dua puluh tiga
Rest Period adalah waktu istirahat total antara jadwal terbang yang satu dengan jadwal terbang berikutnya. Garuda Airways misalnya menetapkan Rest Period minimal sembilan jam. Sembilan jam waktu istirahat tersebut belum termasuk waktu tempuh kendaraan dari rumah atau hotel ke bandara atau sebaliknya. Dengan demikian, maka total waktu istirahat minimum sekitar 12-15 jam. Apabila jadwal terbang melebihi sembilan jam, maka waktu istirahat biasanya akan diperpanjang. Rest Period yang melebihi waktu sembilan jam diatur sesuai dengan jadwal dinas. Mengingat pekerjaan pilot bukanlah pekerjaan yang ringan, termasuk jadwal libur seorang pilot yang tidak bisa diprediksi. Keluarga pun harus mampu memahami pekerjaan mengemudikan si burung besi ini.
"Kiran, ayo Sayang ganti bajunya," bujuk Prilly yang melihat wajah sedih putrinya menatap lurus keluar jendela kaca kamar.
Sejak bangun tidur Kiran terlihat sedih dan murung. Keinginannya untuk Ali datang ke acara kelulusannya musnah. Karena tadi pagi Ali mengatakan tak dapat pulang, karena jatah Rest Period-nya jatuh di bandara lain. Jika ia memaksakan pulang, Ali takut waktunya untuk penerbangan selanjutnya akan terganggu.
"Sayang," rajuk Prilly agar Kiran bersiap.
Kiran menoleh namun wajahnya terlipat dan kusam. Tak ada wajah ceria dan semangat seperti hari-hari biasanya.
"Harusnya Ayah sekarang di rumah, Bunda. Kiran pengen Ayah melihat permainan piano Kiran nanti di atas panggung," lirih Kiran membuat hati Prilly berdesir sedih.
Prilly menahan air matanya agar tak menetes saat ini. Ingin marah kepada Ali? Iya! Itulah yang Prilly rasakan. Namun apa daya, tugas dan tanggung jawab Ali lah yang menjadi penghalang untuk dia pulang saat ini. Jika Prilly egois, bisa saja dia meminta Ali hari ini juga pulang, namun bagaimana jika nanti waktu Ali tak cukup, saat dia harus mempersiapkan penerbangan berikutnya? Itu akan merugikan banyak orang dan terutama mengancam pekerjaan Ali sendiri.
"Sayang, dengerin Bunda. Ayah bekerja untuk siapa?" tanya Prilly yang sudah kebingungan memberi pengertian kepada Kiran jika Ali tak mungkin memaksakan pulang saat ini.
"Buat kita," jawab Kiran polos dan masih tetap bersedih.
"Nah, kalau Ayah nggak kerja, terus siapa yang mau biayain sekolah Kiran? Siapa yang akan kasih uang jajan buat Kiran? Dan siapa yang akan kasih uang belanja untuk Bunda?" ujar Prilly berharap dengan pengertian sederhana ini Kiran bakalan mengerti.
Kiran tampak berpikir, ia menatap ibundanya sendu lalu memeluk Prilly erat, "Maafin Kiran Bunda," ucap Kiran menyesal.
Prilly hanya tersenyum karena Kiran dapat menangkap apa yang ia maksudkan. Prilly mengelus rambut Kiran dan mencium pucuk kepalanya.
"Sekarang Kiran mandi ya Sayang? Terus nanti Bunda bantu tata rambut kamu." Prilly menegakkan tubuh Kiran lalu menarik kedua sudut bibir mungil Kiran ,"harusnya begini, anak Bunda kan cantik. Kalau cemberut nanti jelek loh."
Akhirnya Kiran pun tersenyum meski di dalam hatinya masih berharap Ali akan datang di acara kelulusannya.
"Baik Bunda, Kiran mandi dulu," sahut Kiran lalu masuk ke kamar mandi.
Prilly mempersiapkan segala sesuatu keperluan yang akan Kiran kenakan nanti saat di acara kelulusannya. Tak terasa waktu begitu cepat, tanpa ada Ali yang selalu berada di tengah mereka, kini Kiran pun kian tumbuh menjadi gadis manis. Lepas dari bangku Taman Kanak-kanak, sebentar lagi Kiran akan menginjak ke bangku Sekolah Dasar. Tabungan masa depan untuk Kiran pun telah disiapkan Ali.
Usai membersihkan tubuhnya, Kiran keluar dari kamar mandi, lalu mengenakan seragam yang telah diberikan dari sekolahannya khusus dikenakan hari ini. Prilly menata rambut Kiran dengan sangat apik dan rapi. Kiran terlihat cantik dengan jubah merah dan hiasan bunga-bunga kecil yang mengelilingi kepalanya.
