empat belas

Hari ini satu minggu sebelum lebaran, Prilly mengajak Ebie ke sebuah mall, memenuhi pesan dari Ali. Prilly sengaja mengajak Nissa dan asisten rumah tangganya sekalian mencari makanan ringan untuk lebaran nanti.

"Dek, kamu mau bikin sendiri atau beli camilannya, buat lebaran nanti?" tanya Prilly sambil memilihkan makanan yang akan dia bawakan untuk Ebie pulang kampung nanti.

"Beli aja Kak, Mbak Ana kan sudah pulang, nggak ada yang bantuin," jawab Nissa sama seperti Prilly, dia juga membelikan buah tangan untuk keluarga Ana asisten rumah tangganya agar dapat dibawa ke kampung.

Sedangkan Ana dan Ebie memilih sesuatu sesuai dengan keperluan mereka.

"Tius libur nggak Dek, besok lebaran?" tanya Prilly dibalas senyum malas Nissa.

"Nggak. Seperti tahun - tahun yang sudah - sudah. Lebaran sendiri di rumah," jawab Nissa yang sudah mengalami dua kali lebaran berumah tangga besama Tius dan ini lebaran ketiganya.

Prilly hanya tersenyum, sama halnya dengan Nissa namun berbeda, karena ini lebaran kedua baginya tanpa Ali.

"Sudah, nikmati aja. Kamu di rumah Kakak aja, kita lebaran bersama. Masak bareng dan bikin ketupat di rumah Kakak," seru Prilly yang sebenarnya ingin Nissa menemaninya agar rumah tak terlalu sepi.

"Boleh juga tuh Kak, daripada aku di rumah sendiri. Nanti aku bilang dulu sama my oncom deh, Kak" seru Nissa dengan senang hati menyambut tawaran Prilly tadi.

"Aku udah nih belanjanya," saru Prilly bersiap mendorong keranjang belanjaannya ke kasir.

"Iya, aku juga udah kok, Kak," jawab Nissa mengikuti Prilly mendorong keranjang belanjaannya ke kasir.

Ebie dan Ana yang melihat majikannya sudah ikut mengantri lalu menyusul di belakangnya. Prilly dan Nissa menoleh melihat Ebie dan Ana ikut mengantri sambil bercanda ria.

"Mbak Bie beli apa aja? Bawa sini sekalian, biar aku bayar," ujar Prilly melambaikan tangannya agar belanjaan Ebie dijadikan satu dengan miliknya.

"Biar ini aku aja Non yang bayar. Kan ini kebutuhan pribadi," tolak Ebie merasa sungkan.

"Sudah, mana. Anggap aja bonus dari aku, Mbak Bie." Prilly menggapai keranjang Ebie dan disejajarkan dengan miliknya.

Nissa mengisyaratkan kepada Ana agar mengikuti seperti Ebie. Sambil menyengir kuda Ana menggeser keranjang belanjaannya di samping keranjang Nissa.

"Kalian tunggu di samping kasir aja," titah Nissa kepada Ebie dan Ana.

"Siap Non," jawab Ebie dan Ana senang, lalu mereka menuruti perintah Nissa.

Prilly dan Nissa mengantri sambil bercengkrama kecil sesekali bercanda. Selesai membayar dan lepas dari antrian, kini Nissa dan Prilly mengajak Ana dan Ebie pergi ke sebuah toko yang menjual berbagai busana.

"Mbak Bie, ada pesan dari Pak Ali kemarin, disuruh beliin baju lebaran buat orangtua Mbak Bie sekalian. Karena aku nggak tahu selera orangtua Mbak Bie, jadi Mbak Bie sendiri aja ya, yang memilih," ujar Prilly sambil memilih - milih baju untuknya dan Ali. Nissa dan Ana terpisah dari mereka di tempat itu juga.

"Iya Non, terima kasih," ucap Ebie merasa beruntung karena bekerja di tempat orang yang tepat.

"Mbak Bie, habis lebaran balik lagi ya ke rumah. Kalau ada rencana mau menikah bilang saja sama aku, biar aku sama Pak Ali bisa membantu. Walau hanya dengan tenaga, yang penting bisa ikut mempersiapkan pernikahan Mbak Bie," ujar Prilly yang was - was jika Ebie tak lagi kembali ke rumah.

Prilly sudah merasa cocok dengan Ebie. Karena Ebie selalu dapat memahami apa yang dia butuhkan tanpa Prilly banyak memerintah, Ebie pun tahu apa yang harus dia lakukan.

