jakarta," seru seorang pengurus di kantor manajeman.
Ali yang baru saja ingin mendaratkan pantatnya di kursi hanya tersenyum.
"Iya, makasih," ucap Ali tak jadi mendaratkan pantatnya, namun dia segera melaksanakan persiapan penerbangan selanjutnya.
"Aihhhsss, lupa telepon bini gue." Ali yang baru saja teringat Prilly langsung merogoh kantongnya mengambil iphone.
Ali langsung mengaktifkan iphone-nya, dia sudah dapat menebak pasti banyak pesan singkat yang masuk dan yang selalu dapat ia pastikan adalah pesan dari istrinya. Ali membuka kotak pesan masuk, benar saja, Prilly sudah memberondonginya pertanyaan banyak.
Kamu di mana?
Udah makan?
Jaga kesehatan.
Ali hanya membuka beberapa pesan Prilly. Hal yang tak pernah luput dari pertanyaan Prilly adalah 'Kamu di mana?' karena dia tahu bahwa suaminya itu selalu saja bisa berpindah-pindah tempat sewaktu-waktu. Sambil bekerja Ali menyempatkan menelepon Prilly.
"Assalamualaikum, istriku tercinta." Ali langsung menyapa mesra saat panggilannya tersambung dengan Prilly.
"Waalaikumsalam, suamiku." Ali mendengar kekehan dari seberang.
"Lapor Komandan! Captain Ali sekarang posisi berada di bandara Internasional Changi Singapura," ujar Ali tegas seperti seorang prajurit yang melaporkan sesuatu kepada atasannya.
"Laporan diterima Captai," sahut Prilly terdengar tawa bahagia membuat perasaan Ali menghangat.
"Terima kasih ya Allah, Engkau kembalikan dia seperti dulu saat masih bersama kakakku. Dia sudah bahagia, Kak. Aku bisa membahagiakan istriku. Makasih Kak, takdir kita memang diciptakan untuk mencintai wanita yang sama, namun aku lebih beruntung karena dapat memilikinya." Ali membatin mengingat kakaknya.
"Sudah makan?" tanya Ali penuh perhatian sambil menghitung bahan bakar di atas kertas yang akan dia gunakan ke penerbangan selanjutnya.
"Sudah, aku masak soto Semarang. Tapi cuma dikit," jawab Prilly terdengar suaranya yang merdu bagi Ali membuat dia semakin rindu ingin segera pulang dan berkumpul dengan istrinya.
"Wah, enak dong. Seger, kangen sama masakan kamu. Mbak Bie lagi apa? Kok tumben sepi di rumah?" Biasanya jika Ali telepon, suara Ebie selalu nyaring terdengar sedang bernyanyi, kalau tidak dia selalu menggoda saat Prilly sedang bermesraan dengan Ali lewat telepon.
"Lagi nyuci baju di belakang. Kamu udah makan?" tanya Prilly membuat Ali terdiam dan mengingat di mana hari ini dia mengisi perutnya tadi siang.
"Mmmm, tadi sih udah waktu landing di Medan," jawab Ali tak heran lagi bagi Prilly.
"Enaknya, bisa nyobain kuliner di mana-mana," seru Prilly terdengar nada iri kepada suaminya itu.
"Lebih enak masakan kamu di rumah. Nggak pernah jajan, cuma makan yang disediakan dari kantor," jelas Ali menenangkan hati Prilly.
"Yakin?" goda Prilly yang tak percaya jika Ali seperti itu.
"Iya, yakin. Udah ya, nanti aku telepon kalau sudah di Jakarta. Aku pulang nanti malam," ujar Ali yang sudah selesai menghitung bahan bakar dan harus menyiapkan keperluan yang lain lagi.
"Iya udah, kamu hati-hati. Jaga kesehatan ya?" pesan Prilly berat hati karena sebenarnya dia masih ingin mengobrol lama dengan Ali.
