Jenifer

Hal yang paling membahagiakan di dunia ini adalah, jatuh cinta. Karena, saat kita jatuh cinta, hal-hal yang awalnya kita anggap biasa menjadi istimewa. Melihat senyumnya setiap hari, contohnya.

"Jangan pingsan lagi."Bisikkan itu seolah memukul tengkuk kepalaku dengan telak, Nick seolah mengingatkan di sela-sela ciuman panasnya. Wajahku memarah, pasti! Karena mengingat jika kemarin, aku pingsan sebelum dia memperkosaku, bukan, maksudku sebelum kita bercinta.

"Tidak akan, ayo kita bercinta setelah ini." Kataku percaya diri.

Aku melihat senyumnya yang menawan itu, senyuman yang membuatku semakin terpesona. Dulu, aku melihat senyuman ini dari kejauhkan, dan harus berdesak-desakkan dengan puluhan wanita lainnya, atau jika tidak begitu, aku melihat senyumnya ini dari balik layar, baik itu bioskop ataupun televisi. Namun ini? Oh Nick, kau benar-benar telah menguras kewarasanku.

"Kita bercinta di sini, sekarang." Ucapnya, aku mengangguk sambil terus merasakan buaian bibir tipis Nick, merasakan manisnya, merasakan_

"APA?!" Tanyaku kaget, dia menarik tubuhnya menjauh dariku, alis tebalnya saling bertaut, aku yakin, dia bingung. Bukan, akulah yang pantas bingung sekarang.

Bercinta di sini? Apa maksud dari ucapannya? Apa dia menginginkanku di sini? Di kolam renang yang terbuka ini? Di tempat yang mungkin-ada para pelayan melintasi tempat ini? Oh, aku rasa dia gila.

"Apakah ada yang salah dengan ucapanku?" Tanyanya, kenapa dia masih bertanya dengan pertanyaan yang bodoh itu, ya Tuhan.

"Kenapa kita harus bercinta di sini? Kita punya kamar, pasti. Dan kita bisa bercinta di sana bukan, Nick?"

Ku lihat lelaki itu menggeram, rahangnya mengeras, kemudian wajahnya menunduk sesaat. Untuk beberapa saat ketika mata kami bertemu lagi, aku tiba-tiba merasa takut karena kilat marah terlihat jelas di bola matanya.

"Kau_"Geramnya, dia menarik tubuhku ke dalam pelukannya, semakin erat.

Bukannya aku menolak, jujur, aku mengingkinkannya. Nick, adalah lelaki satu-satunya yang ingin aku ajak bercinta, akan tetapi, aku juga bingung, gugup, dan takut. Entahlah, bagaimana menjelaskan pada kalian tentang perasaanku ini ketika bersama dengan Nick.

"Kau tak bisa mengatur hasratku seenak jidatmu saja Nona." Aku memekik kaget, saat tangan besarnya sudah melepaskan bikiniku. Sampai benda kecil itu berenang di kolam sendirian, ya Tuhan. Dada mungilku, kini telanjang.

Aku masih mencoba mendorong tubuh Nick, namun tangan sialanku ini malah membuatku memelototkan mata, aku memegang bagian-tubuh Nick yang menegang di bawah sana, keras dan begitu besar! Aku hanya bisa menelan ludahku, saat seringainya keluar begitu saja, dengan sekali hentakkan, dia langsung bisa menghilangkan bikini bawahku, bagaimana nasib bikiniku Tuhan, maksudku, nasibku setelah ini.

"Nick, nanti kolamnya akan merah karena darahku!" Seruku bodoh,

Kata Mom, milikku akan berdarah karena selaput daraku robek, aku yakin darahku itu nanti akan membuat kolam renang yang bening ini menjadi merah, mungkin.

"Kau?" Tanyanya lagi, kini dahinya berkerut-kerut. Aku membalas tatapannya ikutan bingung.

"Virgin?" Tanyanya lagi, aku memiringkan wajahku malu.

Aku lupa, berhadapan dengan siapa aku ini, berhadapan dengan Nick, Romeonya semua wanita. Dan 'Virgin' bagi seorang Jenifer adalah hal yang sangat bodoh, ayolah, siapa yang percaya jika seorang gadis-paling-sempurna di sekolahnya ternyata belum pernah berkencan dengan pria manapun, meskipun setiap tahun harus beralasan sakit untuk menghindari teman-temanku karena tidak-punya pasangan adalah sebabnya.

"Hey, tenanglah. Kau tak perlu malu, Jane. Aku bisa mengajarimu cara-cara bercinta, agar kau bisa memuaskanku, nanti." Serunya, seolah meyakinkanku.

Ku tatap lagi wajahnya, dia tersenyum hangat, membuatku yakin, jika Nick adalah lelaki yang tepat untukku menyerahkan semuanya.