"Aduuuuuuh, anak Bunda cantik banget. Pasti Ayah seneng kalau lihat Kiran cantik begini. Foto dulu Sayang, nanti Bunda kirimkan ke Ayah." Prilly mengambil handphone-nya lalu mengarahkan kameranya kepada Kiran.
"Hadap kebelakang Sayang, Bunda ambil foto hasil karya tangan Bunda dulu," pinta Prilly lalu Kiran menghadap ke belakang dan memotretnya.
Setelah mendapat gambar dari depan, Prilly pun mengambil gambar Kiran dari depan. Bibir tipis Kiran mengembangkan senyuman, meski di hatinya merasa kecewa karena Ali tak ada di sini bersamanya dan Prilly, namun Kiran tetap berusaha tersenyum agar tak membuat Prilly ikut bersedih.
"Nah, sekarang Bunda kirim untuk Ayah ya?" kata Prilly mengirimkan foto Kiran kepada Ali.
Kiran hanya mengangguk dan memperhatikan Prilly yang serius mengirimkan foto itu kepada Ali. Setelah foto terkirim tak lama kemudian Ali pun menelepon. Prilly segera menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan sang suami.
"Assalamualaikum," ucap Prilly mengawali perbincangan.
"Waalaikumsalam. Sudah mau berangkat ya Bun?" tanya Ali terdengar suasana yang sepi dari tempatnya berada saat ini.
"Iya, Ayah lagi di mana?" tanya Prilly sembari merapikan alat make up.
"Ada di hotel, lumayanlah, bisa untuk istirahat dan tidur sebentar. Mana Kiran, Bun? Ayah mau bicara sebentar." Prilly pun memberikan handphone-nya kepada Kiran.
"Ayah mau bicara sama kamu, Bunda ambil tas dulu di kamar ya?" ujar Prilly membenarkan rambut Kiran dan beranjak pergi.
"Iya Bunda," sahut Kiran lalu duduk di kursi depan jendela kaca kamarnya.
"Hallo Ayah," seru Kiran menahan rindunya kepada sang ayah.
"Iya Sayang. Maafin Ayah ya Nak, Ayah belum bisa pulang sekarang. Tapi Ayah janji, setelah kamu nanti libur, Ayah ambil cuti, biar kita bisa liburan besama Jessi dan Tante Nissa juga di Bali. Kiran nggak marah kan sama Ayah?" ujar Ali yang was-was jika Kiran akan kecewa dan tak memaafkan dirinya.
Mata Kiran berkaca-kaca menahan air mata di pelupuknya. Ia tak ingin membuat Ali khawatir, Kiran pun menghapus air matanya yang hampir terjatuh dengan telapak tangannya.
"Kiran nggak marah kok Yah. Ayah kan kerja buat sekolah Kiran. Tapi ... Kiran pengen nanti Ayah bisa libur lama. Biar kita bisa jalan-jalan sepuasnya sama Bunda juga ya?" Permintaan sederhana seorang anak yang selalu menahan rindunya kepada sang ayah.
Hati Ali bergetar tak kuasa dia menahan air mata haru. Anak seusia Kiran yang biasanya meminta hadiah ataupun buah tangan mainan saat sang ayah pulang, namun Kiran tak pernah sekalipun meminta hal itu kepada Ali. Hanya satu hal yang selalu Kiran minta dari Ali, 'Ayah cepat pulang ya, Kiran kangen', itulah rajukan anak kecil yang sudah sangat merindukan dekapan sang ayah.
"Iya Sayang, Ayah usahakan. Sekarang Kiran siap-siap berangkat ke sekolah. Walaupun nggak ada Ayah di sana, Kiran harus tetap menampilkan yang terbaik ya Nak. Nanti setelah Ayah pulang, kita nonton video Kiran main piano bareng-bareng di rumah," rajuk Ali menyuntikkan semangat untuk Kiran dan menenangkan perasaan putrinya itu.
"Okay Ayah, Ayah hati-hati ya bekerjanya. Kiran kangeeeeeen banget sama Ayah," seru Kiran bergetar dan suaranya tertahan, terdengar Prilly dari ambang pintu.
Prilly tersenyum kecil saat melihat Kiran kembali bersemangat namun ia juga merasa sedih karena Kiran ikut menanggung rasa rindunya kepada Ali. Dengan mendengarkan suara Ali saja, rindu dan rasa kecewa Kiran pun sudah dapat terbasuh.
