Nick
Hal yang paling menyebalkan bagiku adalah, melakukan sesuatu secara terpaksa. Contohnya, terpaksa menikahi gadis belia yang bahkan aku tidak mencintainya. Sorry, cinta? Aku tidak memusingkan kata sialan itu.
FLASH BACK
"Sebentar lagi Nick, keluarkan di dalam. Kumohon." Amaris mengerang kenikmatan, Sial! Batinku, andai saja aku tak menginginkannya, pasti sudah ku buang wanita jalang ini jauh-jauh dari kehidupanku.
Amaris, salah seorang model papan atas kota ini. Dia sudah sering mendapatkan pekerjaan bersamaku, melakukan hubungan ini atas-nama pekerjaan, adalah salah satu cara efektif untuk merayuku. Jujur, aku membutuhkan tubuhnya untuk memenuhi hasratku sebagai seorang lelaki berusia 32 tahun yang lajang, dan dalam keadaan penasaran akan seks tinggi.
"Nick, kau di dalam?" Aku kaget, itu suara Demelza, sepupu jauhku. Datang berkunjung di apartemenku? Tumben sekali dia.
"Kita lanjutkan nanti." Kataku, menyuruh Amaris untuk pergi,
Dia sepertinya kecewa, karena kami belum sempat keluar bersama. Tapi, aku akan lebih kecewa jika sepupuku ini mengadu kepada Paman, yang tak lain adalah Ayahnya tentang kegiatanku di sini, sangat tidak menyenangkan. Meski seluruh dunia tahu, seperti apa pekerjaanku sekarang.
"Ya?" Jawabku, Demelza menatap ke arah Amaris dengan dahi berkerut samar, tapi kemudian dia mengacuhkan Amaris yang berjalan keluar.
Dia duduk, sambil menyilangkan kakinya. Sementara aku sibuk memakai celana dan kaos putihku.
"Kau tak berubah." Cetusnya, ku putar bola mataku kemudian duduk di atas ranjang yang berantakan.
"Apa?" Tanyaku tanpa basa-basi. Karena, bicara panjang lebar bukanlah sifatku.
Ku lihat dia mengeluarkan map coklat, kemudian dibukanya. Ditaruh di atas meja, membuatku bingung. Ku ambil kertas itu dengan tak yakin.
"Ayah menyuruhmu untuk menikah, jika kau ingin mendapatkan separuh dari harta keluarga kami." Jelas Demelza.
Aku tersenyum kecut, sejak kapan aku diterima di keluarga sialan itu? Aku hanya anak haram Kakak dari Ayahnya Damelza. Anak haram dari salah satu pelacurnya, anak haram yang dari kecil langsung ditendang keluar dari kediaman dan daftar keluarganya. Sekarang, dia ingin memungutku? Apakah aku ini sampah yang dibuang lalu dipungut begitu saya? Sialan! Lebih sialan Ayahku itu, meninggalkan Ibuku mengandung sendirian, kemudian melahirkanku dan meninggal. Cinta memang sialan! Untung saja keadilan berpihak padaku, Ayah tak memiliki seorang anakpun dari istrinya. Dan bisa dibilang, dari keturunan bangsawan yang kaya itu hanya ada dua penerus, yaitu aku, dan puteri kecil Damelza, Jenifer. Keponakan jauhku yang sampai detik ini aku tak melihatnya.
Hanya melihat sekali dulu, saat Jenifer berusia 3 tahun, dia mengompoli bajuku, dan baunya menyebalkan. Mungkin juga, keponakan jauhku itu tak mengenalku, karena aku yakin, baik Kakek serta orang tuanya tak mengenalkan diriku sebagai Pamannya, siapa yang peduli.
"Oke, menikah. Akan aku urus." Jawabku, lumayan, harta keluarga ini sangatlah banyak. Jika digunakan berfoya-foya tidak akan habis sampai tujuh turunan.
