enam

Ali berjalan gontai menaiki anak tangga. Wajahnya kusam dan tak bersemangat. Dia perlahan membuka pintu dan melihat istrinya sedang membereskan tempat tidur. Ali yang ingin memastikan bahwa penglihatannya itu tak salah, lalu masuk dan mendekati Prilly yang sedang menyusun bantal dan guling.

"Sayang," panggil Ali lirih menatap Prilly lekat.

Prilly mendongak dengan senyuman sangat manis.

"Mau berangkat jam berapa kamu nanti? Kenapa nggak siap - siap sih?" ujar Prilly mendekati Ali.

Saat istrinya itu berdiri di depannya, Ali langsung memeluknya erat seakan dia tak ingin melepaskannya lagi. Prilly tampak bingung dengan sikap Ali tersebut, terdengar isak lirih dari Ali.

"Kamu kenapa?" tanya Prilly berusaha melepaskan pelukan Ali, namun Ali tak ingin melepaskan pelukan itu.

"Biarin begini dulu," pinta Ali sudah berurai air mata.

Prilly terdiam menuruti permintaan Ali. Air mata penyesalan telah luluh lantang dari mata Ali. Ali menyesal karena sudah menciptakan suasana yang panas di istana mereka, tangisan Ali tak kunjung berhenti. Ketukan pintu dan suara Ebie dari balik pintu menghentikan tangisan Ali.

"Non, Pak Ali, ada tamu di depan," pekik Ebie dari balik pintu.

"Iya Mbak Bie, suruh tunggu sebentar." Prilly menyahut lalu menegakkan tubuh Ali dan menghapus air mata yang sudah membasahi wajahnya.

"Kamu kenapa?" tanya Prilly menatap wajah Ali yang merah karena sehabis menangis.

"Kamu dari mana? Kenapa pergi nggak bilang? Kenapa nomer kamu nggak aktif?" tanya Ali yang benar - benar ketakutan jika Prilly pergi meninggalkannya.

"Ya ampun Ali, aku tuh ke pasar. Belanja buat restoran. Hari ini ada acara besar, ada orang yang menyewa tempat. Yang biasa belanja sedang nggak masuk. Maaf ya, handphone aku ketinggalan di rumah. Semalam aku cas dan sengaja aku matiin," jelas Prilly sambil membuka pintu kamar.

Ali terdiam, apa sebegitu takutnya dia jika Prilly akan meninggalkannya? Renungan Ali itu buyar setelah Prilly menyentuh bahunya pelan.

"Ada tamu, turun yuk!" ajak Prilly sangat lembut.

Ali hanya mengangguk dan mengikuti Prilly berjalan di belakangnya. Ali memandang punggung istrinya, hatinya tersentuh melihat perubahan bentuk tubuh Prilly yang terlihat lebih berisi. Sampai di ruang tamu Prilly melihat wanita cantik sudah duduk sambil membaca majalah. Sedangkan Ali tampak shock dan jantungnya terasa ingin lepas.

"Maaf menunggu lama ya," kata Prilly basa - basi menyambut tamu yang tak diundang itu dengan senyum terbaiknya.

Ali mematung berdiri di tempatnya dengan napas memburu dan jantung berdetak sangat cepat.

"Nggak kok," kata wanita tadi menyambut uluran tangan Prilly yang mengajaknya berjabat tangan.

"Prilly istrinya Ali," ujar Prilly mengenalkan diri saat tangan mereka masih saling menjabat.

"Cinta," balas wanita tadi membuat seperkian detik menghentikan detak jantung Prilly.

Prilly harus bisa kuat dan tak boleh lemah menghadapi situasi ini. Jika dia sedih dan emosi di depan Cinta, wanita ini akan merasa menang karena sudah berhasil menjadi hama dalam tanamannya yang baru saja berkembang.

"Oh, temannya Ali ya?" tanya Prilly basa - basi karena sebenarnya dia tahu jika Cinta adalah wanita yang sudah menjadikan Ali berubah belakangan ini.

Prilly mengetahui itu dari semua pesan singkat Ali, yang dia cek dari iphone suaminya saat Ali tertidur lelap. Awalnya Prilly tak begitu percaya, saat seseorang selalu mengirimkan foto - foto kebersamaan Ali dengan wanita lain. Namun seiring perubahan kebiasaan dan sifat Ali mendorong Prilly mencari tahu kebenarannya.

"Li, ada temen kamu kok malah berdiri aja di situ sih," ujar Prilly lembut menahan sesak di dadanya.

Ali menatap Prilly sendu, namun di balas Prilly dengan senyuman terbaiknya.