"Iya Sayang, Makasih ya, jangan lupa selalu doakan Ayah setelah kamu solat. Ayah juga sangaaaaaaaaaat kangeeeeeeeeen sama kamu," ujar Ali menenangkan hati Kiran, "dimana Bunda? Boleh Ayah bicara sama Bunda?"
Kiran menoleh ke belakang, melihat Prilly sudah berdiri menunggunya. Kiran tersenyum kepada Prilly.
"Boleh kok Yah, sebentar ya?" Kiran turun dari kursi dan memberikan handphone-nya kepada Prilly.
"Ayah mau bicara sama Bunda," kata Kiran mengulurkan handphone-nya kepada Prilly.
Prilly menerima handphone itu, "Sayang, pakai sepatunya ya?" titah Prilly mengelus rambut Kiran.
Kiran berlari kecil terlihat kini suasana hatinya membaik tak seperti tadi sebelum Ali menelepon. Kiran memakai sepatunya sendiri sedangkan Prilly melanjutkan obrolannya bersama Ali.
***
Acara demi acara dilalui murid dan wali murid yang menghadiri acara kelulusan Taman Kanak-kanak tersebut. Kini waktunya seorang guru memasangkan toga kepada setiap murid. Prilly tak sedikitpun melewatkan mengambil gambar Kiran dari awal acara, ia melakukan itu demi Ali. Prilly ingin nanti Ali melihat bagaimana perkembangan Kiran di sekolah hingga kini putri mereka telah dinyatakan lulus dari Taman Kanak-kanak.
"Selamat ya Kiran, belajar yang rajin dan semoga kelak saat dewasa nanti tercapai cita-citanya," ucap sang guru saat memasangkan toga kepada Kiran.
"Terima kasih Bu guru," balas Kiran tersenyum sangat manis.
"Makasih Bu," timpal Prilly.
"Sama-sama Nyonya Ali. Kiran ini anak yang cerdas dan tanggap dengan segala hal. Pinter dalam belajar dan aktif dalam berinteraksi," puji sang guru membuat Prilly merasa bangga karena kerja keras dan hasil didikannya bersama Ali selama ini diterapkan oleh Kiran.
"Ini juga berkat bimbingan ibu dan para guru yang lainnya juga," sahut Prilly rendah hati.
"Awal dari sebuah mental dan segala aspek anak itu adalah keluarga, terutama orang tua, Nyonya. Anda dan Pak Ali memang benar-benar menerapkan kedisiplinan. Tak heran lagi, karena memang Pak Ali seorang Pilot dan memang disiplin adalah modal utamanya," imbuh sang guru membuat Prilly semakin bangga dengan sang suami.
"Terima kasih," ucap Prilly menunduk memberikan hormat lalu mengajak Kiran kembali ke tempat duduk.
"Bunda, pasti Ayah seneng kalau tahu Kiran dapat piala," seru Kiran yang lulus dengan nilai tertinggi dari puluhan siswa.
Prilly tersenyum bangga karena ternyata Kiran mampu mengikuti kurikulum yang berstandar internasional. Prilly mencium kening Kiran dan tersenyum bahagia.
"Makasih ya Sayang, kamu pasti sudah berusaha keras," ucap Prilly memeluk bangga putrinya.
"Harusnya yang mengucapkan terima kasih itu Kiran, Bunda. Kok Bunda sih yang berterima kasih," sangkal Kiran polos membuat Prilly terkekeh dan menghapus air mata bahagianya.
"Baiklah, untuk hadiah atas nilai tertinggi kamu, Kiran mau minta apa dari Bunda?" tanya Prilly menegakkan tubuh Kiran.
"Dedek," jawab Kiran berhasil membuat mata Prilly terbelalak sempurna.
"Kok dedek?" sahut Prilly shock.
"Iya, katanya Bibi Ebie, Kiran udah harus punya dedek. Biar ada temennya bermain. Boleh ya Bunda? Nanti Kiran temenin Bunda beli dedeknya," rajuk Kiran polos yang berpikir jika sesosok bayi kecil dapat dibeli.
Prilly mengulum bibirnya menahan tawa atas kepolosan putrinya itu. Bagaimana Prilly akan menjelaskan kepada Kiran, bahwa mendapatkan seorang bayi kecil tak semudah yang seperti bayangan Kiran.
"Mmm ... soal itu nanti kita bahas di rumah lagi ya Sayang. Kita tunggu Ayah pulang. Okay," tukas Prilly yang bingung menjelaskan kepada Kiran.
"Baiklah Bun." Prilly dapat bernapas lega karena Kiran tak memaksanya untuk menuruti kemauannya sekarang juga.
