Lima
Hati wanita mana yang tak hancur jika mengetahui suaminya berdusta dan berkhianat? Prilly menangis di atas pusaran Al, dia mencurahkan semua sesak di hatinya. Hanya tempat itu yang selalu Prilly datangi saat dia membutuhkan teman dan merasa sedih.
"Dia nggak seperti kamu, Al. Dia berbeda sama kamu! Dia tak sebaik yang aku pikirkan selama ini. Dia menghianati kepercayaanku. Apa ini sudah menjadi takdirku? Jika aku boleh meminta, bawalah aku bersamamu." Prilly menangis hingga sesenggukan di atas makam Al.
Ebie yang menemaninya ikut merasa sedih. Ebie memeluk Prilly dari belakang dan mencoba menegakkan tubuhnya agar tak selalu memeluk tanah gundukan itu.
"Non, kita pulang yuk? Sudah hampir malam." Ebie berusaha membujuk Prilly, namun sepertinya Prilly enggan untuk meninggalkan tempat itu.
"Nggak Mbak Bie, aku masih ingin di sini," tolak Prilly dengan suara parau tertahan di tenggorokannya.
"Non, jika Mas Al masih hidup, dia akan merasa sedih melihat Non Prilly rapuh seperti ini. Non Prilly pernah bercerita kan, kalau Mas Al nggak suka lihat Non Prilly menjadi wanita yang lemah. Buktikan kepada Mas Al, jika Non Prilly itu wanita yang tegar. Ayo Non pulang, hadapi Pak Ali dengan tenang dan jangan pakai emosi," seru Ebie membuat Prilly sejenak berpikir dan mengingat semua pesan yang pernah Al berikan untuknya.
Prilly memejamkan matanya sebentar, lalu menghela napas dalam mengurangi sesak di dadanya. Semua foto yang dikirimkan oleh salah satu rekan kerja Ali membuat hatinya seketika hancur dan rasa kepercayaannya yang selama ini Prilly beri untuk Ali musnah.
"Aku akan hadapi persoalan ini, dia adalah suamiku dan aku berhak mengingatkannya jika dia sedang salah jalan. Aku yakin kuasa-Mu Tuhan, saat ini setan sedang menutup mata hati suamiku. Aku mohon kepada-Mu beri hamba kekuatan untuk menarik suami hamba di jalan yang telah Engkau terangi untuk kami lalui." Prilly berdoa dalam hati menguatkan hatinya sendiri.
Prilly berdiri dan dengan mantap melangkahkan kaki untuk kembali pulang. Ebie hanya mengikuti Prilly dari belakang.
***
Langit sudah gelap dan bertabur ribuan bintang. Sinar rembulan menjadi cahaya malam yang gelap. Ebie dan Prilly baru saja sampai di rumah. Semua lampu sudah menyala, itu artinya ada salah seorang penghuni yang sudah masuk sebelum mereka.
"Non, Pak Ali sudah pulang," lirih Ebie saat mereka sampai di ruang tengah.
"Iya Mbak Bie. Mbak Bie langsung istirahat saja ya? Aku mau langsung ke kamar." Prilly langsung melangkah menuju ke kamarnya. Sedangkan Ebie menuruti perintah Prilly.
Sebelum menurunkan knop pintu, Prilly menghela napas dalam agar emosinya terkontrol. Prilly membuka kamar dan melihat Ali duduk bersantai di sofa memainkan iphone-nya sambil tersenyum sendiri. Ali tak menyadari kedatangan Prilly, dia masih tetap asyik memainkan iphone-nya. Sampai Prilly berdiri di samping ranjang pun Ali masih tetap tak sadar.
"Sudah pulang?" tegur Prilly bersikap biasa saja seolah tak terjadi apa-apa.
Ali yang terkejut dengan suara Prilly lalu segera mengantongi iphone-nya. Prilly tak heran lagi jika Ali memiliki kebiasaan baru. Sebelumnya Ali tak pernah mengantongi iphone-nya saat di rumah. Dia selalu menaruh iphone-nya di atas nakas.
"Iya, dari mana?" tanya Ali terlihat tak biasa dan terdengar basa-basi. Prilly hanya tersenyum miring mendengar pertanyaan Ali tersebut.
"Dari makan Kak Al. Sudah lama nggak datang ke sana," jawab Prilly jujur.
"Apa kamu belum bisa melupakan Kak Al selama ini?" tanya Ali sepertinya dia menahan emosi.