"Sayangnya, kami telah memutuskan siapa istrimu, Nick." Kata Damelza, aku mendekik bingung.
Memang, dalam keluarga Bronson seperti layaknya hidup di dalam sebuah kerajaan. Semuanya harus sempurna, bahkan pernikahan dan apapun harus dengan-persetujuan banyak keluarga. Sialan, memangnya siapa yang mau diatur-atur. Dalam 32 tahun hidupku, aku melakukannya dengan sangat bebas, dan sekarang setelah aku tumbuh dewasa mereka mau mengikatku? Di mana selama ini ketika aku kecil dan tumbuh dewasa? Mereka membuangku ke Amerika sekolah dan besar di sana, sialan! Keluarga yang pasti akan ku hancurkan.
"Artis? Anak menteri? Atau anak presiden?" Tanyaku acuh, karena pasti, merekalah salah satu calon istriku.
"Jenifer." Aku mematung, mataku melebar menatap ke arah Demelza. Apa dia gila? Jenifer? Keponakanku yang bocah itu? Oh tidak, aku tak akan pernah mau menikah dengan anak kecil.
"Kau gila! kau mau menikahkan aku dengan anakmu?!" Tanyaku tak percaya, Damelza tersenyum, kemudian dia berjalan duduk di sampingku.
"Kedudukanmu akan kuat, kau akan diakui sebagai salah satu keluara Bronson jika menikah dengan Jane, kau tentu tahu itu."
"Dan kau mengorbankan puterimu, seperti itu?" Tanyaku lagi, masih tak terima.
"Dia akan mengerti, suatu hari nanti. Jika pernikahan ini memang harus kalian lakukan. Jika Jenifer mendapatkan pria selain dirimu, bisa dipastikan kau akan kehilangan warisanmu, juga Jane. Karena dia adalah anak perempuan, bukan anak lelaki. Kedudukannya di keluarga Bronson sangatlah lemah, hanya kau yang bisa melindungi harta itu, agar tidak jatuh ke tangan orang lain, Nick." Mohonnya.
Aku masih diam, enggan menjawab, karena seluruh otakku berusaha mencerna ucapan Demelza. Jujur, keluarga itu gila! karena untuk melindungi hartanya agar tidak tercecer keluar, pernikahan sesama saudara adalah sesuatu yang wajib dilakukan. Sama seperti Demelza dan Calvert, mereka adalah sepupu. Seperti Ayah dan Istrinya, mereka adalah keponakan dan Paman jauh. Ini benar-benar keluarga yang tak waras, dan aku akan ikut terseret oleh ketidak warasan mereka.
"Dia masih sekolah." Jawaban tepat, aku yakin mereka tak akan bisa membantah.
"Tinggal beberapa bulan, kami sudah bicara dengan kepala sekolah dan mereka mengijinkannya!" Aku mendekik lagi, ya Tuhan aku lupa, dengan siapa aku berurusan! Aku berurusan dengan keluarga Bronson yang uangnya bisa membeli semuanya, sekarang, aku yang dibeli. Oh Tuhan, ini menyakitkan.
"Aku yakin, dia tak akan mau." Bantahku lagi, Demelza tersenyum seolah tengah merencanakan sesuatu.
"Malam ini, datanglah ke Rivoli Bar Tripadvisor. Suruh salah satu pengawalmu menjemputnya, dan bawa dia pulang ke rumah. Aku akan mengatur semuanya. Tapi," Suara Damelza terhenti, aku mendongakkan mataku saat dia menyerahkan lembaran kertas yang lainnya padaku. Ku raih kertas itu, dan semakin membuatku hilang sabar.
"Apa maksudnya ini!" Sentakku, dia berdiri angkuh seolah memiliki kuasa atas diriku, brengsek! Nick, kapan kau bisa tunduk pada seseorang, ini seperti bukan dirimu Nick! Teriak hatiku frustasi.
