lima belas
Jam menunjukan pukul 3 dini hari. Suara mobil berhenti di depan rumah membuat Ebie terbangun dan segera membukakan gerbang. Ebie melihat Ali baru saja turun dari mobil managemen. Dua minggu setelah lebaran Ebie baru dapat kembali bekerja dengan Prilly. Kesibukannya di kampung membuat dia meminta perpanjangan waktu dan untungnya saja hari kedua lebaran Ali sudah berada di rumah. Namun tak dapat lama menemani Prilly karena ia juga harus kembali bertugas.
"Istri saya sudah tidur Mbak Bie?" tanya Ali setelah mereka masuk ke dalam rumah.
"Sudah Pak," jawab Ebie sopan.
"Ya sudah, saya langsung istirahat aja. Makasih ya Mbak Bie," ucap Ali lalu masuk ke dalam kamarnya.
Setelah Ali membuka pintu ia melihat istrinya tidur di bawah sinar lampu yang berpijar remang. Ali tersenyum tipis, rasa rindunya kepada sang istri sudah menggunung. Tak ingin membangunkan Prilly, Ali pun segera membersihkan diri lalu menyusul istrinya tidur.
"Aku kangen," bisik Ali lirih di telinga Prilly.
Bukannya membuka mata, Prilly justru menelungkupkan wajahnya di dada Ali. Entah sadar atau tidak, namun Prilly merasa nyaman. Ali hanya tersenyum tipis karena istrinya sudah menemukan posisi ternyamannya. Ali pun memeluk Prilly dan mulai menyusul istrinya ke alam mimpi.
***
Embun pagi menyejukkan jiwa. Setetes air embun membasahi raga. Sang mentari bersinar terang, memberikan cahaya di dunia. Tangan kekar semalaman tadi memeluk Prilly tak kunjung beralih. Dia tetap masih setia berada di samping belahan jiwanya. Mata indah nan bulu mata lentik itu pun mengejap, menyesuaikan cahaya matahari yang membias masuk ke dalam kamar melalui kaca transparan.
Prilly mendongakkan kepalanya melihat wajah suaminya yang masih tertidur nyenyak. Senyum mengembang di bibir ranumnya.
"Pantas saja aku tidurnya nyenyak banget. Ada yang melukin ternyata," batin Prilly seraya memperhatikan lekuk wajah suaminya.
Lelah dan letih menghiasi wajah tampannya. Prilly tak ingin mengganggu suaminya yang masih setia memejamkan matanya. Ia sangat pelan melepas tangan Ali dari pinggangnya. Sangat pelan Prilly beranjak dari ranjang dan menggantikan tubuhnya dengan guling. Prilly mencium pelipis Ali lalu segera dia membersihkan diri. Selesai membersihkan diri, Prilly pun keluar kamar menghampiri Ebie yang sudah berkutat di dapur.
"Pagi Mbak Bie," sapa Prilly ramah.
"Pagi Non. Duh wajahnya cerah seperti matahari pagi ini yang juga cerah," goda Ebie yang melihat wajah Prilly berseri bahagia.
"Iya dong, kan suami pulang. Jadi harus kasih dia senyuman setiap saat," ujar Prilly dengan bibir yang selalu memancarkan kebahagiaan.
"Iya deh, yang komandannya pulang. Mau dimasakin apa?" tanya Ebie bersiap mengeluarkan sesuatu dari lemari es.
"Apa ya Mbak Bie? Masih bingung," jawab Prilly sambil memikirkan menu sarapan pagi ini untuk sang suami tercinta.
"Mmm ... gimana kalau masak ayam goreng tepung sama sop bakso? Cocok deh Non sama cuaca hari ini. Segeeeerrrr," seru Ebie memberikan saran.
"Boleh juga tuh Mbak Bie. Ya udah keluarin ayam filetnya dan sayurannya. Aku bikin adonan tepungnya." Prilly pun segera meracik semua bumbu dan menyiapkan bahan masakannya.
Dibantu oleh Ebie, pekerjaan memasaknya semakin ringan seraya bercanda di dapur. Bercerita lucu hingga membuat Prilly terkadang tertawa lepas dan terpingkal.
"Semalam Pak Ali pulang jam berapa Mbak Bie?" tanya Prilly sambil memasukkan ayam tepungnya di dalam minyak yang sudah panas.
