sembilan
"Sayang," seru Tius memanggil istrinya sangat lembut.
Nissa yang mendengar suara suaminya, langsung berdiri dan menghampirinya.
"Gimana? Lancar?" tanya Nissa melihat Tius dari atas hingga bawah.
"Alhamdulillah, lancar. Habis ini kita lanjut ke Lakespra MT Haryono. Mau melakukan EEG," jelas Tius kepada istrinya.
Ali yang menatap Cinta sedang memperhatikannya, ada perasaan yang entah mengapa menjadi jengah. Getaran perasaan itu seketika tak ada lagi. Rasa yang Ali mengira itu cinta, namun saat ini berubah menjadi perasaan kesal dan benci kepada Cinta.
"Liiii, hey, kok diem aja sih?" seru Prilly menyadarkan Ali saat memandang Cinta dengan tatapan tak suka karena melihatnya berada di sini.
"Ke Lakespra MT Haryono yuk? Keburu antri panjang nanti kalau kesiangan," ajak Ali acuh tak acuh kepada Cinta.
Prilly yang menghargai perasaan Ali hanya tersenyum, lalu berdiri menyangklong tas selempangannya.
"Mbak Cinta, kami duluan ya? Lain kali kita ngobrol lagi. Assalamualaikum," pamit Prilly ramah membuat Cinta semakin merasa sungkan kepada wanita yang pernah ia sakiti hatinya itu.
"Iya, Waalaikumsalam," balas Cinta tersenyum tipis kepada Prilly.
Ali selalu membuang pandangannya ke arah lain, lalu Prilly menggandeng tangan Ali mesra di depan mata Cinta. Perasaan Ali menghangat saat istrinya itu melempar senyuman kepadanya, seolah mengajaknya pergi dari situ.
"Kak, kita ketemu langsung di Lakespra MT Haryono aja ya? Habis dari sana kita sarapan dulu, laper nih," seru Nissa sebelum Ali dan Prilly pergi.
"Iya, daaaa ... sampai ketemu di sana." Prilly melambaikan tangan kepada Nissa dan dibalas oleh Nissa dengan senyuman terbaiknya.
Prilly dan Ali lebih dulu meninggalkan Nissa dan Tius. Mereka masih berdiri di depan Cinta.
"Cin, tidak semua apa yang kita inginkan selalu tercapai dan tergenggam. Cinta sejati itu, rela melepaskan meski itu rasanya menyakitkan. Berusahalah untuk lapang dada menerima kenyataan, kalau tidak bisa berarti kamu harus belajar lebih dalam lagi apa itu ikhlas," ujar Tius sebagai senior sekaligus teman untuk Cinta.
Cinta terdiam, merenungi apa yang terlontar dari bibir Tius. Nissa yang melihat Cinta hanya terdiam menunduk, memutar bola matanya jengah.
"Ayo ah, kita nyusulin Kak Ali, keburu antri banyak nanti," ajak Nissa menggandeng lengan Tius.
"Kita duluan ya." Tius menepuk bahu Cinta lalu melangkah meninggalkannya sendiri menunggu giliran dia medex.
"Captain Tius," panggil Cinta menghentikan langkah Tius dan Nissa. Mereka menoleh ke belakang melihat Cinta mendongak menatap Tius dengan senyuman getir.
"Terima kasih. Aku akan belajar untuk merelakannya dan mengikhlaskan Ali," kata Cinta hanya di balas anggukan Tius dan senyuman terbaiknya.
Nissa melempar senyuman tipis mendengar kata itu dari Cinta. Melepaskan yang menurut kita menjadi beban hidup, itu lebih baik dan akan meringankan jalan kita menuju masa depan. Merelakan sesuatu yang bukan hak kita, akan lebih indah karena Tuhan telah menyiapkan yang terbaik diantara yang baik untuk kita, dengan satu landasan IKHLAS.
***
"Kenapa sih kamu masih baik sama Cinta?" tanya Ali sembari menyetir.
Prilly yang mendengar suaminya bertanya demikian, hanya tersenyum dan menatapnya sekilas.
"Buat apa aku marah, seharusnya aku berterima kasih kepadanya. Karena berkat dia juga kamu bisa seperti ini," jawab Prilly tulus membuat Ali menghela napas dalam.
"Tapi dia sudah mencoba merusak rumah tangga kita, Sayang," bantah Ali sedikit geram karena Prilly tak sepaham dengannya kali ini.