"Al nggak akan pernah aku lupakan sampai kapan pun itu. Karena dia salah satu pria terbaik yang pernah aku kenal. Kejujuran dan kesetiaannya yang selalu aku banggakan darinya." Prilly sengaja menjawab seperti itu untuk menyentuh hati Ali.
Namun sepertinya Ali tak merasakan itu, dia menatap Prilly tajam bersiap meluapkan emosinya.
"Oh, jadi selama ini kamu menikah denganku tapi hatimu masih mencintai kakakku? Iya? Buat apa kita pertahankan rumah tangga ini, kalau hatimu saja belum bisa menerimaku?" sergah Ali dengan emosi meluap-lupa.
Prilly tetap bersikap tenang dan tak ingin terpancing dengan emosi Ali itu. Prilly hanya tersenyum sangat manis kepada Ali dan mengambil pakaiannya lalu masuk ke kamar mandi. Prilly membersihkan diri, setelah dirinya rapi, dia keluar dari kamar mandi melihat Ali kembali memainkan iphone-nya.
"Sudah makan?" tanya Prilly menahan sakit di dadanya, namun dia tetap berusaha tenang dan tersenyum.
"Nggak lapar," jawab Ali tak acuh dan dingin.
Prilly tetap keluar membuatkan makanan untuk Ali. Prilly menahan air matanya agar tak terjatuh setetes pun. Dalam hatinya, dia selalu menguatkan diri dan meyakinkan dirinya, jika dia dapat kembali meluluhkan hati Ali. Setelah selesai memasak Prilly menyiapkan makanan untuk Ali di piring, membuatkan teh hangat lalu membawanya ke dalam kamar.
"Makan dulu yuk?" ajak Prilly lembut menurunkan penampan di atas meja.
Ali hanya diam tak merespon Prilly, dia masih asyik dengan iphone-nya. Prilly yang merasa tak di respon lalu ke arah lemari menyiapkan pakaian untuk Ali bekerja besok. Hatinya sangat sakit dan benar - benar dia merasa tak dihargai lagi. Dadanya sesak menahan tangisannya. Sesekali Prilly melirik Ali, bibir suaminya itu tersungging sebuah senyuman yang sangat manis.
"Apa yang kamu mau sekarang dari aku, Li?" ujar Prilly sambil memasukkan pakaian Ali ke dalam koper.
Ali yang mendengar pertanyaan Prilly lalu menatap istrinya. Prilly tak menoleh kepada Ali, dia sibuk memasang atribut di PDH Ali.
"Maksud kamu apa?" tanya Ali sedikit meninggikan suaranya yang tak memahami maksud dari pertanyaan Prilly tadi.
"Iya, kamu pengen aku melakukan apa sekarang buat kamu?" Kali ini Prilly menatap Ali dengan senyuman sangat manis namun tetap menahan perih di dadanya.
"Aku nggak pengen apa - apa dari kamu," jawab Ali datar.
Prilly berjalan mendekati Ali lalu duduk di sofa tepat di sebelah Ali.
"Jangan mencoba mengundang hama di tengah tanaman kita yang mulai subur, itu akan merusak perkembangannya. Kita dirikan istana ini dengan kesabaran dan keikhlasan, jangan kamu hancurkan dengan membawa dia masuk ke dalam istana yang sudah kita bangun." Prilly tersenyum sangat manis kepada Ali.
Ali yang tak mengerti dengan ucapan istrinya itu hanya diam dan berusaha mencernanya.
"Seandainya aku nggak lagi ada di dunia ini, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Prilly membuat Ali semakin bingung.
Ali terdiam dan hatinya bergetar lirih. Prilly menggapai tangan Ali dan menggenggamnya erat, menyalurkan apa yang sebenarnya ia rasakan agar Ali dapat mengerti.
"Sebuah hubungan ibarat seperti kita bermain layang - layang. Ada kalanya kita menarik dan mengulurnya agar layang - layang itu tidak terputus. Saat angin mulai menerpanya, kita harus segera menyadari dan menariknya, agar layang - layang itu tak hilang dari genggaman kita. Seperti aku yang selama ini melepaskan layang - layangku untuk terbang bebas. Namun saat dia terbawa angin, aku berhak menarik layang - layangku agar benang itu tak putus." Ali menyimak pembicaraan Prilly.
Hati Ali dirasuki rasa bersalah dan Ali menatap lekat wajah cantik nan lembut milik Prilly yang meneduhkan hatinya.