"Aku tahu itu, sungguh. Karena kau lelaki yang baik." Ucapku tulus.

Diraihnya daguku, kemudian dia kembali mengecup lembut bibirku. Ku lingkarkan kedua lenganku di lehernya, ciuman ini terasa lebih hangat dari ciuman Nick sebelumnya, jenis ciuman yang membuatku lupa jika aku masih menginjakkan kakiku di bumi,

"Ciuman ketiga kita." Ujarku dengan senyuman lebar, dia menggeleng kemudian menciumku lagi.

Kini, tangan besarnya telah membungkus dada mungilku, dan meremasnya pelan. Membuatku tanpa sadar mengeluarkan desahan-desahan konyol yang tak bisa ku kontrol.

"Itu ciuman kita yang kelima," Katanya, dahiku berkerut bingung.

Ciuman kelima apanya? Aku yakin jika sekarang barulah ciuman ketigaku dengan Nick. Tapi, biarkan, yang jelas sekarang aku akan membuat lebih banyak ciuman lagi dengan Nick, suami sempurnaku, suami idolaku.

"Aku akan memasukkannya, apa kau siap? Jangan terlalu tegang, ini hanya sedikit sakit, mungkin." Kata Nick nampak tak yakin, tubuhku diangkat sedikit ke atas lagi untuk penyatuan kami, aku hanya bisa memejamkan mataku takut. Jika itu adalah hal yang sangat menyakitkan, karena Bertha, sampai tidak masuk sekolah selama 3 hari dulu, setelah percintaan pertamanya dengan Bob, kekasihnya yang sekarang telah menjadi mantannya yang ke-sekian.

"Tuan muda Bronson, ada telfon dari menejer anda." Aku langsung cepat-cepat menendang perut Nick sampai dia menjauh beberapa meter dariku.

Ku peluk tubuh telanjangku sambil menenggelamkan setengah wajahku saat pelayan sialan ini datang, namanya Dorin, pelayan yang sudah berada di sini jauh sebelum aku lahir, sedikit lagi. Tak bisakah dia menunggu sedikit lagi agar Nick memasukkan miliknya ke dalamku dulu? Ya Tuhan!

Nick menatap Dorin dengan tatapan begitu dingin, bahkan mungkin bisa membuat Dorin membeku, terlihat jelas raut ketidak-sukaannya itu. Meski mulutnya masih membisu.

"Maaf Tuan, tapi_"

Ucapan Dorin terhenti, saat tangan Nick diangkat ke udara. Dia kembali mendekatiku, sambil mendekapku erat.

"Tak taukah kau sedang apa kami di sini?" Tanyanya, dengan nada berkuasanya.

"Maafkan saya Tuan."

Nick memandang lagi Dorin lagi dengan pandangan mengintimidasi, aku baru tahu jika Dorin punya rasa takut. Bahkan, dengan Kakekkupun Dorin masih bisa membantah. Aku tahu sebabnya, Nick adalah lelaki dingin yang tidak suka ditentang, mungkin Dorin sudah tahu dari Mom ataupun Dad.

"Saya permisi Tuan, Nona." Putus Dorin, dia kemudian menghilang dari balik pintu besar yang menghubungkan ruang tengah dengan taman belakang ini.

"Jadi, sampai mana kita tadi?"

Nick tersenyum jail lagi, aku tahu kepribadian Nick dari berbagai media yang ada. Katanya, lelaki ini sangat dingin, tapi denganku, dia baik. Sangat baik.

Dia memeluk tubuhku, tidak mencium ataupun meremas dada miniku lagi. Tapi aku sangat menyukainya, berada di dalam dekapan Nick, terasa begitu hangat, seolah aku yakin jika dia bisa menjagaku, dan melindungiku sepanjang waktu.

"Nicolas Steave berhenti berbuat hal mesum di rumahku dan pergi bekerja segera!" Aku memekik kaget, Mom sudah berdiri di belakang kami sambil berkacak pinggang.

Nick mengumpat sambil memukul air frustasi, sementara wajahku, aku yakin sudah sangat merah karena malu. Aku dibantu Mom untuk naik ke atas, dan diberinya handuk.

"Menejer gilamu itu terus menelfon rumah ini, apa kau mau mereka meneror keluarga ini hanya karena kau tak datang dalam pekerjaan bodohmu itu?"

"Itu bukan pekerjaan bodoh Demelza, kau tahu itu."

"Oh, jadi mempertontonkan tubuh telanjangmu serta menyetubuhi setiap wanita itu adalah perbuatan terhormat?" Aku melihat Nick membalikkan badannya, menatap ke arah Mom dengan pandangan dinginnya.

Namun, dia tak menjawab ucapan Mom, dia langsung berlari begitu saja sambil melambaikan tangannya. Aku kecewa, kami gagal lagi bercinta.