"Bukan seperti itu, hanya dia masih egois karena mata hatinya tertutup oleh rasa cintanya sama kamu. Berdamailah dengan masa lalumu. Karena proses masa lalu yang membuatmu hingga seperti saat ini," ujar Prilly mengelus lengan Ali lembut sambil tersenyum sangat manis kepada suaminya.
Ali tak mengerti mengapa Prilly memiliki hati yang begitu mulia dan sangat sabar menghadapi permasalahan. Dulu saat ia masih bersama kakaknya, hubungan keduanya pun tentram. Mungkin hanya perselisihan kecil dan wajar terjadi disetiap hubungan orang pacaran kebayakan. Dan itu pun tak berlarut, secepatnya mereka berbaikan lagi.
"Apakah Kak Al dulu sering kamu giniin? Sampai dia bisa menjaga hatinya hingga selama itu?" tanya Ali menatap Prilly heran.
Prilly yang mendengar pertanyaan suaminya hanya terkekeh geli.
"Nggak kok. Tanpa aku meminta dia melakukan hal yang aku inginkan. Kesetiaannya karena komitmen yang sudah dia ucapkan dan karena ketulusannya mencintaiku," jelas Prilly membuat hati Ali sedikit merasa iri kepada kakaknya.
Jika kita mampu mencintai dengan ketulusan, percayalah kesetiaan itu akan hadir dengan sendirinya. Tanpa kita meminta, tanpa kita memaksa dan tanpa kita mencari.
"Kenapa nggak dari dulu sih aku pacarannya sama kamu. Kalau aku tau nikahnya sama kamu, pacarannya sama kamu," kata Ali membuat Prilly semakin geli hingga dia tak dapat menahan tawanya.
"Ya Allah, kamu tuh kenapa sih? Kok jadi bahas yang sudah berlalu. Harusnya bersyukur dong, karena dengan masa lalu, kita banyak belajar dan mengoreksi diri. Tapi lucu juga ya, dulu kalau aku main ke rumah kamu, Al selalu menyuruhmu menemani aku mengobrol saat dia mandi. Tapi nggak ada tuh pikiran ke arah kita mau jadi suami istri. Dan saat itu aku cuma mengganggap kamu teman saja, karena usia kita sama," ujar Prilly kembali mengingat masa lalunya yang tak pernah ia duga akan menjadi masa depannya.
"Ya karena waktu itu hatiku cuma buat Cinta dan hati kamu cuma buat Kak Al. Makanya kita nggak punya pikiran sampai sejauh itu. Tapi sekarang kan hati kita sudah dipertemukan di muara yang sama. Tinggal kita menjalani dan mencapai tujuan yang sudah kita impikan selama ini, yaitu bahagia dunia dan akhirat," sahut Ali bijak.
"Aamiin, Allahumma Aamiin. Semoga tercapai," balas Prilly merasa lega karena berkat masalah yang sudah ia lalui bersama Ali menciptakan hikmah dan nikmat yang tak terkira.
Tak ada satu manusia mana pun yang dapat menebak apa yang kan terjadi selanjutnya dalam kehidupan ini. Sehebat apa pun rencana manusia, tak ada satu diantara mereka yang mampu melawan takdir Tuhan. Jika Tuhan sudah berkehendak tak ada lagi yang dapat memungkiri dan menghindari.
***
EEG atau Elektro Ensefalografi adalah prosedur untuk mengetahui, apakah kita mempunyai kelainan otak atau kejiwaan. Dalam pemeriksaan ini peserta harus rileks dan melepas semua beban dalam pikirannya.
"Li, kamu harus tenang dan rileks ya? Jangan mikir yang macem - macem," seru Prilly mengingatkan.
"Iya Nyonya Ali, komandan sudah siap menjalani EEG. Nih bebannya aku titipin dulu sementara sama kamu." Ali memberikan tas selempangannya kepada Prilly, membuat istrinya itu tertawa kecil.
"Kalau beban ini berbeda Capt. Beban kertas bon sama nota hutang," ujar Prilly bercanda.
"Enak aja, nggak ada kamus di hidup aku punya hutang. Paling hutang budi," bantah Ali sambil merapikan rambutnya.
"Cepetan dibayar, keburu pergi orangnya," seru Prilly menanggapi dengan gurauan.
"Nggak semudah itu Sayang, membayar hutang budi," jelas Ali yang belum memahami maksud istrinya.
