Jenifer

Ketika kau menginginkan sesuatu yang teramat sangat, saat itu pula mimpi seolah menjadi sebuah realita.

Aku masih terduduk sambil terpaku, Nicolas Steave yang begitu akrab dikenal dengan sebutan Nick oleh para fansnya yang tergabung di belahan dunia dan mendeklarasikan nama mereka dengan nama 'Romeo Lovers' sedang-berada di kamarku. Ya Tuhan! Apakah aku ini masih mimpi?

Aku terpekik kaget saat tangan besarnya mencubit pipiku, menyisakan rasa sakit dan tanpa merah kecil di sana. Aku memejamkan mataku, kemudian ku kerjap-kerjapkan mataku lagi.

"Kau Nick? Sungguh kau Nick?" Tanyaku masih tak percaya, dia memutar bola mata coklatnya, kemudian berdiri, berkacak pinggang masih-dengan tubuh telanjang penuhnya.

"Apakah kau fikir aku ini hantu?" Tanyanya, aku menggeleng. Senyum mengembang tercetak di wajahku.

Sudah 5 tahun aku mengidolakan Nick, sejak aku tahu dari temanku bernama Bertha jika di kotaku ada sosok tampan yang menjadi pusat perhatian kaum hawa, lelaki yang menjadi salah satu model dewasa itu bernama Nick, dan saat pertama kali aku melihat tubuh setengah-telanjangnya aku langsung jatuh cinta padanya.

Bagaimana tidak, Nick lelaki ini begitu sempurna. Mata coklat karamelnya seolah bisa menghipnotis siapa saja yang melihatnya, Oh Nickku. Bahkan aku sering ikut di manapun saat ada juma fans dengan Nick, meski berakhir dengan didesak, ditindih, bahkan dibuang saat berada di sana. Siapa perduli? Jika bayarannya adalah bertemu dengan Nick aku akan terima.

Tapi, bagaimana bisa dia sekarang ada di rumahku? Di kamarku, terlebih semalam dia berada di ranjangku? Aku sama sekali tak mengerti akan hal itu. Meski aku tahu jika Dad dan Mom adalah pasangan pebisnis ulung di kotaku, yang digembar-gemborkan menjadi pasangan terkaya nomor 2 setelah siapa itu namanya, aku tak perduli.

"Kenapa kau ada di sini? Maksudku bagaimana bisa kau ada di sini?" Tanyaku bingung, Nick menggedikkan bahu, sambil mengangkat tangannya.

"Lihat, kita telah menikah. Jadi, apa perlu alasan kenapa aku di sini?" Ujarnya, ku lihat cincin melingkar di jari manisnya, cincin yang sama seperti yang tengah aku kenakan. Tapi, kapan aku dan dia menikah? Apakah aku tengah mengalami amnesia akut?

"Aku tak mengingat jika kita telah menikah, bahkan aku tak mengingat jika kita berdiri di altar pernikahan. Apakah aku telah mengalami kecelakaan dan amnesia setelahnya?" Tanyaku lagi.

Nick membatalkan niatnya untuk masuk ke kamar mandi, alis tebalnya saling bertaut membuatku ingin sekali melompat kepelukannya. Oh Nick, dia benar-benar tampan.

"Kau mabuk saat itu, jadi kau tak ingat apapun."

Oh, aku ingat jika semalam aku tengah pergi ke pesta bersama Bertha. Pesta yang sebenarnya aku tak tahu, karena undangan misterius itu sudah ada di lokerku saat aku hendak mengambil bukuku di sana. Dan bodohnya aku, seorang Jenifer yang dikenal sebagai gadis rumahan, dan baik-baik, sok-sokan meneguk minuman beralkohol. Itu semua karena ulah Jack, teman sekelasku yang selalu berusaha mengganggu. Biang rusuh yang sangat menyebalkan, sehingga aku dipaksa untuk meminum minuman sialan itu. Tapi, kenapa bisa ada Nick? Ah entahlah, itu tak penting, bisa kutanyakan nanti pada Bertha saat sekolah. Wait! Aku sekolah dan aku sudah memiliki seorang suami? Apa ini gila!

"Kau sudah memperkosaku semalam?" Tanyaku penasaran, apakah aku sudah tak perawan? Ya Tuhan, betapa senangnya aku jika yang tak-memperawaniku adalah Nick! Matipun, aku rela.