*****

"Jane, kau sedang melamun?" Bertha, menyikutku saat ku sanggakan kepalaku dengan tangan.

Ku lirik dia malas-malasan, temanku satu ini, paling suka menggangguku rupanya.

"Apa?" Tanyaku dengan nada meninggi, dia mendekatkan wajahnya.

"Kau tahu bukan, hukuman apa yang diberikan Miss.Ane jika kau ketahuan melamun saat pelajarannya, Jane?"

Aku tahu, Miss.Ane, puteri dari kepala sekolah ini adalah salah satu guru yang sok kuasa. Apapun yang dilakukan murid saat pelajarannya semuanya salah, kecuali diam memperhatikan dengan seksama, menjadi patung selama 4 jam pelajarannya yang membosankan. Dan lebih parahnya lagi, selama liburan musim panas nanti aku harus mengulang mata pelajarannya, ini benar-benar menyebalkan, karena aku tak bisa berlibur dengan Bertha juga Jessy ke pantai, rencana yang kami susun sudah lama harus batal tiba-tiba. Tapi tidak, jika aku mengadu pada Dad, pasti semua masalah ini cepat terselesaikan, aku yakin itu.

"Jadi Nona Bronson, tetapkan pilihanmu untuk tinggal atau keluar dari kelasku sekarang?!"

"Panggil aku Arnetha, aku tak menyukai nama itu, sungguh!" Sanggahku, sial! Aku tak mau disebut dengan 'Bronson', nama itu seolah-olah mencekikku sewaktu-waktu. Itulah sebabnya aku lebih suka menggunakan nama keluarga Mom.

"Dan aku tak perduli dengan itu Nona Bronson, keluar atau__"

"keluar." Jawabku, aku merapikan buku-bukuku dan memasukkannya asal ke dalam tas rangselku. Memangnya siapa yang ingin lama-lama tinggal di sini, dalam pelajaran yang sangat memuakkan.

"Jangan mentang-mentang keluargamu berkuasa lantas kau jadi besar kepala Nona Bronson," Sindirnya, aku tak memperdulikan kicauannya yang lebih mirip seperti burung gagak itu, aku segera melangkah menjauh dari bangkuku, semua anak memandangku bingung. Oke, ini untuk pertama kali seorang Jenifer Arnetha yang digembar-gemborkan sebagai siswi paling 'perfect' dengan nilai 'sempurnanya' membangkang, tapi aku tak peduli dengan semua itu sekarang. Apa gunanya? Aku telah menikah, dan untuk masuk Universitas, nampaknya semakin jauh dari anganku meski Mom dan Dad terus saja memaksaku untuk masuk ke salah satu Universitas ternama di sini.

"Seharusnya kau sadar dengan otak dangkalmu itu Nona Bronson, bukankah sesuatu yang ganjil jika ketotolanmu itu bisa membuatmu menjadi peringkat umum di sekolah ini?" Aku berhenti, ku balikkan badanku sambil memandang matanya.

Sialan! Dia fikir tidak ada yang berani menentangnya? Aku selama ini diam bukan karena aku takut dengannya, tapi memilih untuk tidak berurusan dengan wanita sinting ini. Dan kalian tahu, aku hanya 3 menit melamun dia sudah mengataiku seperti itu, apa? Nilaiku bagus itu tak wajar? Selama ini aku selalu belajar giat, bukankah nilai bagus itu balasan yang setimpal dengan usahaku? Dia benar-benar menjatuhkanku di depan teman-temanku.

"Apa kau tak tahu betapa buruknya nilai-nilaimu selama ini? Hampir semuanya C, dan kau dengan bangganya menunjukkan nilai palsu itu ke teman-temanmu? Ya Tuhan, aku rasa puteri dari keluarga bangsawan akan melakukan hal yang sama, aku lupa jika kau adalah Tuan Putri di negara ini Nona Bronson."

"Jaga bicaramu Miss.Ane, aku sama sekali tidak melakukan apapun untuk mendapatkan nilai A, jadi tidak mungkin aku merubah nilai-nilaiku yang katamu C itu menjadi A, aku bulan penyihir, kau tahu!"

"Dan keluargamu adalah penyihirnya."Mulutku terkatup sempurna mendengar ucapan wanita sinting ini.

Demi Tuhan, baru kali ini ada orang yang berani menjelek-jelekkan keluargaku tepat di depanku seperti ini. Oke, anggap saja di negara ini semuanya mengagungkan keluargaku, tapi dia?

"Aku sudah muak dengan tingkah sok putrimu itu Nona Bronson, jadi jika kau masih ingin lulus di mata pelajaranku, kau harus mengikuti semua peraturanku, jika tidak__"

"Apa?"

"Akan ku pastikan kau akan mengulang semua mata pelajaranku saat musim panas nanti."