"Tunggu sebentar ya Cinta, aku buatkan minum untuk kalian." Prilly berdiri dari duduknya dan melewati Ali begitu saja.

Namun saat Prilly sudah melewati Ali, dengan cepat Ali menahan lengannya. Air mata yang tadi hampir terjatuh dari pelupuk Prilly, tertahan karena sentuhan tangan Ali.

"Jangan lama - lama," pinta Ali seperti memohon.

Prilly menoleh dan tersenyum manis, mengelus lengan suaminya lembut. Hal itu membuat hati Ali semakin berselimut penyesalan karena sudah menyia - nyiakan istri sebaik Prilly.

"Iya," jawab Prilly lembut lalu melepas tangan Ali dari lengannya.

Prilly melenggang ke dapur menumpahkan air mata yang tertahan. Walau begitu Prilly tetap membuatkan Ali dan Cinta teh diiringi air mata kepedihan.

"Non," panggil Ebie lirih sambil menyentuh bahu Prilly yang menangis sambil membuat teh.

"Aku nggak papa Mbak Bie. Biarkan dulu air mata ini keluar, biar dadaku nggak terlalu sesak," ujar Prilly sambil melanjutkan menuang gula ke dalam cangkir.

Ebie yang melihat kepedihan hati Prilly merasa terenyuh. Air mata Ebie mengalir membasahi pipinya. Ebie tahu betul bagaimana keseharian Prilly, kesetiaan Prilly dan betapa sabarnya Prilly melayani Ali dengan sangat baik. Selesai membuat teh, Prilly menghapus air matanya dengan tisu.

"Mbak Bie, aku kelihatan habis nangis nggak?" tanya Prilly menghadapkan wajahnya kepada Ebie.

Ebie hanya menggeleng, walau sebenarnya hidung Prilly dan mata Prilly terlihat sedikit memerah.

"Ya udah aku bawa dulu teh ini ke depan ya," ujar Prilly kembali memasang senyum palsu dan menghela napas mengurangi sesak di dadanya.

Prilly membawa teh itu ke ruang tamu, namun belum juga dia sampai, Prilly berhenti di balik tembok mendengar tangisan wanita yang terisak sedih.

"Kamu harus menerima kenyataan ini, aku sudah menikah dan memiliki istri," ujar Ali yang sebenarnya dalam hatinya mengalami dilema. Apa semua cinta lama akan selalu mengusik kehidupan saat ini?

Cintanya kepada Cinta masih terasa di dalam hati Ali, meski sesungguhnya Ali sudah berusaha belajar mencintai dan menerima Prilly sebagai istrinya, namun cinta Ali pada masa lalunya belum sepenuhnya hilang. Kesadaran Ali yang sudah memiliki istri membuat dia harus melepaskan masa lalunya.

"Tapi kamu sudah bilang sama aku, akan memperbaiki semuanya," bantah Cinta yang tak bisa menerima keputusan Ali tersebut.

"Memang aku masih mencintai kamu sampai saat ini tapi...," seru Ali membuat hati Prilly seperti teriris - iris dengan pisau yang tajam dan panas.

"Aku ingin kita bahagia seperti dulu lagi. Apa yang sudah kita impikan sebelum kamu menikahinya. Aku sudah sangat memimpikan hal itu terjadi," ujar Cinta membuat Prilly yang mendengar pembicaraan mereka dari balik tembok merasa tubuhnya dihujami beribu - ribu bara yang mengangah.

Prilly menarik napas dalam, menahan semua sesak dan sakit di dadanya. Dia keluar dari persembunyiannya dan masuk ke ruang tamu dengan senyuman manis.

"Ini diminum," ujar Prilly yang melihat tangan Cinta menggenggam tangan Ali erat. Cinta menghapus air matanya cepat saat Prilly menunduk menurunkan cangkir ke atas meja.

"Di minum tehnya, mumpung masih hangat. Aku ke belakang dulu ya," kata Prilly lalu melenggang pergi kembali bersembunyi di balik tembok.

"Ceraikan istrimu dan kembalilah padaku. Kita akan memulainya dari awal. Aku akan berhenti menjadi kopilot jika kamu ingin aku selalu menunggumu di rumah. Kita bangun istana cinta kita sendiri," pinta Cinta membuat Ali terdiam.

Menceraikan Prilly? Itu artinya Ali akan kehilangan Prilly. Dia akan kehilangan semua perhatian dan kasih sayang istrinya itu. Prilly yang mendengar permintaan Cinta kepada suaminya hanya menghela napas dalam. Apa beginikah takdir menyiksanya? Kehilangan orang yang sangat dia cintai, namun Tuhan menggantinya dengan orang yang berbeda dan kini orang itu telah memporak - porandakan hatinya.