"Sekali berbohong aku akan tetap mempercayainya, dua kali, tiga kali hingga berkali - kali pun, aku masih akan tetap percaya. Karena aku nggak akan tahu apa yang kamu lakukan di luar sana. Tugasku sebagai istri, hanya menjaga harta dan martabat suami saat dia keluar mencari nafkah untuk keluarga. Aku percaya sama kamu, dan aku yakin kamu pria sejati yang memiliki tanggung jawab." Prilly mengelus pipi Ali lembut dengan ibu jarinya. Dia melempar Ali dengan senyuman sangat manis.
Tak mampu lagi ingin meluapkan air matanya, Prilly mencium kening Ali sangat lembut dan penuh kasih sayang. Air matanya menetes hingga membasahi tangan Ali.
"Aku percaya sama kamu," ucap Prilly setelah melepas kecupannya menggetarkan hati Ali, lalu dia berdiri berjalan ke arah ranjang.
Prilly mematikan lampu dan menggantinya dengan lampu tidur. Ali terpaku dan bergeming di sofa menatap gerak gerik Prilly yang bersiap untu tidur. Prilly menarik bed cover dan menutupi tubuhnya dan hanya menyisakan kepalanya saja.
"Selamat malam suamiku," ucap Prilly lembut semakin menggetarkan hati Ali.
Pandangan Ali mengabur karena air mata sudah menggantung di pelupuknya. Rasa bersalah karena sudah berkhianat dan mendustai kepercayaan istrinya menyeruak dari hatinya. Ali berlari ke arah ranjang lalu memeluk tubuh Prilly erat. Dia menumpahkan air mata dan rasa bersalahnya kepada Prilly.
"Maaf," ucap Ali menangis sambil memeluk tubuh Prilly.
Posisi Prilly yang memunggungi Ali, meloloskan air matanya. Dia menahan suara tangisannya agar tak semakin membuat Ali terisak. Tubuh Prilly merasakan guncangan tubuh Ali yang menangis hingga sesenggukan. Prilly tetap diam tak membalikkan badannya.
Cobaan terberat bagi istri seorang pilot adalah ketika sang pilot mulai mencoba berpaling dari keluarga, kita harus lebih dalam lagi memakai kekuatan doa, meminta petunjuk dan kekuatan kepada Sang memberi kehidupan ini. Manusia tidak ada yang sempurna.
***
Kicauan burung bersahutan diiringi terbitnya sang mentari. Cahaya yang menyelusup melalui jendela kaca, membias tepat di mata Ali. Tidurnya pun menjadi terusik hingga dengan berat hati dia membuka matanya. Dia meraba ke samping, tak ada istrinya. Ali segera duduk bersandar di kepala ranjang, menyesuaikan pandangannya. Setelah pandangannya sudah jelas, dia menyapu keseluruh ruang kamar tersebut. Sudah rapi dan bersih, hanya tempat tidur saja yang masih berantakan.
"Pril ... Prilly!" seru Ali mencari - cari istrinya.
Ali menunggu hingga 5 menit, Prilly tak kunjung datang. Biasanya Prilly selalu ada setiap Ali membuka mata. Semua keperluannya sudah siap dan Ali tinggal mengenakannya.
"Pril, sayang ... kamu di mana sih?!" pekik Ali yang belakangan ini lebih sering tak dapat mengontrol emosinya.
Ali dengan sebal membuka bed cover lalu keluar dari kamar. Ali melihat rumah sudah bersih dan rapi. Dia menuruni anak tangga, hanya terlihat Ebie yang berada di dapur.
"Mbak Bie, Prilly mana?" tanya Ali sedikit membentak, membuat Ebie terlonjak kaget.
"Eh, Pak Ali. Non Prilly sudah keluar sejak tadi pagi. Semua keperluan Pak Ali sudah Non Prilly siapkan. Sarapan, juga sudah dibuatkan Non Prilly tadi. Pak Ali butuh sesuatu?" tanya Ebie yang sudah melihat mata Ali memerah dan rahangnya mengeras.
Ali tak menjawab Ebie, dia langsung berlalu ke kamarnya. Mencari iphone-nya dan melihat semua pesan dari Cinta. Dia mencari nomer istrinya, di kontak telepon. Ali menekan nomer Prilly yang sudah dia hafal di luar kepala, lalu menghubunginya. Namun sudah berkali - kali nomer istrinya tak aktif. Ali keluar lagi dari kamar langsung menuju ke garasi, mobil pun masih ada, kemana Prilly?
"Aaaarrrrggghh." Ali mengacak rambutnya frustrasi.
"Mbak Bie!" panggil Ali keras, langsung terdengar sampai ke dapur.
Ebie berlari agar cepat sampai di depan Ali. Hatinya merasa takut karena melihat Ali yang menahan emosinya.