Secara sepihak Ali memutuskan panggilannya. Prilly yang berada di seberang hanya menarik napas. Dia harus dapat mengerti pekerjaan suaminya sebagai pilot. Banyak hal yg tak terduga, tempat untuk berseru dan meminta kesabaran juga pengampunan hanya kepada Tuhan sambil memakai lutut untuk bersimpuh. Prilly yakin semua akan dimudahkan dan dikuatkan dengan doa.
Prilly beranjak dari duduknya lalu menghampiri Ebie yang sedang sibuk menjemur pakaian. Hanya Ebie teman Prilly saat dia kesepian di rumah.
"Mbak Bie," panggil Prilly lirih dari ambang pintu.
"Eh, iya Non. Ada apa?" Ebie mencuci tangannya lalu menghampiri Prilly.
"Bantuin aku bersihin gudang yuk?" ajak Prilly yang sudah sejak kemarin ingin membersihkannya.
"Okey, siap Nona cantik." Ebie bersemangat, lalu mengikuti Prilly berjalan ke gudang.
Sesampainya di gudang, Ebie mulai memilah-milah dan menyingkirkan kardus yang berserakan di lantai. Prilly tersenyum saat melihat foto lama yang masih terbingkai rapi namun sudah berdebu dan banyak sarang laba-laba. Prilly mendekati foto tersebut lalu mengelusnya.
"Kamu tampan." Ebie mendengar Prilly berseru lirih lalu menghampirinya yang masih berdiri di depan sebuah foto pria dengan baret merah dan seragam loreng darah mengalir. Menunjukan bahwa dia adalah bagian dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam unit pasukan khusus, sambil tersenyum getir menahan air mata.
"Non? Nona nggak papa?" tanya Ebie khawatir menatap Prilly heran.
Prilly hanya tersenyum dan menghapus air matanya yang sempat menetes.
"Nggak papa Mbak Bie, ayo kita lanjutkan," seru Prilly mengalihkan Ebie agar tak tertarik untuk tahu tentang foto tersebut.
"Masnya ganteng. Pakai baret merah." Ebie ikut menyentuh foto tersebut dan mengelusnya.
"Non, mirip Pak Ali ya? Tapi kayaknya lebih gagah Mas ini. Siapa sih Non, ini?" tanya Ebie penasaran karena sejak dia bekerja dengan Ali dan Prilly, memang dia tak pernah masuk ke dalam gudang tersebut.
"Dia anggota Komando Pasukan Khusus," jawab Prilly menghentikan pekerjaannya dan menatap kembali foto di depannya.
"Kopassus?" terang Ebie mulai tertarik dengan pembicaraan mereka.
Kopassus adalah bagian dari Komando Utama (KOTAMA) tempur yang dimiliki oleh TNI Angkatan Darat Indonesia. Kopassus memiliki kemampuan khusus seperti bergerak cepat di setiap medan, menembak dengan tepat, pengintaian, dan anti teror.
"Iya, dia adalah kakak kandung dari Pak Ali. Letda Al Wijayanto Baskoro, tamtama anti teror," ujar Prilly membuat Ebie langsung terkesima mendengar titel yang disebutkan.
"Waow, keren. Terus sekarang dia di mana, Non?" tanya Ebie yang merasa sangat penasaran karena tak pernah bertemu dengan pria yang ada di dalam foto tersebut.
"Di surga," jawab Prilly membuat Ebie terkejut.
"Kok bisa?" Ebie menatap Prilly menuntut penjelasan.
"Al adalah salah satu pemimpin komandan tempur. Tugasnya sebagai seorang kopassus berperan untuk Anti-gerilya, operasi pengintaian khusus, peperangan unkonvensional, intelijen, sabotase, Anti-teror. Satu bulan sebelum pernikahan itu terjadi, Al ditugaskan menyusup ke pengungsi Vietnam di pulau Galang untuk membantu pengumpulan informasi. Informasi itu lalu akan dikoordinasikan dengan pihak Amerika Serikat atau CIA. Penyusupan perbatasan Malaysia dan Australia dan operasi patroli jarak jauh (long range recce) di perbatasan Papua nugini," cerita Prilly mengorek lukanya kembali.