"Apa kamu yakin dapat menjadi istriku dan melayaniku dengan baik?" tanya Ali membuat Prilly harus siap menerima keadaannya.

Prilly menyentuh perutnya yang seketika terasa sakit saat Ali mengatakan itu.

"Aku janji akan menjadi istrimu yang baik, melayanimu dengan segenap kasih dan cintaku. Itu janjiku," ujar Cinta membuat Prilly sudah tak tahan bersembunyi di balik tembok.

Ali melihat Prilly berdiri dengan senyum terbaiknya.

"Tentukan pilihanmu sekarang, Li. Aku ikhlas jika memang kamu akan menceraikanku dan memilih wanita yang sudah siap menggantikan peranku selama ini," seru Prilly membuat hati Ali semakin bimbang.

Menggantikan peran Prilly sebagai istrinya? Apa cinta bisa melayani Ali sebaik Prilly? Ali berdiri diikuti Cinta. Prilly masih saja tersenyum sangat manis menatap wajah suaminya yang terlihat menegang. Ali melihat Cinta dan Prilly bergantian.

"Kita akan bahagia karena Prilly sudah ikhlas untuk kamu ceraikan," bujuk Cinta tak ingin mengalah.

"Aku manusia biasa dan nggak bisa menjanjikan apa pun untuk kamu, Li. Tapi, aku ingin mengajakmu meraih surga Tuhan dengan membangun rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warohmah. Berbahagialah denganku, suamiku," pinta Prilly yang tak menyerah begitu saja.

Ucapan Prilly menggetarkan hati Ali. Mana bisa dia meninggalkan wanita sehebat istrinya. Ketika Tuhan menguji kesabarannya saat ia berpaling dengan wanita lain, Prilly masih setia dan berusaha menyadarkannya.

"Jika kamu memilih aku, kita akan bahagia karena kita saling mencintai dan itu akan mempererat rumah tangga kita nanti," seru Cinta masih saja membujuk Ali.

Ali semakin bingung dengan keadaan ini, Prilly yang melihat betapa kukuhnya Cinta membujuk Ali lalu meninggalkan mereka. Ali menatap kepergian Prilly nanar dan ada rasa tak rela jika Prilly meninggalkan mereka hanya berdua di ruang tersebut.

"Pulanglah dan jangan ganggu hidupku lagi," pinta Ali menatap lembut Cinta.

"Nggak Li, jangan katakan itu," bantah Cinta memohon kepada Ali.

"Aku nggak bisa melanjutkan hubungan ini. Aku sudah memiliki istri dan kamu tolong pahami itu." Ali menatap Cinta memohon lalu meninggalkan wanita yang sebenarnya masih dia cintai di ruang tamu sendiri.

Cinta menghempaskan tubuhnya di sofa dan menangis hingga sesenggukan. Ali masuk ke dalam kamar, melihat Prilly berdiri di depan kaca jendela dengan senyuman terbaiknya.

"Aku hanya wanita biasa yang hampir menjadi kakak iparmu. Memang aku nggak begitu mengenalimu, Ali. Tapi aku tahu kamu siapa. Kamu satu darah dengan orang yang pernah segenap jiwa dan raganya menjagaku. Aku percaya sifatmu tak jauh darinya. Aku yakin kamu pria yang bertanggung jawab," ujar Prilly tanpa melihat Ali yang berdiri di samping ranjang memperhatikannya nanar.

"Maaf." Hanya kata itu yang dapat Ali katakan sambil menunduk menyesal.

Prilly berjalan mendekati Ali lalu memegang dagu suaminya agar Ali mendongakkan kepalanya menatap Prilly. Ali menatap Prilly dengan uraian air mata yang membasahi pipinya. Prilly tersenyum sangat manis lalu menundukkan kepala Ali agar dia dapat mencium kening suaminya.

"Aku nggak akan marah jika seseorang sudah mengakui kesalahannya dan menyadari bahwa perbuatannya itu keliru. Aku akan tetap memberikannya maaf, karena dia sudah mengucapkannya dengan tulus," ujar Prilly membuat Ali merasa sangat beruntung karena takdirnya mengirimkan Prilly menjadi istrinya.

Ali menarik Prilly ke dalam pelukannya, memeluk Prilly erat seakan dia tak ingin melepaskannya.

"Kak, kamu beruntung sekali sempat memilikinya. Maaf sudah membuatnya menangis dan bersedih. Aku nggak akan mengulanginya lagi Kak. Seandainya kamu masih hidup dan kamu tahu aku yang menyakitinya, aku yakin timah panas bisa menembus jantungku." Ali membatin masih saja memeluk Prilly. Rasa berdosanya kepada Al, karena sudah menyakiti Prilly yang berarti dia juga menyakiti hati kakaknya, karena Ali tahu betapa besar cinta kakaknya kepada Prilly.