"Tinggal bayar kok repot. Hutang sama Budi siapa sih kamu," seru Prilly lalu terkekeh.
Ali yang baru menyadari maksud istrinya itu lalu menatapnya, dan ikut terkekeh.
"Ih, itu Budi beda." Ali menowel pipi istrinya karena Prilly sekarang lebih banyak bicara dan bercanda.
***
Selesai melaksanakan proses medex, kini Ali dapat bernapas lega. Semua berjalan lancar dan sebuah sertifikat kecil berwarna kuning, berlaku selama 12 bulan sudah berada di tangannya.
"Aku buatin kamu minum dulu, ya?" ujar Prilly setelah mereka masuk ke dalam rumah.
Ali hanya mengangguk dan menghempaskan tubuhnya di atas sofa ruang keluarga. Ali meluruskan otot - ototnya yang terasa kaku, dengan cara meluruskan kakinya naik di atas sofa. Seharian ini Ali melakukan semua tes secara lancar.
"Ini, minumnya. Aku mau ganti baju dulu," seru Prilly meletakkan jus jeruk di atas meja.
"Tolong bawain ini sekalian. Nanti aku nyusul, habisin ini dulu." Ali memberikan sertifikat tadi kepada Prilly lalu mengangkat gelas berisi jus jeruk dan meminumnya.
Prilly lebih dulu ke kamarnya dan membersihkan diri. Setelah Prilly rapi dan harum tak lama kemudian Ali masuk ke dalam kamar.
"Mandi dulu, habis itu kita makan malam ya? Aku masak dulu," seru Prilly sambil mengikat rambutnya asal.
Sebelum Prilly keluar dari kamar, Ali menariknya dan memeluknya manja dari belakang. Ali mengelus perut Prilly lembut sehingga perasaan Prilly menghangat.
"Kira - kira, anak kita cowok apa cewek ya, Bun?" tanya Ali mesra memanggil Prilly dengan panggilan 'Bunda'.
Prilly tersenyum sangat manis saat Ali memanggilnya dengan sebutan 'Bunda'. Hatinya semakin siap untuk menyambut kehadiran sang buah hati di tengah keluarga kecil mereka.
"Apa aja, Yah. Yang penting dia sehat dan Insya Allah, menjadi anak yang patut dicontoh dan menjadi kebanggaan kita," jawab Prilly ikut mengelus perutnya seperti yang dilakukan Ali.
"Aamiin," sahut Ali menyandarkan dagunya di bahu kanan Prilly.
"Maafin aku ya, yang sudah menyakiti hati kamu. Padahal setiap sujudmu, selalu kamu sebut namaku agar aku selalu selamat hingga di rumah berkumpul bersama kamu," ucap Ali menyesal mencium bahu kanan Prilly penuh perasaan.
Prilly membalikkan badannya lalu menegakkan tubuh suaminya. Dia melempar senyuman yang sangat manis untuk Ali.
"Sudah ya, jangan diungkit lagi. Cukup sebagai peringatan dari Allah dan anggap itu hanyalah batu yang menjadi penghalang perjalanan rumah tangga kita. Sekarang kamu mandi, terus kita solat magrib berjamaah, lalu makan malam," seru Prilly memutar tubuh Ali dan mendorongnya sampai di kamar mandi.
Ali tersenyum melihat istrinya selalu sabar menghadapinya. Seharusnya dia yang lebih bisa bersikap dewasa dan membimbing Prilly.
"Handuknya mana, Nyonya Ali?" ujar Ali saat Prilly hampir menutup pintu kamar mandi.
"Astogfirullahhaladhim, iya lupa." Prilly segera mengambilkan handuk untuk Ali, lalu memberikan kepada suaminya yang sudah menunggu bersandar di daun pintu kamar mandi.
"Mandi ya, aku masak dulu nanti kita berjamaah," kata Prilly sambil memberikan handuknya kepada Ali.
"Iya, Bunda," jawab Ali lembut menghangatkan hati Prilly.
Ali lalu menutup pintu kamar mandi, Prilly masih saja tersenyum menatap pintu itu.
'Terima kasih ya Allah, Engkau sudah membuka mata hati suamiku yang sempat terpejam karena masa lalunya. Aku pasrahkan semua yang ada di diriku padaMu. Karena sesungguhnya semua yang aku miliki, adalah milikMu. Kau dapat mengambilnya sewaktu - waktu dariku, seperti Kau mengambilnya dulu saat aku merasakan apa itu bahagia.' Prilly membatin lalu menarik napasnya dalam dan keluar dari kamar menuju ke dapur.