Nick kini mengacuhkanku, ku ikuti langkahnya masuk ke dalam kamar mandi sambil menarik tinggi-tinggi selimut putih yang membalut tubuhku. Aku bisa melihat, bagiamana kekarnya otot-otot Nick di bawah guyuran air Shower. Tuhan, aku menelan ludahku karena ingin di bawah Nick sekarang. Ingin merasakan kejantanan besarnya itu masuk ke dalam milikku.

"Apa kita sudah bercinta?" Tanyaku lagi, pandangan Nick menajam, kemudian dia mematikan Showernya.

"Menurutmu?" Tanyanya, ku buka selimutku, sambil mengamati tubuhku.

Putih mulus, tidak ada satupun tanda-tanda jika kami tengah bercinta, maksudku, tanda merah-merah karena telah dikecup seorang lelaki seperti yang Bertha, dan Jessy tunjukkan padaku. jujur, aku belum pernah dijamah lelaki. Dan jangan katai aku sebagai gadis berusia 17 tahun yang malang. Karena aku bukan tak laku, tapi aku pemilih. Mengerti?

"Aku tak pernah bercinta dengan seorang wanita mabuk, kau tahu." Jelasnya, aku kecewa, sungguh. Kenapa semalam aku mabuk, jika tidak, pasti aku sudah bercinta dengan Nick.

"Jika begitu, sekarang perkosalah aku!" Kataku, kulempar selimutku di lantai. Nick mengambil handuknya, kemudian mendekat padaku.

Wajahnya yang berewokan semakin membuatku terasa pusing, ketika semakin mendekati wajahku. Mata Nick, Hidung Nick, bibir Nick. Ya Tuhan, aku sangat menginginkannya.

Ku pejamkan mataku, ku kerucutkan bibirku menerima pasrah bibir Nick jika dia ingin mencumbuku. Tapi bukan, yang mendarat di bibirku malah tangan besarnya, sambil mendorong tubuhku untuk menjauh.

"Kau gadis kecil paling mesum yang pernah ku temui." Katanya, pergi sambil mengenakan pakaiannya. Aku kecewa, sungguh.

Ku ambil lagi handukku, kemudian memandangi tubuh polosku. 'Gadis kecil' huh? Apakah ukuran dada 34 itu kecil? Ya Tuhan! Tentu saja, Nick lelaki dewasa yang sudah sering bercinta dengan para wanita berukuran dada besar. Kepalaku pusing, segera aku masuk ke dalam kamar mandi, dan menutupnya rapat-rapat.

****

"Jadi?" Tanyaku membuka suara, saat ini aku, Nick, Dad dan Mom tengah duduk di ruang makan.

Sementara para pelayan sedang sibuk menyajikan hidangan untuk kami. Tidak rumit, hanya roti bakar, berbagai selai, salad untukku dan Mom, kopi dan susu yang ada di meja.

Kulihat Mom dan Dad saling pandang, kemudian keduanya tersenyum. Sial! Sepertinya, merekalah yang mengerjaiku malam kemarin.

"Selamat atas pernikahanmu Jane." Dad tersenyum lebar, sambil mencium pipi kanan-dan-kiriku.

Pernikahan huh? Bahkan aku belum ditiduri oleh Nick, dan itu semakin membuatku frustasi.

"Semalam perayaan kecil-kecilan, ku harap kau ingat, dan hari ini rencananya Dad dan Mom akan mendaftarkan pernikahan kalian."

"Semalam?" Tanyaku masih bingung,

Semalam aku berada di pesta, dan apakah itu? Ya Tuhan! Jadi, semalam itu pesta pernikahanku, apa begitu? Tapi aku tak tahu? Ini namanya penjebakkan! Karena yang ada di sana hanya teman-temanku, beberapa, dan orang-orang yang aku tak mengenalnya.

"Nick akan cocok untukmu, Jane. Mom tahu itu."

"Tapi aku masih sekolah." Ayolah, iya aku menginginkan Nick, tapi aku masih menikah, sementara Nick? Ya Tuhan, usianya sudah-hampir 32 tahun. Apa kau bercanda?

"Ini yang terbaik untukmu Jane." Dad bersuara lagi, aku hanya menghela nafas panjang. Tak berniat menjawab, karena intinya sekarang, aku bingung. Sangat bingung!