"Kamu tahu?" bisik Prilly lirih masih dalam dekapan Ali. Ali menggeleng menjawab pertanyaan Prilly yang ambigu itu.

"Mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk menyampaikannya. Tapi aku sudah menahannya hingga berminggu - minggu," seru Prilly melepas pelukan Ali.

Prilly mengajak Ali duduk di terapi ranjang dan mengambil sesuatu dari dalam laci.

"Selamat ya, sebentar lagi kamu mau jadi ayah," ucap Prilly mengagetkan Ali.

Ali menatap Prilly dengan wajah terkejut dan langsung menerima selembar kertas yang ada di tangan istrinya. Dengan tergesa Ali membuka kertas itu dan memperlihatkan hasil laboratorium. Prilly membuang semua pikiran negarifnya tentang Ali. Dia ingin Ali mengetahui kabar bahagia ini, agar Ali semakin memiliki keteguhan hati untuk membangun kebahagiaannya bersama Prilly.

"Kamu? Hamil?" seru Ali menatap Prilly dengan wajah berbinar.

"Iya, usia kandunganku sudah 5 minggu. Awalnya saat aku mengetahui kabar bahagia ini mau langsung ngasih tahu kamu. Tapi aku mikir dua kali, pasti kamu jadi kepikiran sama aku dan pengen cepet pulang. Aku nggak mau ganggu konsentrasi kamu. Itu sangat berisiko," jelas Prilly membuat Ali seketika merasakan kebahagiaannya yang luar biasa.

Disaat Ali merasa kebingungan mengambil keputusan, namun Tuhan selalu memilihkan jalan yang terbaik, meski terkadang cara Tuhan sangat menyakitkan dan melalui proses yang panjang.

"Maafin aku yang sudah sempat berpaling dari kamu dan tergoda dengan masa laluku," ucap Ali tulus dari lubuk hatinya dan kembali memeluk Prilly.

Prilly membalas pelukan Ali dan merasakan betapa menyesal suaminya itu.

"Jadikan ini semua sebuah pelajaran agar tak terulang lagi di perjalanan kita ke depannya ya? Jaga kepercayaanku dan jangan kamu pernah sekali - kali ulangi lagi," wanti - wanti Prilly yang berharap Ali tak mengulanginya lagi.

"Iya, aku janji akan selalu menjaga hatiku. Dengan adanya masalah ini, baru aku sadar kalau aku nggak bisa kehilangan kamu. Kamu adalah tulang rusukku yang hilang," seru Ali tulus, kini sudah yakin jika Prilly adalah wanita yang Tuhan kirimkan untuk melengkapi hidupnya.

"Nggak ada pertemuan yang sia - sia di dunia ini. Lamanya aku bersama Al, membuatku mengerti arti kesabaran dan keikhlasan. Tuhan mempertemukan kamu dengan masa lalumu, karena Tuhan ingin menunjukan sesuatu yang kamu tak sadari itu. Apa pun yang terjadi di dunia ini, Tuhan memiliki alasan sendiri mengapa dia memberi jalan hidup kita seperti ini," seru Prilly bijak menenangkan hati Ali.

"Aku bersyukur, karena Tuhan mempertemukan kamu dengan kakakku. Ternyata dengan hal itu, Tuhan telah menyiapkan jodoh terbaik untukku, meski dia tak langsung memberikannya kepadaku. Melalui kakakku Tuhan mengirimkan tulang rusukku yang hilang, yaitu kamu. Terima kasih sudah sabar menghadapiku." Ali meregangkan pelukannya dan mencium kening Prilly sangat lembut.

Tak ada pertemuan yang sia - sia di dunia ini. Entah hanya sementara atau untuk selamanya. Kita hanya mampu melakukan hal yang terbaik di waktu itu.

##########

Aku kok ngetiknya sambil mewek, ya?

Ya ampun, inilah ketegaran sahabatku Frariska Maharani Larasati seorang istri pilot.
Makasih Mbak Riska atas izinnya yang mempercayaiku membuat story tentang real life kamu. Ketegaran seorang istri Pilot, kamu luar biasa Mbak Riska. Semoga cerita ini ada yang berminat untuk dijadikan buku ya Mbak?

Suatu kehormatan buat aku Mbak, kamu selalu berbagi banyak hal sama aku. Terima kasih.

Makasih buat teman - teman semuanya ya?
Maaf yang sudah baper dan makasih yang udah marah - marah. Hihihihi

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top