"Walah Non, belum ada kepikiran ke arah sana. Mas Ilham saja kerja di pabrik belum lama. Jadi belum punya tabungan," sahut Ebie terkekeh kecil.

Prilly tersenyum melihat Ebie yang antusias memilih baju lebaran untuknya sendiri dan kedua orangtuanya.

"Mbak Bie, kalau di kampung lebaran rame ya?" tanya Prilly penasaran karena Ebie pernah sekali bercerita suasana kampungnya kepada Prilly.

"Wah, rame Non. Kalau habis solat idul fitri, pasti kita semua satu kampung saling mengunjungi. Berpindah - pindah rumah satu ke rumah yang lainnya dan pasti segerombolan bareng - bareng gitu Non," cerita Ebie heboh dan bersemangat.

"Enak dong di kampung, kalau di sini mana bisa Mbak Bie. Yang ada malah komplek sepi," seru Prilly membayangkan seperti tahun lalu.

"Non Prilly nggak pulang ke rumah Nyonya Nissa dan Nyonya Wijaya?" tanya Ebie menjadi merasa tak tega jika harus meninggalkan Prilly sendiri di rumah.

"Biasanya datang, tapi nunggu Pak Ali pulang kerja. Lebaran kedua atau ketiga," jawab Prilly yang sudah dapat membiasakan diri seperti itu. Ebie hanya tersenyum lalu kembali memilih pakaiannya.

***

Sore hari Prilly dan Ebie sudah bersiap dengan berbagai barang bawaannya yang akan Ebie bawa pulang ke kampung.

"Mbak Bie inget ya, habis lebaran kecil balik ke sini lagi. Nanti aku bilangin sama Pak Ali biar persiapkan satu kursi buat Mbak Bie pulang ke sini," seru Prilly mewanti - wanti Ebie.

"Siap Nona cantik yang baik hati seperti bidadari," jawab Ebie setengah memuji.

"Ya udah, Mbak Bie hati - hati di jalan. Kalau udah sampai di bandara langsung ke kantor managemennya Pak Ali ya? Bilang aja asistennya Pak Ali. Nanti mereka sudah paham," pesan Prilly membantu Ebie memasukkan bawaannya ke dalam taksi.

"Siap Non. Non Prilly nggak papa di rumah sendiri?" tanya Ebie memastikan dan sejujurnya dia juga berat hati meninggalkan Prilly sendiri di rumah.

"Mbak Bie nggak usah kepikiran itu. Aku udah biasa dan kalau sudah sampai di kampungnya Mbak Bie, kasih kabar ya?" ujar Prilly membantu menutup pintu mobil.

Ebie menggantungkan air matanya, dia berat meninggalkan Prilly meski hanya sementara sampai habis lebaran. Karena Ebie sudah merasa nyaman dan terbiasa bersama Prilly, itu yang membuatnya berat jauh dari Prilly.

"Pak, ini ongkosnya. Makasih sebelumnya. Hati - hati saja ya Pak mengemudinya." Prilly memberikan uang seratus ribuan kepada supir taksi sebelum mobil melaju.

Ebie melambaikan tangannya seraya mobil berjalan. Pipinya basah dengan air mata perpisahan, Prilly hanya tersenyum dan membalas lambaikan tangan Ebie. Setelah taksi sudah tak terlihat lagi, Prilly pun masuk ke dalam rumah. Suasana rumah yang sepi menyambutnya.

"Sepi deh, tinggal kita berdua dek di rumah. Kamu jangan rewel ya dek, Bunda di rumah sendiri," ujar Prilly sambil mengelus perutnya memberi pengertian kepada sang jabang bayi.

***

Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar, laa illaa haillallahuwaallaahuakbar Allaahu akbar walillaahil hamd'.

Allaahu akbar kabiiraa walhamdulillaahi katsiiraa, wasubhaanallaahi bukrataw wa ashiillaa. Laa ilaaha illallallahu walaa na'budu illaa iyyaahu mukhlishiina lahuddiin, walau karihal kaafiruun, walau karihal musyrikun, walau karihal munafiqun. Laa ilaaha illallaahu wahdah, shodaqa wa'dah, wanashara 'abdah, wa a'azza jundahu wahazamal ahzaaba wahdah. Laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar. Allaahu akbar walillaahil hamd.

Suara takbir berkumandang di seluruh penjuru dunia. Hati Prilly terenyuh merasa nyeri karena tak dapat bersama Ali saat seharusnya sebuah keluarga berkumpul lengkap menyambut hari besar sebagai seorang muslim. Air mata meniti di pipinya saat mendengar takbir.