"Sekitar jam 3, Non," jawab Ebie sambil menghaluskan bumbu untuk sop.
"Mau bikin sambal tomat nggak, Mbak Bie?" tanya Prilly berdiri di depan kompor berkonsentrasi membalikan ayamnya.
Tak ada jawaban dari Ebie, justru sebuah tangan kekar melingkar di perut buncitnya. Prilly sedikit terkejut dengan hal itu, ciuman hangat di pagi hari mendarat di pipinya.
"Selamat pagi Bunda? Pagi anak Ayah," sapa Ali yang baru saja selesai mandi dan langsung mencari istrinya ke dapur.
Ali mengelus perut yang sudah semakin membesar milik Prilly. Hati Prilly menghangat sambil tersenyum bahagia karena dapat merasakan nyata pelukan sang suami yang selama ini ia rindukan.
"Pagi Yah," jawab Prilly lalu berbalik mencium pipi Ali.
"Masak apa?" tanya Ali mengambil alih spatula yang Prilly pegang.
"Masak ayam goreng tepung, sayur sop sama sambal tomat," jawab Prilly beralih mengerjakan yang lain.
"Wuiiihhhh, mantap. Begini ini yang bikin kangen rumah. Meski masakannya sederhana tapi selalu terbayang dan nikmat," seru Ali bersemangat membantu Prilly memasak.
"Mbak Bie tadi ke mana ya? Kok ngilang?" tanya Prilly menoleh mencari - cari Ebie.
"Aku suruh ngerjain yang lain," kata Ali membuat Prilly menatapnya heran.
"Sejak kapan?" tanya Prilly karena dia tak mendengar perintah Ali.
"Tadi waktu kamu asyik goreng ayam sampai aku dari tadi berdiri di depan pintu, kamu tetap aja nggak sadar. Mbak Bie yang menyadari keberadaanku," jelas Ali mengangkat ayam yang sudah matang berwarna kuning keemasan.
"Terus?"
"Aku kodein Mbak Bie, biar ngerjain yang lain. Jadi aku bisa bantu kamu masak. Gitu," sahut Ali menarik hidung Prilly kecil.
"Masukin lagi itu sisa ayamnya. Belum selesai menggorengnya," perintah Prilly menunjuk sisa ayam yang masih terbalut tepung.
"Ini masukin sekalian?" tanya Ali mengangkat tempat yang berisi ayam tersebut.
"Iya, Yah. Itu masukin semua. Tinggal satu kali menggoreng," ujar Prilly yang sibuk menumis bumbu sopnya.
Ali tersenyum melihat wajah istrinya yang sedang serius memasak. Wajah yang jarang ia lihat nyata di depannya. Saat seperti ini tak bosannya Ali selalu memandangi wajah cantik Prilly. Ali menyelesaikan menggorengnya, begitu pun Prilly sudah siap dengan sayurnya.
"Sudah selesai. Tinggal apa ini Bun?" Ali melihat dapur yang berantakan membuat dia bingung apa lagi yang akan dia lakukan.
Prilly tersenyum seraya mematikan kompor. Dia menghampiri Ali dan memeluknya. Prilly melepas rindunya yang sudah dia tahan dua hari ini.
"Aku dan anak kamu kangen, Yah," bisik Prilly membuat hati Ali menghangat.
"Aku juga kangen sama kamu." Ali membalas pelukan Prilly dan mencium pucuk kepalanya cukup lama.
"Mau jalan - jalan?" ujar Ali menawari Prilly.
"Kamu butuh istirahat, Yah. Daripada buat jalan - jalan lebih baik siapkan staminamu untuk penerbangan berikutnya," seru Prilly yang berniat untuk mengerti kelelahan suaminya.
Ali menegakkan tubuh Prilly, lalu menangkup wajahnya. Ali tersenyum sangat manis karena melihat betapa sabar dan perhatian Prilly kepadanya.
"Aku libur dua hari, jadi aku masih bisa bersantai sama kamu dan anak kita," jelas Ali semakin membuat bahagia hati Prilly.
"Okey, kalau gitu kamu temani aku belanja bulanan dan persiapan semua kebutuhan anak kita nanti. Gimana?" tanya Prilly bersemangat.
"Okey, habis kita sarapan ya? Ke mana pun yang kamu mau aku turutin," jawab Ali menarik pelan kepala Prilly agar bersandar di dadanya.