"Pertama, jangan menghamilinya. Kedua, pernikahan kalian hanya berjalan sampai harta itu jatuh ke tangan kalian, dan ketiga, lakukan peranmu dengan baik sebagai seorang suami, jangan bersikap dingin pada Jane, karena dia adalah puteriku yang paling berharga, kau harus bersikap hangat dan tururi setiap apapun keinginannya."
"Sial!" Umpatku, dia berdiri kaget. Ku remas kertas itu dan melangkah mendekatinya. Mata birunya takut-takut menatapku, "Bagaimana jika kau saja yang menggantikan posisi Jane? Aku sangat ingin bercinta denganmu saat ini juga." Desisku. Dia memukul dadaku kemudian pergi keluar.
"Jangan terlambat nanti, Nick. Atau, riwayatmu akan tamat." Oh, dia mengancamku lagi. Sepupu sialan.
*****
Rivoli Bar, letaknya tak jauh dari pusat kota London. Aku hanya duduk manis di dalam mobil sambil menunggu Elden untuk membawa seseorang yang belum pernah ku lihat sejak usianya 3 tahun itu.
Aku takut jika ada paparasi di sini, atau beberapa penggemar gilaku yang akan rela melakukan apapun untuk mendapatkan fotoku, tanda tanganku, atau bahkan say-hay dariku. Bukannya aku sombong, tapi malas jika berurusan dengan mereka. Trauma, karena dulu, Fleta, tunanganku, kabur begitu saja karena terlalu sering di bully. Fans kadang bisa baik sekali, tapi kadang juga bisa menyeramkan, percayalah.
"Nick, aku sudah membawanya." Elden merangkul seorang gadis yang tengah jalan terseok.
Wajahnya menunduk, ditutupi dengan rambut kemerahannya yang panjang. Aku tebak, dia tengah mabuk, atau bahkan dibuat Demelza mabuk, sehingga dia tidak sadar dengan apa yang dilakukannya malam ini, dasar Ibu jalang!.
"Minum berapa botol?" Tanyaku, saat Elden sudah berada di balik kemudi. Elden terkekeh, kemudian matanya menatapku di balik kaca mobil.
"Hanya seteguk." Jawabnya, aku melongo tak percaya.
Hanya seteguk dan gadis kecil ini teller seperti ini? ya Tuhan, tunggu. Sepertinya aku pernah melihatnya. Ku sibak wajahnya yang lunglai, dan itu membuatku tersadar. Ya, gadis kecil ini adalah salah satu dari fans fanatikku yaitu 'Romeo Lovers', aku sudah sering melihatnya beberapa kali saat dia jatuh dan nyaris diinjak-injak oleh fans lainnya. Jadi dia keponakanku? Maksudku, calon istriku? Ya Tuhan, matikan saja aku sekarang.
Mobil kami akhirnya berhenti di rumah yang mungkin bisa disebut paling megah di kota ini. Aku mengamatinya takjub, kelihatannya memang tidak buruk jika aku menikah dengan gadis kecil ini, meski tubuhnya mungil, tapi wajahnya lumayan cantik untuk ukuran istri dari Nicolas Steave, tak memalukan.
"Ayo keluar," Ajakku, Jenifer menggeleng. Dia langsung menepis tanganku, "Oke, ku rasa kau bisa berjalan sendiri." Ucapku lagi, dia berjalan sempoyongan tapi aku yakin, dia bisa berdiri sendiri. Aku berjalan mendahuluinya, dan sibuk berbincang dengan Elden. Tapi, gadis kecil itu tak kunjung mendekat.
Mataku seolah keluar dari tempatnya saat aku menoleh, dia memeluk pohon yang ada didekatnya sambil terus memanggil namaku. Ya Tuhan, aku yakin, gadis ini sudah gila.