"Yah, aku ikhlas menerima keadaan ini. Saat semua keluarga berkumpul bersama, kita harus terpisah karena pekerjaan muliamu. Allah pasti telah menyiapkan hari lain yang lebih indah daripada hari ini. Dia menyiapkan nanti saat kita senja berkumpul bersama keluarga besar kita. Ada anak - anak kita dan cucu - cucu kita." Prilly menerawang jauh untuk menghibur dirinya sendiri.

Prilly berdiri di depan jendela kamarnya, menyibak sedikit gorden, mengintip keluar, meliha berbondong - bondong orang bergembira menyambut idul fitri besok. Mereka menyuarakan musik dari berbagai alat yang dapat menimbulkan suara seraya mengumandangkan takbir di sepanjang jalan.

Hati Prilly semakin terenyuh dan sedih. Prilly memegangi dadanya sembari berusaha tersenyum dan menerima keadaannya sekarang.

"Kak," sapa Nissa membuka pintu kamar Prilly.

Seperti yang sudah mereka rencanakan sebelumnya, kini Nissa menemani Prilly dan tentunya sudah mendapat izin dari Tius.

"Iya Dek," sahut Prilly menghapus air matanya.

"Makan yuk? Laper nih? Kasihan anak aku," seru Nissa mengusap perutnya yang belum begitu terlihat besar sambil menghibur dirinya sendiri sekaligus Prilly.

Prilly tersenyum lalu merangkul bahu Nissa keluar dari kamar. Mereka menuju ke meja makan, di sana sudah tersusun rapi ketupat, opor, sambal tomat, kerupuk udang dan sambal hati sapi, hasil mereka siang tadi memasak.

"Dek, gimana kita habisin ini? Nggak kira - kira sih kita masaknya. Saking senengnya mau nyambut lebaran jadi nggak sadar kalau cuma kita yang di rumah," ujar Prilly bingung melihat sajiannya sendiri.

"Nggak harus habis malam ini kan Kak. Besok masih bisa dihangatin dan ketupatnya bisa disimpan di kulkas. Siapa tahu Kak Ali pulang mau makan ketupat," kata Nissa menarik kursi bersiap untuk duduk.

Prilly hanya tersenyum melihat ketegaran hati Nissa, walau sebenarnya dia tahu hati Nissa sama terenyuh dan sedihnya seperti dia. Hanya Nissa tak pernah memperlihatkan secara langsung. Dia lebih bisa menyimpannya sendiri dan menunjukan keceriaan di bibirnya.

"Ayo, Kak duduk. Kita makan. Nggak kasihan tuh dedeknya udah kelaparan seharian diajak puasa?" seru Nissa menarik tangan Prilly agar ikut duduk bersamanya.

"Iya ... iya, Kakak potongin ketupatnya." Prilly mengambil ketupatnya lalu membelahnya menjadi dua.

"Aku separo aja, nggak habis nanti. Kan nanti aku mau minum susu juga," ujar Nissa menahan tangan Prilly saat sudah memotongkan ketupat di piringnya.

"Ya udah, ini buat Kakak." Prilly memotongkan sisa ketupat Nissa ke dalam piringnya.

Mereka makan malam berdua tanpa ditemani sang suami. Bercanda kecil menghibur diri seraya mendengar takbir yang berkumandang di seluruh penjuru. Nyeri dan terenyuh hati keduanya, saat mengingat sang belahan jiwa entah di mana keberadaannya.

***

Prilly dan Nissa tidur satu ranjang, namun saling membelakangi. Mereka sibuk dengan pikirannya masing - masing. Menahan rindu dan rasa cemas kepada sang suami yang sedang terbang entah di mana. Deringan telepon seluler membuat keduanya saling menoleh. Mereka segera menggapai teleponnya masing - masing.

"Punya Kakak yang bunyi," kata Prilly memamerkan handphone-nya kepada Nissa.

Nissa tertawa keras menyadari betapa malunya dia, karena terlalu berharap Tius yang akan menghubunginya. Dengan perasaan bahagia Prilly segera menerima telepon Ali. Nissa tersenyum getir, ada rasa iri di dalam hatinya.

"Assalamualaikum Captain," sapa Prilly dengan perasaan lega dan bahagia.

"Waalaikumsalam, lagi apa? Kok girang banget gitu sih?" tanya Ali terdengar berisik dari telepon Prilly.

Mendengar suara suaminya dari ujung telepon saja sudah membuat hatinya tenang. Apalagi jika suaminya di rumah, membuat hati Prilly nyaman.