"Lalu apa yang terjadi dengan Mas Al?" tanya Ebie semakin penasaran.
"Demi melepaskan sandera perompak Somalia, dia rela menaruhkan nyawanya untuk keselamatan orang lain dan negara ini," timpal Prilly yang merasa dadanya kembali sesak.
"Karena misi dan tugas operasi yang bersifat rahasia, mayoritas dari kegiatan dan tugas satuan Kopassus tidak akan pernah diketahui secara menyeluruh. Hingga akhirnya dua hari sebelum pernikahan kami, markas Cijantung mengirimkan peti mati ke rumah keluarga Baskoro. Semua persiapan pernikahan sudah rampung dan siap. Hari yang harusnya bahagia seketika berubah menjadi duka. Karena tak ingin menanggung malu akhirnya keluarga besar pun memutuskan Ali yang menggantikan Al untuk menikahiku." Ebie meneteskan air mata merasa betapa hancur dan kecewanya hati Prilly kala itu.
Air mata Prilly kembali mengaliri pipinya, dia tetap berusaha tersenyum dalam tangisnya. Luka yang belum sembuh sempurna, kini terkorek lagi.
"Maaf Non, aku nggak tahu. Ebie jadi ikut sedih." Ebie menghapus air matanya dengan baju.
"Mbak Bie nggak perlu minta maaf, kini aku sudah memiliki kehidupan yang lain. Menjadi istri seorang Pilot tak kalah menyenangkannya. Untung dulu Al sudah mengajariku menjadi wanita kuat dan tegar," seru Prilly menghapus air matanya lalu kembali tersenyum ke arah foto Al.
"Selamat tinggal masa lalu, aku akan terus melanjutkan langkahku. Kamu akan selalu tersimpan di hatiku bersama kenangan yang aku simpan dalam memory." Prilly mengambil kain putih lalu menutup bingkai foto Al.
Ia menyimpan rapat-rapat masa lalunya dan dia ingin melepaskan semua beban agar dia tak terjebak dalam lautan kepedihan yang begitu meninggalkan rasa luka dan kecewa yang mendalam. Jauh sebelum menikah, sebenarnya Al sudah mempersiapkan semua keperluan untuk keluarganya kelak. Contohnya saja rumah yang di tempati Ali dan Prilly saat ini. Rumah ini adalah salah satu aset peninggalan Al, yang sengaja dia siapkan untuk Prilly dengan sertifikat kepemilikan rumah atas nama Prilly Natasya Putri.
"Non Prilly, disyukuri apa pun itu. Tanpa masa lalu kita nggak akan pernah sampai di masa sekarang. Seburuk apa pun masa lalu kita, anggap saja itu metamorfosa kita menuju kebaikan. Sepeti ulat berbulu yang melalui proses hingga menjadi kupu-kupu indah," ujar Ebie bijak membuat Prilly tersenyum sangat manis menatapnya.
Memang Ebie tak pernah serius jika menanggapi sesuatu, namun kali ini kata-katanya membuat hati Prilly terenyuh.
"Makasih ya Mbak Bie. Aku percaya, Allah sudah merencanakan hidupku hingga sedemikian, agar aku belajar menghargai arti keikhlasan dan kesabaran. Dua hal tersulit yang perlu kita pelajari, kita dengan mudah berucap dua kata itu, namun terkadang kita mendustai hati," ucap Prilly yang kini lebih ringan menerima kenyataan hidupnya.
"Ah, Non Prilly. Beruntungnya Pak Ali menikahi wanita cantik dan pintar," puji Ebie merasa kagum dengan majikannya itu.
"Iya dong, jadi istri pilot itu kalau nggak kuat hati, hmmmm bisa dengan mudah ke makan omongan orang di luar sana. Kalau kita nggak teguh pada pendirian, bisa-bisa ikut kena arus mulut-mulut berbisa. Hiiii, kejam kehidupan mereka sebenarnya Mbak Bie," curah Prilly membuat Ebie tertawa keras sambil membereskan gudang tersebut.