"Iya Pak," jawab Ebie menunduk tak berani menatap wajah Ali yang sudah memerah amarah.
"Ke mana perginya istri saya? Hah?!" tukas Ali menatap Ebie tajam.
"Mmm, mungkin Non Prilly sudah di restoran Pak," jawab Ebie ketakutan.
Ali segera menggapai kontak mobilnya, iphone-nya selalu bergetar namun bukan dari Prilly melainkan dari Cinta. Ali tak acuh kepada iphone yang meraung - raung selalu meminta perhatiannya. Dia tetap masuk ke dalam mobil lalu mencari istrinya. Dengan kecepatan rata - rata, Ali menuju ke tempat usaha Prilly. Ali turun dari mobil dengan tergesa - gesa. Dia membuka pintu restoran begitu saja.
"Maaf, apa istri saya di sini?" tanya Ali sopan kepada salah seorang pegawai Prilly karena dia menjaga image, melihat banyak tamu yang sedang sarapan di tempat itu.
"Iya, tadi ada di sini Pak. Tapi, Mbak Prilly sudah keluar lagi, naik taksi," jelas seorang pegawai.
Hati Ali merasa bersalah karena selama dia menikah dengan Prilly, istrinya itu tak pernah meninggalkannya hingga seperti ini. Dulu awal mereka menikah, bagaimana pun tertutupnya Prilly dari Ali, dia masih menunggu Ali hingga bangun tidur dan menyiapkan semua keperluannya. Jika dia ingin pergi, Prilly selalu menunggu Ali lebih dulu berangkat.
"Apa separah itu kah kesalahanku kepada istriku ya Allah?" ucap Ali dalam hati.
"Ya sudah, makasih." Ali langsung keluar dari restoran tersebut dan kembali menyusuri jalan mencari - cari keberadaan istrinya.
Iphone Ali tak juga berhenti meraung. Nama 'Cinta' selalu tertera di iphone-nya. Ali tak acuh dan tetap fokus mencari istrinya.
"Kamu di mana sih, Prilly!?" ujar Ali berpikir harus ke mana dia mencari istrinya.
Hingga dia teringat suatu tempat yang sering Prilly kunjungi. Ali segera ke sana, namun dia tak juga menemukan istrinya di makam Al, tempat yang sangat sering Prilly datangi.
"Ke mana lagi aku harus cari kamu?" pekik Ali sambil mengacak rambutnya frustrasi dan air matanya kembali luluh tak tertahankan karena dia merasa bersalah atas sikapnya yang dia lakukan beberapa waktu belakangan ini.
Ali segera melajukan mobilnya kembali, meneruskan mencari istrinya di tempat biasa Prilly datangi termasuk rumah orangtuanya dan orangtua Prilly sendiri. Namun semua tempat itu, Ali tak menemukan Prilly.
Disaat kehilangan baru terasa, jika dia sangat berarti untuk kita.
#########
Masih baper?
Ini cerita aku tarik dari sebuah real life sahabat aku, alhamdulillah dia mengizinkan aku untuk berbagi pengalamannya selama ini. Kenapa cerita ini awalnya baper dan banyak protes di part sebelumnya? Itu karena dari Mbak Riska sendiri hanya bercerita pengalamannya seperti itu.
Bagi Mbak Riska 'TIDAK SEMUA CERITA KEHIDUPAN INI SELALU DIAWALI DENGAN KEBAHAGIAN. NAMUN, DIA BERPIKIR BAHAGIA ITU KITA YANG MENCIPTAKAN DAN DIA YAKIN RENCANA TUHAN NGGAK ADA YANG SIA - SIA'.
Makasih untuk vote dan komennya ya?
Note ; Mbak Riska
Apa kah jika aku di posisimu seperti itu bisa setabah kamu dan setegar kamu, Mbak?
Sumpah, aku ngetik bagian ini berusaha merasakan, perasaan Mbak Riska saat itu. Aku mewek Mbak Riska. Kayak nggak terbayang betapa berat situasi Mbak dulu. Love you sahabatku. Aku sayang banget sama Mbak, duh aku nangis terus Mbak.
Sengaja aku curhat di sini biar teman - teman semua tahu, bagaimana ketegaran seorang istri pilot saat sang suami tergoda dengan wanita lain. Apalagi pramugari dan kehidupan mereka semua keras. Jauhnya dari keluarga memicu perselingkuhan itu terjadi. Tapi nggak semua pilot begitu kok. Semua kembali pada kepribadiannya masing - masing. Love you all.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top