"Apa kau mau berangkat sekolah?" Nick bertanya dengan nada lembut, seperti tadi. Aku mengangguk seperluku, sambil memasukkan salad kemulutku dengan cepat.

"Aku akan mengantarmu."

What? Diantar Nick? Itu akan membuat gempar satu sekolah dan aku akan dimusuhi oleh para Romeo Lovers.

"Ku rasa, itu ide yang buruk."

"Sepertinya tidak." Nick mengelap ujung bibirnya, diapun berdiri. Aku menatapnya semakin bingung, ya Tuhan, aku yakin aku masih bermimpi.

Oke, aku bangkit. Aku berdiri di samping Nick. Dan aku baru sadar jika tinggi kami benar-benar tak sepadan. Aku hanya sedada Nick, ya Tuhan, apakah lelaki ini tiang bendera di di depan gedung kepresidenan?

"Dad, Mom. Aku berangkat." Ujarku, mencium pipi kanan-dan-kiri kedua orang tuaku. Nick hanya tersenyum sekilas, kemudian dia merangkulku.Berjalan beriringan menuju mobilnya parkir.

Dia memutar tubuhnya, kemudian membukakan pintu untukku. Aku ingin memeluknya, tapi ucapannya di kamar tadi melukai perasaanku. Aku hanya diam, masuk dan duduk di kursi sambil mengamati dirinya yang ikut masuk juga.

"Kenapa kau mau?" Tanyaku, dia tetap menatap lurus jalan raya, kemudian bedecak.

"Apa aku harus menjawabnya?" Aku mengangguk kuat-kuat. Tubuhku ku miringkan agar aku bisa melihatnya.

"Aku yakin kau tak menyukaiku, maksudku. Gadis kecil sepertiku bukanlah tipemu, kan. Nick?" Dia mengangguk, dan itu semakin membuatku kecewa. Jadi, untuk apa dia menikahiku? Jika dia tidak menyukai, bahkan tertarik padaku.

"Itu hal rumit, mengertilah pelan-pelan, tak usah kau paksakan," Katanya, matanya tak lepas dari jalan raya, "Lagi pula, bukankah kau sekarang yang menjadi istriku." Oh, seperti itu.

"Tapi kau tak mau menyentuhku, menciumku pun tidak." Aku tersentak kaget, saat Nick menepikan mobilnya, kemudian menghentikannya mendadak.

"Apa kau terlalu penasaran denganku?" Tanyanya, aku mengangguk. Tentu! Tubuhnya adalah sesuatu yang aku impikan sejak 5 tahun belakangan ini, jika memang aku istrinya, bukankah aku sah-sah saja memiliki tubuhnya? Tubuhnya, seutuhnya milikku, bukan?

Tangan kekarnya berada di atas kepalaku, tubuhnya merapat pada tubuhku. Dia tersenyum jail, kemudian mengecup bibirku sekilas, dan itu semakin membuatku marah. Se-ki-las. Tanpa ada sedikit sesapan, buaian, bahkan lidahnya tak memasukki mulutku yang mungil ini? Oh Nick!

"Kita lanjutkan nanti di rumah."Katanya, aku mencibir sambil menatap ke luar jendela.

Sialan, sepertinya dia tahu jika aku sangat penasaran padanya, sampai-sampai dia menggodaku dengan cara seperti itu. Awas saja, aku akan memasang silikon di dadaku, agar dia bertekuk lutut di bawah kakiku, karena mengingingkanku. Ku pastikan sepulang sekolah, aku akan memintanya kepada Mom.

Tak berapa lama Nick menepikan mobilnya, sudah sampai di depan sekolahku. Aku hendak langsung keluar, tapi sepintas aku menemukan ide brilian. Aku sibuk dengan seatbelt membuatnya dia mengeryit bingung.

"Kau tak bisa membukanya?" Tanyanya, aku mengangguk, masih sibuk untuk membuka.

Dia mendekatkan lagi tubuhnya, kemudian membantuku untuk membukanya, dan itulah kesempatanku. Ku kecup pipinya sekali, membuatnya terdiam untuk beberapa saat. Aku keluar, kemudian sebagian tubuku ku masukkan lagi ke jendela mobil.