Ebie dan Prilly melanjutkan bersih-bersihnya hingga sore hari. Selesai membersihkan gudang, mereka segera membersihkan diri. Prilly kembali turun ke dapur saat jam menunjukan pukul 18.00 WIB.
"Cari apa Non?" tanya Ebie yang baru saja keluar dari kamarnya melihat Prilly berdiri di depan kulkas.
"Mau cari ayam buat makan Ali nanti. Dia pulang Mbak Bie, malam ini. Kasihan kalau nggak ada makanan di rumah," seru Prilly mengambil ayam yang sudah beku lalu ia masukkan ke dalam wadah berisi air hangat.
"Mau di masak apa? Biar Ebie bantu." Ebie sudah siap memegang pisau, siap membantu Prilly.
"Tolong kupasin bawang putih dulu deh Mbak Bie, sama itu tolong di potongin. Aku mau buat bumbunya." Prilly dan Ebie pun mulai memasak.
Prilly sengaja memasak malam, karena agar tetap hangat saat Ali nanti pulang. Hal yang membuat Ali sulit untuk makan di luar setelah menikah adalah, dia selalu teringat masakan istrinya di rumah. Jam berapa pun dia pulang, Prilly selalu menyempatkan memasak untuknya. Masakan seorang istri dan pelayanan istri yang baik akan selalu membuat suami yang jauh selalu teringat.
"Assalamualaikum." Suara nyaring terdengar dari pintu utama.
Prilly dan Ebie yang baru saja selesai memasak dan sedang membereskan dapur lalu menghentikannya.
"Itu suara Pak Ali, Non." Prilly yang sudah tahu itu, lalu berlari kecil ke arah pintu utama.
Rindunya kepada sang suami mendorongnya cepat-cepat membukakan pintu. Senyuman sangat manis dia pasang menyambut sang pangeran burung besinya.
"Waalaikumsalam," balas Prilly setelah membuka pintu.
Ali memasang senyuman terbaiknya saat Prilly berhasil membuka pintu. Wajah letih dan kusam pun tercetak jelas pada Ali. Namun Ali berusaha tetap tersenyum untuk istrinya.
"Baru ngapain tadi?" tanya Ali merangkul Prilly masuk ke dalam rumah.
Prilly menarik koper Ali, "Masak buat kamu," jawab Prilly membalas rangkulan Ali di pinggangnya.
"Wah, ini yang selalu aku kangenin kalau pulang. Masakan kamu yang buat aku kecanduan." Ali berjalan langsung ke ruang makan dan melihat masakan istrinya sudah tertata rapi di atas meja.
"Eit, jangan langsung comot. Mandi dulu, ganti bajunya, baru nanti kita makan ya?" Prilly menahan tangan Ali saat suaminya itu siap mengambil ayam goreng.
Ali menghela napas dalam lalu mengikuti perintah istrinya.
"Mbak Bie, tolong bongkar koper Pak Ali. Ambilin bajunya yang kotor. PDH-nya biar aku yang nyuci ya?" kata Prilly lembut memberikan koper kepada Ebie.
"Baik Non." Ebie menerima koper itu lalu membawanya ke belakang.
Prilly menyusul Ali ke kamar dan membantunya membersihkan diri. Selesai mengurus keperluan Ali, Prilly pun melepas semua atribut pada seragam Ali.
"Aku kangen banget sama kamu," seru Ali memeluk Prilly dari belakang.
Perasaan Prilly menghangat mendengar kata rindu dari sang suami. Sama seperti Ali, Prilly pun juga merasa rindu, namun tak pernah ia lontarkan demi menjaga perasaan Ali.
Menjadi istri seorang pilot harus rela menahan sesak di dada karena terhimpit rasa rindu yang dalam.
#########
Hahahahahah
Ojo ngomong kangen, iku makananku sehari-hari. Hihihihi lol.
Makasih ya untuk vote dan komennya. MuuuuuaaaahhhhhMuuuuuaaaahhhhh.
Selamat menjalankan ibadah puasa.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top