"Niiiick, i love youuuu!! Ayo kita bercinta, Nick!" Teriaknya, sial! Wajahku memerah karena gadis ini, Elden terkekeh geli membuatku semakin muak.
Ku tatap dia dengan dingin kemudian dia menunduk, meminta maaf. Lalu ku suruh dia pergi, dan akan ku urus gadis menyebalkan ini. Aku tarik kembali, nampaknya menikah dengan gadis ini adalah pilihan yang buruk.
"Ayo masuk, itu pohon, bukan Nick!" Seruku, gadis itu menggeleng keras.
"Dia Nick! Lihatlah ototnya yang kekar ini!" Bantahnya tak mau kalah, sambil mengelus batang bohon dengan begitu erotis, ayolah, tubuhku tak semengerikan batang pohon itu, bocah.
"Nickmu ada di dalam." Kataku lagi, gadis itu menatapku, matanya setengah terbuka, kemudian dia tertawa sambil menunjuk-nunjuk hidungku.
"Kau! Wajahmu sama seperti Nick!" Pekiknya girang, aku memang Nick, bodoh. "Aku mau menciummu Nick, aku ingin kita bercinta, oh Nick. Aku mencintaimu." Ya Tuhan, aku yakin, jika besok dia sadar, dia akan merasa malu karena telah melakukan pelecehan ini padaku.
Ku kecup bibirnya sekilas, kemudian ku tarik tubuhku darinya, dia memegangi bibirnya, wajahnya yang merah semakin merah, dan itu sedikit, membuatku malu. Kenapa bisa aku menuruti perintah gadis mabuk ini?
"Ayo masuk. Kita akan bercinta dengan panas, nanti." Bujukku, dia mengangguk kemudian bergelayut di lenganku. Ku hela nafasku panjang meratapi betapa naasnya kehidupanku setelah ini. tapi, semua akan aku lakukan jika itu berhubungan dengan uang, untuk beberapa tahun hidup di neraka, tak masalah.
Kami melangkah masuk, menerobos pintu kayu yang berukuran besar, di ruang keluarga sudah ada Raja, maksudku Tuan Bronson yang terhormat, Demelza, Calvert dan seorang yang ku tebak adalah pengacara. Ayahku sudah meninggal 3 tahun yang lalu, tapi aku tak sudi untuk datang ke pemakamanannya, salah siapa mati, aku tak menyuruhnya. Seperti dia dulu, ketika aku menangis memintanya untuk ke sekolahku, dia bilang 'salah siapa lahir, aku tak memintanya' Sialan! Darahku selalu berdesir deras ketika mengingat betapa kejamnya keluarga ini padaku, lihat saja, tunggu saja, aku akan menghancurkannya secara pelan-pelan.
"Nicolas!" Tua bangka itu tersenyum girang ke arahku, cih. Senyuman palsu, aku tahu itu.
"Panggil aku Nick!" Ralatku tegas, memanggilku Nicolas sama saja menaburkan garam di atas lukaku. Aku membencinya.
"Kau datang juga, bersama Jane? Kalian sudah saling mengenal?" Ku iringkan wajahku, Jenifer yang lunglai mengangguk-angguk, dan dia memelukku semakin erat.
"Nick, cintaku!" Serunya, sepertinya Damelza dan Calvert sudah tahu jika puterinya ini mengagumiku, itu sebabnya mereka membuatnya teler, sialan.
"Oh, puteriku!" Demelza mendekat, dia memberiku Hoodie merah, membuatku bingung, "Pakaikan itu di kepalanya, jangan sampai Ayah dan pengacaranya tahu jika Jenifer mabuk, Nick. Jika tidak, tamat riwayatmu." Ancamnya, wanita ini benar-benar sinting.
"Kau tahu jika Jenifer mengidolakanku, kan?" Bisikku, dia tersenyum lebar, membuatku ingin mencekiknya.
"Postermu memenuhi kamarnya."