"Selamat pagi suamiku." Kataku, dia masih diam, mungkin saja kaget. Tapi, biarkan.

"Belajar yang rajin." Katanya, melampaikan tangannya kemudian melesat pergi.

Aku melompat kegirangan. Ya Tuhan, aku mencium Nick! Terasa begitu menggoda saat mencium pipinya yang berlapis bulu-bulu kecil yang menggemaskan itu. aku ingin lagi, lagi dan lagi!

"Apa yang kau lamunkan di sini Jane?" Bertha menyapaku, aku hanya tersenyum lebar, kemudian merangkulnya untuk ku ajak berjalan masuk ke dalam sekolah.

"Kau tahu tentang pesta semalam bukan? Kau tak mabuk semalam bukan?" Selidikku pada Bertha, sebelah alisnya terangkat, kemudian dia mengangguk."Ya Tuhan, tentunya kau tahu jika aku telah menikah Bertha, kau saksi kejadian yang aku lewatkan semalam!" Pekikku, Bertha hanya diam, sepertinya bingung dengan ucapanku.

"Aku menikah dengan Nick, kau tentunya tahu, bukan?" Tanyaku, bertha tertawa, membuatku bingung sendiri.

"Aku merasa kau sudah gila Jane, sungguh," Ucapnya, memasukkan beberapa buku di lokernya, kemudian mengambil beberapa. "Bangunlah dari mimpi gilamu itu, bagaimana bisa seorang Romeo menikahimu? Yeah, meski ku tahu kau dikenal sebagai gadis paling dicari di sekolah, tapi kau," Dia tertawa lagi, please! Berhenti jika itu hanya untuk mengataiku, karena aku sangat tak ingin bergurau sekarang.

"Kau masih terlalu kecil untuknya Jane, sungguh." Tambahnya, benar! Aku juga tak percaya sama sepertinya, tapi jika Bertha tak tahu, siapa yang tahu tentang kejadian semalam? Ya Tuhan, kenapa semua ini sangat membingungkan.

"Girls!! Ku rasa kalian harus tahu ini!" Jessy, berlarian di koridor sekolah, membuat Miss.Ane memelotinya.

"Sorry Miss." Katanya, dia langsung berjalan dengan langkah cepat-cepat menuju ke arah kami, tangan kanannya memegang majalah, yang covernya adalah Nick, dengan seorang wanita, berpose saling tindih dengan-tanpa-busana. Oke, aku merasa kesal melihatnya.

"My Romeo telah menikah!" Pekiknya tertahan, aku dan Bertha ikut kaget dibuatnya. Tunggu, tak seharusnya aku kaget bukan, karena yang menikahinya adalah aku, mungkin jika memang aku dianggap oleh idola seluruh negeri itu.

"Dengan?" Tanyaku hati-hati, Jessy membuka majalahnya, di sana terpampang foto Nick yang diambil seacara Close-up. Ya Tuhan, Nick. Tampan sekali, jerit batinku.

"Seorang gadis belia katanya, dia tak mau menyebutkan namanya. Tapi cincin di jari manisnya telah membuktikan semuanya, dan diapun, tak membantah kabar itu. Dia membenarkannya!"

"Ini berita gila! Istri sang Romeo pasti akan dibully oleh para fansnya, aku yakin itu."

"Kita harus membuat mereka segera bercerai." Aku merinding takut, ketika Bertha dan Jessy mengatakan hal itu. sangat mengerikan, dan aku tak berani membayangkan ketika aku dibully, dilempari telur serta barang-barang busuk, diteror dengan surat-surat kaleng mengerikan dari mereka.

Dulu aku pernah tahu, saat Nick dikabarkan memiliki seorang tunangan, dan hanya bertahan 5 bulan hubungan itu berjalan, karena sang tunangan mendeklarasikan dirinya untuk mundur dan berpisah dengan Nick karena tak tahan oleh bullyan fansnya. Dulu, aku ikut membully tunangannya, jangan salahkan aku, aku kan hanya seorang fans, dulu.

"Ohya, tadi Jane mengatakan hal gila." Bertha mengingatkan aku, aku hanya tersenyum lebar, bingung.

"Apa Jane?"

"Dia katanya menikahi Nick, Romeo kita."