"Cukup Miss," Jack berdiri, dia langsung menarik tanganku kemudian mengajakku melangkah keluar dari kelas itu.

"Salahkan keadaan jika kau tak memiliki apa yang dimiliki Jane, jangan pernah mencampurkan dendam pribadimu dengan masalah sekolah. Apa kau tak sadar jika uang yang kau gunakan untuk makan dan semuanya itu dari keluarga Bronson? Aku keluar dari kelas ini, masukkan aku ke daftar siswa yang mengulang pelajaranmu di musim panas nanti." Aku hanya bisa terdiam, Jack. Lelaki yang biasanya mengusiliku sekarang membelaku?

"Apa-apaan ini?" Tanyaku, melepaskan genggaman tangan lelaki yang disukai hampir oleh siswi se-sekolah ini.

"Jane," Katanya, kedua tangannya menggenggam bahuku erat. Sepertinya dia bingung, entahlah, wajahnya terlihat begitu kalut.

"Aku minta maaf." Lanjutnya,

"Maaf?" Tanyaku bingung, maaf untuk apa? Apakah dia melakukan kesalahan padaku?

"Kau pasti sangat terkejut dengan semua hal yang baru saja kau alami, hal pertama dalam hidupmu, sungguh aku tak bermaksud menyakitimu, ataupun menjerumuskanmu ke dalam masalah Jane, aku hanya__"

"Tak masalah Jack, aku bersyukur karena kau telah membuatku mabuh, sungguh!" Ya, aku yakin dia mau meminta maaf karena hal itu. karena saat di pesta kemarin, Jacklah yang mencekokiku minuman beralkohol.

"Jane."

"Sudahlah Jack, aku tak mempermasalahkannya, sungguh. Dan thanks sudah mau membantuku hari ini, aku sangat berhutang budi padamu, kau tahu." Aku tersenyum, menepuk-nepuk bahunya beberapa kali kemudian pergi. Sepertinya, pulang adalah hal terbaik karena malam nanti aku harus BBC (British Broadcasting Corporation) untuk melihat Nickku di acara Talk Show tentunya.

*****

"Mom! Dorin!" Sepi sekali rumah ini, padahal ada banyak pelayan, dan juga Mom jadwalnya di rumah bukan?

Aku menyusuri anak tangga berwarna putih untuk masuk ke dalam kamar tapi langkahku terhenti, telingaku, menangkap suara aneh yang membuat bulu belakang tengkukku berdiri. Suara desahan yang seperti aku keluarkan kemarin. Apakah salah satu pelayanku sedang bercinta dengan supir pribadi keluargaku? Oh tidak, itu tidak mungkin. Bahkan, para supir tidak ada yang berani masuk ke dalam rumah ini.

Ataukah Mom dan Dad sedang bercinta? Itu malah semakin tidak masuk akal. Dad baru saja menelfonku jika dia masih sibuk dengan urusan bisnisnya. Lalu, suara desahan siapa itu? perlahan aku kembali turun, menuku ruang baca keluargaku yang ada di lantai dua rumah ini, memang tempatnya cukup strategis untuk melakukan aksi mesum karena berada di sudut kanan, lorong paling ujung. Ruangan itu pula jarang sekali dikunjungi oleh orang tuaku, bahkan para pelayan hanya merapikannya seminggu sekali, karena Dad tidak ingin buku-buku mahalnya rusak.

"Kau lelaki jalang, sungguh...ahhhh."

Bulu kuduku semakin berdiri, entah kenapa tiba-tiba hasrat ingin buang air kecil muncul seketika mendengar suara desahan penuh nikmat itu. ku langkahkan kakiku, tepat berada di depan pintu kayu yang sedikit terbuka, nasib baik rupanya, jadi aku bisa mengintip, siapa yang melakukan hal mesum di dalam sini. Dan aku yakin, aku akan melaporkannya kepada Dad setelah ini, agar siapapun yang ada di dalam dihukum. Karena telah mengotori tempat suci kedua setelah gereja bagi Dad.

"Kau menginginkannya Demelza aku tahu itu, keluarkanlah sayang, aku menunggumu."

Mom? Itu Mom? Aku langsung membuka pintu itu pelan-pelan. Seketika tubuhku mematung di tempat saat melihat 2 sosok yang ku kenal tengah bercinta dengan panas di salah satu sudut ruang baca. Aku tak menyangka, dan aku sama sekali tidak mengerti, bagaimana Nick, bercinta dengan Mom. Bagaimana ini bisa terjadi? Aku langsung membalik badanku sebelum mereka menyadarinya, ku tutup mulutku agar isakanku tak didengar siapapun, buru-buru aku masuk ke dalam kamarku. Ya Tuhan, aku tak menyangka, jika Mom begitu tega menghianati Dad yang sangat mencintainya, dan aku? Hatiku benar-benar hancur sekarang karena seorang Nicholas Steave.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top