"Makasih ya, Yah. Kamu udah luangin waktu buat aku dan anak kita," ucap Prilly memeluk pinggang Ali.
"Kalau seandainya bisa, aku akan selalu meluangkan waktu buat kamu dan anak kita. Tapi keadaan yang tidak mendukung, Bun," jelas Ali merasa sedih jika mengingat kuantitasnya bertemu keluarga sangat jarang.
"Nggak papa, Yah. Yang penting Ayah sehat dan baik - baik aja saat kerja. Itu sudah membuat perasaan Bunda tenang di rumah," kata Prilly memahami kesibukan dan pekerjaan Ali.
"Begitu pun Ayah, Bun. Ayah akan terbang dengan perasaan tenang setelah mendengar bahwa keadaanmu dan anak kita sehat dan baik - baik aja," ujar Ali mengeratkan pelukannya.
Prilly merasa nyaman berada di dalam pelukan suaminya. Hanya ini yang selalu ia rindukan saat suaminya jauh darinya.
Prilly dan Ali pun saling membantu menyiapkan sarapan di ruang makan. Ebie masih sibuk mengepel di ruang tengah hingga sampai di teras rumah.
"Mbak Bie, ayo kita sarapan dulu," pekik Prilly mengajak Ebie untuk sarapan bersama dia dan Ali.
Ebie berlari kecil menghampiri Prilly yang berada di ruang makan,"Non dan Pak Ali aja duluan. Ebie nanti aja kalau pekerjaannya semua sudah selesai."
Ali menggeser kursinya lalu duduk di tempat biasa ia tempati.
"Duduk Mbak Bie, kita sarapan dulu. Jarang kan saya di rumah. Mumpung di rumah, sini temani saya makan," ajak Ali lembut membuat Ebie sungkan jika harus menolak perintahnya.
Prilly tersenyum seraya menyentongkan nasi di piring Ali. Ebie berniat mengambil piring di dapur sekaligus nasi dan lauk pauknya.
"Mbak Bie mau ke mana? Kok malah mau pergi sih," tegur Prilly menahan tangan Ebie.
"Mau ambil piring sama nasi di belakang, Non," jawab Ebie polos membuat Ali terkekeh.
"Terus ini apa? Sudah duduk sini aja. Di sini sudah ada piring, nasi sekaligus lauk dan sayur." Prilly mendudukkan Ebie di kursi satu meja dengannya dan Ali.
Ebie menjadi sungkan dan tak enak hati, karena ini kali pertamanya duduk di meja makan bersama Ali juga. Biasanya Ebie hanya duduk di sana saat menemani Prilly makan. Namun kali ini berbeda, tempat itu ada Ali yang membuat dia tak bebas dan merasa tak pantas berada satu meja dengan majikannya.
"Mbak Bie, kok malah diam aja sih. Ambil nasinya, apa perlu aku yang ambilin?" ujar Prilly yang melihat Ebie hanya berdiam diri.
"Eh, nggak perlu Non. Aku bisa sendiri," tolak Ebie lalu meminta centong nasi yang Prilly pegang yang sudah bersiap untuk mengambilkan Ebie nasi.
Ali hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya melihat Ebie yang sungkan dan terlihat tak nyaman.
"Mbak Bie jangan punya pikiran yang tidak - tidak. Kita semua ini sama ciptaan Allah. Jangan merasa sungkan," tegur Ali agar Ebie lebih relaks dan dapat menikmati sarapannya bersamanya dan Prilly.
Ebie hanya tersenyum dan mengangguk paham. Prilly mengelus lengan Ebie seraya tersenyum sangat manis. Hati Ebie terenyuh karena merasa beruntung sudah memiliki majikan yang tulus dan baik hati seperti Ali dan Prilly. Meski Ali jarang berinteraksi dengannya, namun Ebie dapat mengerti jika majikannya itu senantiasa memperhatikannya.
"Ya Allah, terima kasih Engkau menempatkanku di tempat yang nyaman dan tepat. Ini sudah cukup buat hamba, melihat mereka harmonis dan membina keluarga kecil ini, menjadi kebahagian di hati hamba." Ebie membatin seraya memperhatikan Ali dan Prilly yang asyik menikmati sarapan mereka.
"Kalau begini caranya sih, aku nggak bisa berhenti makan, Bun," ujar Ali mengarahkan piring kosongnya kepada Prilly.