"Ck!" Decakku, ku tuntun Jenifer yang telah ku pakaikan Hoodie sampai menutupi wajahnya, ku ajak dia duduk berseberangan dengan Bronson.
Aku jadi merasa bersalah dengan gadis kecil ini, bagaimana bisa, orang tuanya memanfaatkan kelemahannya hanya untuk harta? Oh, akupun juga memanfaakannya sekarang.
"Jadi, kau menyetujui pernikahan ini?" Bronson bersuara, aku mengangguk tanpa niat menjawab dengan kata-kata.
"Tapi, Jane. Apa kau menerimanya?" Aku bisa menangkap raut ragu dari Bronson, buru-buru aku mendekatkan wajahku ke Jenifer. Jangan sampai, dia tahu jika gadis ini tengah teler.
"Bilang, kau mencintai Nick, dan ingin menikahinya. Setelah itu kita akan bercinta, faham."
"Aku mencintai Nick! Kita akan bercinta nanti!" Teriaknya, seperti orang kesurupan, ku bungkam mulutnya rapat-rapat. Aku tidak bisa menyalahkannya, dia sedang tak sadar, jadi melakukan hal seperti ini, sedikit mustahil.
"Apa dia mabuk?"
"Tidak!" Seruku, Demelza dan Calvert hampir bersamaan.
"Dia hanya masuk angin, aku mengajaknya kencan di luar tadi," Dustaku, ya kencan, sialan! Kebohongan harus ditutupi dengan kebohongan lainnya. "Bisakah kami menandatanganinya? Kami akan segera melakukan malam pertama." Aku nyengir, ku usahakan aku tak sedingin biasanya.
Sang pengacara menyerahkan sebuah dokumen, sepertinya dokumen, apapun itu, aku harus cepat tanda tangan sebelum semuanya terbongkar.
"Ayo Jane, tanda tangan." Dibuangnya bulpoin yang aku serahkan, aku kembali tersenyum lebar, sial!
"Aku__!!" Sebelum dia berteriak dan bilang mencintai Nick lagi, ku bungkam mulutnya dengan mulutku, aski sok romantis yang mungkin akan mengalihkan fokus Bronson dan sang pengacara.
"Aku tahu kau marah, tapi tanda tanganlah dulu." Ucapku, tengkuk Jenifer ku pegang, kemudian ku anggukkan. Tangannya ku tuntun untuk tanda tangan,
Setelah semuanya beres, segera ku sematkan cincin di jari manisnya, membuat pernikahan ini, sah! Meski aku ragu.
"Perutku terasa aneh!" Keluhnya, aku segera mengajaknya bangkit dan menjauh dari mereka.
Belum sempat kami masuk ke dalam kamar, dia langsung memuntahkan isi perutnya, mengenai bajuku dan bajunya. Ya Tuhan! Ini menjijikkan!
"Kau mengotori tubuhku anak kecil!" Geramku, belum sempat aku memelototinya, tubuhnya langsung limbung begitu saja, dia pingsan.
Aku berdiri, dan memandanginya bingung. Aku telah melepaskan pakaianku dan mandi, sementara Jenifer masih lunglai tak berdaya dengan baju kotornya. Apakah aku harus melepaskan pakaiannya? Tapi, aku harus. Dia istriku bukan? Lagi pula, siapa yang mau tidur dengan wanita yang sedang berpakaian kotor seperti itu. Ku lepaskan pakaiannya dengan hati-hati, menyeka wajah dan tubuhnya yang polos, yang semuanya serba kecil di mataku.
Ya Tuhan, gadis ini benar-benar tak menggairahkan. Aku menghela nafas panjang, kemudian tidur di sampingnya. Biarkan dia berpakaian setelah dia sadar, aku sudah cukup lelah untuk mengurusnya malam ini.
*****
FLASH BACK END
"Jane." Seruku, aku masih memanggut bibirnya, tapi dia tak membalas. Mataku melotot hebat saat kelopak matanya tertutup.