"Oh, itu hanya bermimpi Bertha, kenapa kau menganggapnya serius." Kilahku, dengan senyuman yang ku paksakan. Bertha dan Jessy tersenyum, keduanya mendekapku dari sisi kanan dan kiri.

"Jangan sampai itu nyata Jane, jika tidak. Kami yang akan membunuhmu saat ini juga."

****

Ku gulingkan tubuhku, kekanan dan kekirir berkali-kali, ku buka tutup laptopku. Bukan untuk mengerjakan tugas sekolah, tapi untuk melihat beberapa film Nick. Itu bukan beberapa, karena hampir seluruh memori laptopku penuh dengan film serta foto Nick. Film-film dengan adegan ranjangnya dengan banyak artis wanita, melihatnya saja membuat perutku mulas. Membayangkan betapa ahlinya dia dalam hal sex, itu sebabnya mungkin dia mengataiku anak kecil.

"Kau tak makan?" Aku cepat-cepat menutup laptopku, Nick sudah berdiri di belakangku. Dengan telanjang dada dan mengenakan celana pendeknya, butir-butir keringat terlihat jelas membanjiri tubuh coklatnya yang kekar, ingin sekali ku jilati dari ujung kepala sampai kaki, karena tak rela jika mereka berjatuhan secara percuma.

"Tidak," Jawabku, sedikit ku geserkan tubuhku karena Nick duduk di sebelahku. Dia melihat laptopku dengan alis berkerut, buru-buru ku sembunyikan di balik tubuhmu. Sungguh tak lucu, jika dia tahu kalau aku adalah salah satu fans gilanya, dulu.

"Bagaimana pekerjaanmu?" Tanyaku, dia mengangkat bahunya, kemudian meneguk jus yang ada di nakas.

"Seperti biasa." Jawabnya,

"Bercinta dengan salah satu wanita lagi?" Tanyaku hati-hati, dia mengangguk, tidak merasa risih. Mengambil handuk putihnya, di dalam lemari.

"Carlie, kami sudah sering beradu akting. Jadi sudah biasa, bagi kami." Aku hanya melongo, bodoh! Ya Tuhan, biasa? Jadi mereka melakukan itu setiap hari? Sering? Seperti itu?

"Jadi, bagaimana rasanya tubuh wanita bagimu? Apakah rasanya sama seperti keju?" Tanyaku, setelah dia keluar dari kamar mandi, dengan mengenakan handuk putih sebagai penutup bagian bawah tubuhnya. Bisakah aku menggantikan handuk itu? Dan melilitkan tubuhku di sana?

"Apa kau ingin tahu rasanya? Kenapa kau tak merasakannya sendiri?" Aku berdiri, kemudian membuka piama tidurku, sampai tubuhku yang polos terpampang sempurna.

"jika begitu, bercintalah denganku agar aku bisa merasakannya!" Tantangku, dia tertawa seolah mengejekku. Sialan! Memangnya aku begitu masih-kecilkah di matanya?

"Oke, oke." Katanya, mataku melotot ketika dia menjawab seperti itu? Aku tersenyum puas, oh Tuhan, begitu indah dunia ini, ketika aku akan segera bercinta dengan Nick, merasakan tubuh Nick yang kekar itu, aku benar-benar tidak sabar.

Dia melangkah mendekat, kemudian dibuang handuk yang melilit di bagian bawah tubuhnya. Aku terperangah bodoh, perutku tiba-tiba mulas, kepalaku terasa berkunang-kunang, ketika melihat kejantanan Nick seolah sudah siap.

Dia tidur di sebelahku, tangan kananya menarik kepalaku, sementara tangan kirinya merengkuh pinggangku. Dia tersenyum lagi, membuat tubuhku terasa begitu panas. Ototnya begitu kencang dan kekar, wajahnya begitu tampan dan memabukkan. Entah dari bagian mana dari tubuh Nick yang ingin aku nikmati, karena semua inci tubuhnya kurasa adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna.

Tubuhku semakin panas, saat bibir tipis Nick membuai bibirku. Tidak seperti ciuman saat di sekolah tadi, tapi ciuman panas yang menuntut. Mulai dari lumatan, sampai menggigit bibirku dengan gemas, mataku melotot, perutku tiba-tiba terasa semakin terasa tak enak, sampai pada akhirnya, gelap menyelimuti kesadaranku.

7͜:

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top