"Mau nambah?" tanya Prilly dengan senyuman bahagianya.
Ali hanya mengangguk membuat Prilly terkekeh karena Ali sepertinya menikmati dan suka dengan masakannya. Prilly berdiri lalu meracikkan lagi makanan di piring Ali. Ebie yang melihat hal itu hanya tersenyum, ikut merasa bahagia.
"Mbak Bie, nanti ikut ya. Kita mau belanja bulanan sekalian beli perlengkapan buat dedek," seru Prilly sambil memberikan piring kepada Ali.
"Habis ini Non?" tanya Ebie menatap Prilly yang sudah kembali duduk di kursinya.
"Iya Mbak Bie. Kenapa? Mbak Bie ada acara lain?" tanya Prilly memastikan agar tak mengganggu acara Ebie hari ini.
"Oh nggak Non, maksudnya habis ini aku bisa langsung siap - siap nyatetin bahan di dapur yang sudah habis, gitu," jelas Ebie cepat agar Prilly tak salah paham.
"Oooh, iya Mbak Bie. Sekalian cek beras kita ya Mbak Bie sama bumbu dapur," pinta Prilly dengan senyum terbaiknya.
"Siap Non," sahut Ebie mengacungkan ibu jarinya kepada Prilly.
Akhirnya mereka pun menyelesaikan sarapannya dengan obrolan ringan dan candaan sederhana yang sesekali mampu membuat Ali terkekeh dan merasa bahagia bersama keluarganya hari ini.
***
Di dalam sebuah mall yang hiruk pikuk, tak bosannya tangan Ali selalu menggenggam tangan Prilly. Ebie mendorong keranjang belanjaan mengikuti majikannya dari belakang.
"Kita belanja bahan dapur dulu ya, Yah? Nanti baru cari perlengkapannya dedek," seru Prilly mengajak Ali ke tempat pusat bahan pokok.
Ali sangat sabar mengikuti kemana pun istrinya melangkah. Dia selalu dekat dengan istrinya. Saat Prilly menunduk berniat mengambil beras berukuran 5 kg, dengan cepat dan tanggap Ali lebih dulu mengangkatnya.
"Jangan angkat beban yang berat ya?" tegur Ali seraya memasukkan beras itu ke keranjang yang selalu Ebie dorong.
Prilly tersenyum sangat manis mendengar perhatian kecil Ali namun terkesan sangat mendalam baginya.
"Makasih Yah," ucap Prilly dengan senyuman terbaiknya.
"Sama - sama Bunda. Ayo cari yang lain lagi." Ali merangkul bahu Prilly untuk mencari bahan yang lainnya.
Satu per satu bahan dapur sudah dilengkapi. Kini waktunya Ali dan Prilly beranjak berpindah ke tempat yang menjual perlengkapan bayi. Ebie selalu senantiasa setia membuntuti Ali dan Prilly kemana mereka pergi. Hingga sebuah suara menghentikan langkah mereka.
"Mbak Prilly."
Ali dan Prilly pun menoleh ke sumber suara, begitu pun Ebie. Senyuman manis gadis yang dulu sempat mencuri perhatian Ali terlempar kepada Prilly. Dengan lapang dada dan ikhlas Prilly menyambutnya. Prilly menghampirinya dan menjabat tangannya ramah. Tak sekedar itu, mereka pun juga cipika-cipiki. Ali terpaku melihat hal itu. Bagaimana dengan mudah istrinya berdamai dengan masa lalunya? Sedang dirinya saja sampai sekarang belum dapat berdamai dan menerima semua itu dengan ikhlas. Namun, saat melihat istrinya bercengkrama akrab, hati Ali pun tergerak ingin mencoba mendamaikan hatinya dengan masa lalu yang sempat mengancam rumah tangganya dulu. Ali sadar, tanpa Cinta dia tak akan pernah merasakan masa di mana ia berdiri saat ini. Cinta adalah salah satu orang yang berperan penting di masa lalunya.
##########
Cinta kembali. Nah loooohhhhh. Semoga Ali tak tergoda lagi ya?
Ada yang kangen aku?
Hehehehehe
Semoga masih ada yang setia menunggu.
Mohon maaf lahir batin ya buat teman-teman semuanya. Makasih yang masih setia menunggu.
Love and miss you all
Muuuuaaahhhhh
Salam author somplak
Rex_delmora
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top