Sial! Dia pingsan! Bagaimana bisa dia pingsan hanya karena aku menciumnya! Bukankah tadi dia yang memintaku untuk bercinta dengannya? Ku pukul kepalaku berkali-kali dengan bantal karena hampir frustasi dibuatnya, baru kali ini, aku menemukan jenis spesies wanita seperti ini, wanita yang membuatku terlihat bodoh dan frustasi!
Ku raih kaos cream beserta jeansku. Lebih baik aku pergi, dari pada menunggui bocah pingsan seperti ini.
Ku langkahkan kakiku lebar-lebar, hari ini ada pemotretan, dan aku yakin, semua orang akan bertanya perihal pernyataanku jika aku sudah menikah, seorang Nick sudah tak lajang lagi? Ayolah, dunia akan menangis karena itu
"Nick." Brenda, salah satu lawan mainku di salah satu film, dan sekarang sedang melakukan pemotretan denganku memanggil.
Aku hanya diam, enggan menjawab. Dia menatapku dengan tatapan aneh, bajunya, jelas selalu terbuka. Seolah mempertontonkan tubuhnya kepada orang-orang adalah jenis kebanggan tersendiri untuknya. Bercinta dengannya? Sudah tak terhitung jumlahnya.
"Kau telah menikah? Apa berita itu benar?" Tanyanya, aku mengangkat bahuku acuh, duduk di salah satu kursi sambil mengambil air mineral, membiarkan make-up artis menempelkan bedaknya di sana-sini pada wajahku.
"Jelaskan padaku, Nick! Semua Romeo Lovers dan teman kencanmu terkejut akan hal itu, kau tahu."
"Lalu?" Tanyaku, dia diam, bingung.
"Aku tak rela, aku tak akan bisa lagi bercinta denganmu."
"Oh." Jawabku sekenanya, dia hendak memelukku tapi aku menghindarinya, membuat make-up artisku terkekeh. "Jangan buat kesalah pahaman lagi, mengerti!" Gertakku,
Dulu pernah, dia sengaja mengabadikan moment kami setelah bercinta tanpa aku ketahui, dan diunggah di salah satu jejaring sosial. Apa yang terjadi setelah itu? banyak orang menghujat dan menanyaiku, bahkan banyak sekali undangan talk show untukku hanya untuk mengetahui berita itu, sial.
"Nick, giliranmu." Aku segera pergi saat asisten fotografer itu memanggil, jauh-jauh dari Brenda adalah hal yang terbaik, saat ini, ataupun nanti.
*****
"Romeo!"
"Romeo!"
"Romeo!"
Bisakah mereka berhenti memanggilku Romeo? Namaku Nick, bukan Remeo. Ini karena film pertama yang ku perankan dengan Amaris. Dan itu berhasil membuat mereka menjulukiku sebagai Romeo sampai sekarang. Tapi, aku tak ambil pusing, selama mereka senang dan memujaku, itu tak masalah.
Ku kenakan kaca mata hitamku sebelum keluar, jaket serta topiku tak lupa. Meski hanya menerobos gerombolan wanita yang menjerit histeris hanya untuk masuk ke dalam mobil, akupun harus membentengi diriku dari paparasi gila yang selalu membuat berita seenak jidat mereka.
Aku berhenti, saat mereka menjerit histeris. Di sodorkan beberapa kado, kertas, dan bunga sambil berdesak-desakkan untuk menggapaiku. Aku bukan tipe orang yang sombong dengan mereka, ku raih satu kertas, dan membiarkan mereka mengambil gambarku. Ku tangkap, di ujung mataku ada Jenifer. Rupanya dia sudah bangun dari pingsannya, dan merasa sehat untuk jauh-jauh datang ke sini, toh bukankah di rumah nanti kita bertemu, berdua.