"Lagi merenung aja di dalam kamar sama Nissa. Ayah di mana? Kok baru telepon?" tanya Prilly melirik Nissa yang sibuk sendiri memandangi handphone-nya.

"Ayah lagi disandera sama cewek - cewek cantik di Singapore," gurau Ali yang ingin mengetahui bagaimana respon istrinya.

"Oh, nggak papa kok kalau Ayah mau begitu lagi. Tapi, Bunda cuma ingetin sama Ayah, kalau hukum karma itu masih berlaku. Anak Ayah cewek loh?" ancam Prilly membuat Ali terkekeh di seberang sana.

"Nggak lagi begitu Bunda. Insya Allah Ayah akan selalu setia dan tidak akan mengulangi perbuatan yang dulu lagi. Sudah cukup kali itu aja Ayah bikin Bunda menangis. Seterusnya nggak akan lagi bikin Bunda sengsara," ucap Ali sungguh - sungguh terkesan takut dan menyesali perbuatannya lalu.

Prilly tertawa kecil mendengar ucapan suaminya tadi. Ali sekarang lebih takut menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan Prilly kepadanya. Dia sekarang benar - benar menjaga diri dan jarak dari wanita - wanita di luar sana, yang sewaktu - waktu dapat menjadi bumerang dalam rumah tangganya.

"Terus, Ayah sekarang lagi di mana?" tanya Prilly lagi, karena jawaban Ali tadi tak memuaskan baginya.

"Ayah lagi disandera penumpang di bandara Singapura, Bunda. Delay nih, padahal banyak banget yang mau balik ke Indonesia," keluh Ali yang sebenarnya hatinya merasa nyeri karena tak dapat menemani sang istri dan buah hati mereka saat lebaran seperti ini.

"Oooh, jadi masih di Singapura? Ya sudah, Ayah hati - hati ya? Jaga diri baik - baik. Mohon maaf lahir batin ya, Yah. Pasti Bunda pernah berbuat salah kepada Ayah, yang terkadang Bunda sendiri nggak menyadarinya," ucap Prilly tulus membuat hati Ali terenyuh.

Ingin rasanya dia pulang dan berkumpul bersama Prilly. Namun, pekerjaan yang menghalanginya untuk melakukan hal itu.

"Sama - sama ya Bun. Ayah juga minta maaf lahir batin. Tak dapat terhitung lagi berapa banyak kata dan tindakan Ayah sehingga membuat Bunda menangis dan kadang sakit hati meski Bunda simpan sendiri, tapi Ayah menyadari kalau itu perbuatan yang salah. Minal aidzin walfaidzin ya Bun," seru Ali tulus membuat hati Prilly bergetar dan air matanya keluar membasahi bantalnya.

"Sudah ya, Yah. Mulai hari ini kita rajut dan perbaiki kembali kesalahan yang kemarin sempat menghadang keluarga kita. Semoga di hari yang suci dan baik seperti ini, Allah memberikan kita hidayah dan berkah kepada kita untuk membina rumah tangga di jalan-Nya," kata Prilly bijak.

Ali merasa lega karena Prilly dapat lapang dada memaafkan semua kesalahannya, meski itu sangat jelas sudah menyakiti hatinya.

"Ya sudah Bun, Ayah mau ngurusin ini dulu. Semoga lebaran kedua Ayah bisa pulang dan kita bisa berkumpul besama di rumah Mama dan Papa ya?" ujar Ali yang bersiap untuk laporan bertugas.

"Aamiin, iya Yah. Hati - hati ya? Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," balas Ali lalu memutuskan sambungannya.

Prilly tersenyum lega dan perasaannya dapat lebih tenang. Dia menoleh ke sampingnya, melihat Nissa sudah tertidur lelap.

"Kasihan kamu Dek, pasti Tius masih terbang, jadi nggak sempat telepon kamu." Prilly mengelus rambut Nissa lembut.

Prilly menarik bed cover, menutupi setengah badan mereka, lalu menyusul Nissa membuka alam mimpi.

Salah satu risiko istri seorang pilot yang harus rela tanpa suami saat lebaran dan hari - hari besar lainnya. Kerena kesibukan sang pujaan hati, memang mengantarkan orang - orang untuk bepergian. Melihat penumpangnya dapat tersenyum puas menjadi kebahagian tersendiri di hati seorang pilot.

###########

AKU MAU CUTI UPDATE YA?
TUNGGU SAMPAI HABIS LEBARAN.
Hihihihihi

Semoga masih ada yang sabar menunggu deh.

Makasih ya yang sudah sabar menunggu sejauh ini. Love you all.
Muuuaaahhhhhh.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top