Sampai di dapur dia melihat Ebie sedang meracik bumbu sambil menggoreng ikan.
"Tinggal apa ini Mbak Bie?" tanya Prilly sambil mencuci tangannya bersiap membantu Ebie memasak.
"Oh, ini Non buat sayur sop. Lagi mau ngulek bawang putih dan merica," jawab Ebie sambil mengupas bawang putih.
"Sayurnya sudah di siapin?" tanya Prilly sambil membalik ikan yang Ebie tinggal untuk mengupas bawang putih.
"Sudah, itu baru di rendam," kata Ebie menunjuk sayur yang sudah ia potong dan sudah ia siapkan.
Prilly tersenyum bangga melihat kerja Ebie selalu memuaskan. Sekali penjelasan, Ebie sudah dapat menjalankan apa yang dimaksud Prilly.
"Non Prilly, udah bilang sama Pak Ali kalau sudah isi?" tanya Ebie sambil menggapai garam dan ia menyendoknya lalu Ebie tuang pada cobek yang sudah ada bawang putih dan butiran lada putih.
"Alhamdulillah, sudah Mbak Bie. Dia seneng banget denger kabar bahagia ini," jawab Prilly tersenyum manis kepada Ebie sambil mengangkat ikan yang sudah matang.
"Alhamdulillah, syukur deh. Aku ikut seneng dan bahagia dengernya, Non," ujar Ebie lega karena masalah rumah tangga majikannya sudah selesai.
"Bun," panggil Ali mencari Prilly hingga ke dapur.
"Iya, sudah selesai mandinya?" sahut Prilly menoleh kepada Ali yang sudah siap dengan sarung dan baju kokonya.
"Iya, jadi berjamaah nggak? Udah masuk waktu magrib nih," kata Ali mengingatkan Prilly.
Prilly menatap ke arah Ebie yang tersenyum bahagia melihat rumah tangga majikannya sudah kembali harmonis seperti dulu lagi.
"Tinggal aja, Non. Nggak papa. Sebentar lagi selesai," kata Ebie yang memahami maksud tatapan Prilly.
"Iya deh Mbak Bie, kalau mau ditinggal solat, jangan lupa matikan kompornya ya, Mbak?" ujar Prilly mengingatkan Ebie sambil memasukkan sebagian ikan yang tinggal satu kali penggorengan saja.
"Iya, Nona Cantik, calon ibu muda yang baik hati bagaikan bidadari," seru Ebie membuat Ali terkekeh yang setia menunggu Prilly.
"Mulai ... memuji setinggi langit. Bisa - bisa aku terbang ke langit deh, kalau jatuh sakit," gurau Prilly mencuci tangannya.
"Ya kalau terbangnya sama pesawat Pak Ali, jatuhnya paling di kursi penumpang, Non," bantah Ebie yang mulai berani bercanda kembali dengan Prilly setelah beberapa waktu lalu suasana rumah terasa menegang.
"Iya deh Mbak Bie, kalau berdebat sama Mbak Bie aku selalu kalah," seru Prilly sambil menghampiri Ali yang sabar menunggunya berdiri di ambang pintu dapur.
Ebie terkekeh dan melihat Ali yang merengkuh pinggang Prilly mengajaknya berjalan menuju ke kamar mereka. Hati Ebie bergetar merasa bahagia melihat hal itu. Air mata haru menetes darinya.
"Ya Allah, betapa besar kuasaMu. Di saat Pak Ali salah, Engkau ciptakan pendamping yang penyabar dan dapat membimbingnya kembali di jalanMu," batin Ebie lalu menyeka air matanya dan kembali melanjutkan memasak.
Sungguh manis buah dari kesabaran. Kala Tuhan menguji, dengan tabah dan ikhlas kita menerima, Insya Allah hikmahnya lebih nikmat dan indah.
###########
Asyeekkkkk
Mbak Bie, di sini lebih dewasa dan sabar ya? Jauh banget dengan karakter Mbak Bie yang asisten Pilot Don juan. Aaaahhhhh aku kok jadi kangen pilot Don juan sih. Kapan nih, jadi versi cetaknya?
Aku mau cepet - cepet lepas rindu sama Captain Ali Don juan. Hahahahahah lol
Makasih yang mau sabar menunggu dan sudah vote dan komen.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top