"Nick! Kami tak rela jika kau menikah!!! Kau adalah suami kami!!" Jeritan histeris itu membuatku menghela nafas berat, memangnya siapa yang mau menikah dengan mereka semua.
"Kami mencintaimu, Nick!! Kami mencintaimu my Romeooo!!!" Aku mengangguk seperlunya sambil tersenyum tipis,
"Kau berhutang penjelasan padaku, Nick." Aku hanya berdiri, saat Carlie melingkarkan tangannya di leherku.
Dia langsung menyerbu bibirku dengan ciuman panasnya, aku tak sempat menolak, sampai mata biru itu menatapku dengan tatapan terkejut. Aku yakin, Jenifer kaget melihat ini, melihat suaminya berciuman dengan wanita lain di depan umum.
*****
Ku lihat Jenifer duduk sendiri di bibir kolam renang, dengan mengenakan bikini yang aku tak mengerti, untuk apa bikini itu dipakai. Bahkan dia telanjangpun, tidak ada yang bergairah melihatnya. Dari depan rata, dari samping rata, dari belakangpun rata.
Aku duduk di sampingnya, sudah bertelanjang dada dan mengenakan boxer hitamku. Dia hanya melirik sekilas, kemudian kedua kakinya bermain air lagi. Setelah Carlie menciumku, aku langsung pergi tanpa kata. Setelah melihat Jenifer pergi pastinya, ingin mengejarnya? Tidak mungkin, pasti semua orang akan tahu jika Jenifer adalah istriku dan para Romeo Lovers akan membullynya, aku tak mau, kasihan.
"Tadi dia menciumku tiba-tiba." Jelasku, bodoh! Kenapa harus ku jelaskan segala masalah ini padanya? Sepenting itukah dia? Ingat Nick, dia itu istrimu. Gadis labil yang akan menangis seharian karena patah hati.
"Tak masalah, lagi pula, kalian sering bercinta, kan?" Ucapnya, membuat mulutku terkatup sempurna, sial! Aku semakin merasa bersalah padanya, sifatnya yang sok dewasa semakin membuatku bingung harus kuperlakukan seperti apa gadis kecil ini.
"Hanya sebatas rekan kerja, dan latihan sebelum kerja." Jelasku,
"Kau pasti menikmatinya." Sindirnya,
"Tentu, karena tak mungkin aku akan bercinta dengan wanita yang pingsan hanya karena sebuah ciuman." Sindirku, hey, sejak kapan kau berbicara panjang lebar Nick? Apa kau sudah kehilangan kewarasanmu?
"Aku kan belum terbiasa!" Pekiknya, wajahnya memerah membuatku ingin tertawa,
Tunggu? Belum terbiasa? Untuk seorang gadis berusia 17 tahun belum terbiasa dengan kata 'ciuman', apa mungkin dia masih? Hadiah besar menantimu Nick, jika dia masih perawan.
"Aku akan mengajarimu agar kau terbiasa, Jane." Ku raih dagunya, mata bulatnya membelalak lebar, kemudian dia mendorongku kuat-kuat sampai aku masuk ke dalam kolam renang, sial. Aku dipermalukan lagi untuk kesekian kalinya.
"Ini tempat terbuka!" Ketusnya, bukan Nick jika tidak bisa membuat gadis ini tunduk di bawah kakiku.
Ku seret kedua kakinya sampai tubuhnya berada dipelukannku, menggendongnya sampai tinggi kami sejajar.
"Apa kau mau pingsan lagi?" Tanyaku, dia hanya melotot tanpa mau membalas ucapanku.
Ku dekatkan wajahku padanya, sampai bibir kami hampir bertemu, dia hendak menolak lagi, tapi salah satu tanganku sudah mengunci kepalanya, agar tetap menatap ke arahku.
"Aku akan mengajarimu trik-trik menjadi istri yang manis Jane." Bisikku, menekan bibirnya dengan bibirku dan mulai membuai bibir mungil itu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top