"Sekarang kita pulang yuk? Pamitan dulu sama taman-teman dan guru kamu," ajak Prilly beranjak dari duduknya dan mengajak Kiran mendekati teman-temannya.
***
Rasa lelah selalu menjadi buah tangan utama saat Ali pulang ke rumah. Masih menenteng koper dan berseragam lengkap, Ali masuk ke dalam rumah.
"Yeeeeeaaaaa ... Ayah pulaaaaang," pekik girang Kiran berhamburan ke gendongan Ali.
Meski lelah, namun Ali selalu menahannya saat putri kecilnya itu meminta gendong untuk melepas rindunya.
"Kiran, kok langsung minta gendong sih? Kasihan Ayah dong ... kan Ayah capek Sayang," tegur Prilly yang menghampiri Ali dan meminta kopernya.
Kiran kali ini tak mendengarkan Prilly, ia justru melendot manja di bahu Ali dan memeluk leher ayahnya.
"Udah, nggak papa Bun. Ayah kan juga kangen sama Kiran. Oh iya, bagaimana acaranya kemarin? Seru nggak?" tanya Ali mengajak Kiran duduk di sofa ruang keluarga.
Kiran menegakkan duduknya, lalu turun dari pangkuan Ali dan menyalakan televisi sekaligus DVD.
"Ayah harus lihat ini," seru Kiran memutar VCD yang terdapat rangkaian video acara kelulusan Kiran.
Ali menyandarkan tubuhnya, sejenak meregangkan ototnya yang terasa kaku. Ali melepas dasi dan membuka dua kancing bajunya sambil memperhatikan layar flat di depannya.
"Ini Yah, tehnya di minum dulu." Prilly datang dari dapur membawakan secangkir teh panas agar merelakskan tubuh Ali.
"Makasih ya Bun," ucap Ali menerima cangkir dari tangan Prilly dan perlahan menyeruputnya.
Kiran duduk di sebelah kiri Ali, sedangkan Prilly duduk di sebelah kanannya. Mereka bertiga melihat video acara kelulusan Kiran kemarin.
"Oh iya, Ayah beliin Kiran sesuatu. Tapi masih di koper," kata Ali di tengah mereka menonton video.
"Biar Kiran ambil ya, Yah." Kiran turun dari sofa lalu berlari ke belakang, mencari koper yang tadi Prilly bawa ke belakang.
Ali dan Prilly hanya tersenyum memperhatikan Kiran yang girang memperoleh hadiah dari Ali. Tak lama kemudian Kiran datang membawa sepasang sepatu berwarna hijau pupus, warna kesukaan Kiran.
"Ayah, makasih," ucap Kiran merangkak ke sofa dan mencium pipi Ali, "Kiran suka sepatunya."
Kiran turun dari sofa lalu mencoba sepatu barunya.
"Bagaimana? Pas nggak?" tanya Ali setelah sepatu terpasang di kaki Kiran.
Kiran berdiri dan melompat-lompat kegirangan membuat Ali bahagia. Prilly terkekeh geli melihat tingkah putri kecilnya itu.
"Ayah, besok dipakai kalau kita liburan ya?" ujar Kiran melepas sepatunya.
"Iya," jawab Ali lembut.
"Sekarang disimpan dulu sepatunya. Taruh di rak sepatu. Bunda siapkan makan malam, Ayah mandi dulu ya," titah Prilly berdiri dari duduknya.
Ali ikut berdiri sedangkan Kiran sudah berlari menyimpan sepatunya. Prilly pergi ke dapur menyiapkan makan malam, dan Ali pergi ke kamar untuk membersihkan diri.
##########
Minta konflik?
Kalian pikir LDR disebuah keluarga bukan konflik?
Itu konflik yang tidak terasa oleh orang lain. Menahan rindu dan selalu berusaha setia itu adalah keadaan yang sulit untuk dilakukan. Mau konflik bagaimana lagi? Apakah Ali harus kecelakaan? Baru itu kalian katakan konflik?
Namanya keluarga pasti ada masalah, nanti juga sampai di titik dimana ada permasalahan. Sabar dulu ya.😊
Makasih yang udah memberikan saran dan ini masih masuk di cerita real life. Jadi aku nggak bisa subrat subrut sesuai dengan imajinasiku yang liar. Ada aturan mainnya.
Makasih juga yang udah selalu sabar menunggu dan memberikan vomen. Maaf, jika kata-kata saya membuat kalian tersinggung. Karena emang belum saatnya ada masalah di keluarga ini. Mohon pengertiannya.🙏
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top