9. Sudah Resmi
Turut mengundang Bapak/Ibu/Sdr./Sdri. untuk hadir
dalam acara resepsi pernikahan putra-putri kami
Alexandrios Augustus Acton
Putra pertama anak pertama Tuan Adam Acton dan Nyonya Amelia Kumalasari
dengan
Chrystellina Avanabella Georgery
Putri pertama anak pertama Tuan Jordi Subagyo dan Nyonya Inem Widiasih
Yang berbahagia,
Keluarga Adam Acton dan Keluarga Jordi Subagyo
***
Mbah Tari memandang undangan pernikahan mereka dengan puas. Nenek yang masih lincah itu sedang menyambangi biro percetakan bersama Chrystell dan Bu Acton. Jangan ditanya, Mbah Tari sering sekali menerima undangan pernikahan dari saudara-saudaranya yang jumlahnya bejibun, sehingga beliau cukup ahli soal undangan pernikahan. Dibantu dengan Bu Acton yang selera seninya lumayan, jadinya undangan pernikahan Chrystell dan Alex yang berwarna gading dengan bordir keemasan sedap dipandang.
"Tuh, kan, bagus nama kalian bersanding di undangan," kata Mbah Tari girang. "Nggak salah emang mbahmu pilih nama, Ki."
Chrystell cemberut tanpa sepengelihatan Mbah Tari yang masih memandangi undangannya. Siapa yang senang jika diberi nama demi cocok disandingkan dengan calon suaminya di undangan pernikahan?
Alex tidak ikut mengambil undangan karena sedang sibuk rapat dengan para stakeholder. Maklum CEO. Lagipula ia merasa acara ini sebenarnya acara neneknya yang diurus oleh ibunya. Ia dan Chrystell hanya dijadikan boneka pajangan untuk memuaskan keinginan Mbah Tari.
Oh, ya, kalau ada yang penasaran bagaimana kelanjutan dari prewedding photoshoot mereka dua bulan lalu, akhirnya Mbah Tari menyuruh mereka berpose ulang sesuai kemauannya. Untunglah sang fotografer dibayar mahal sehingga sabar meladeni permintaan Mbah Tari yang aneh-aneh. Rupanya si Mbah punya banyak ide liar soal pose pasangan. Karena diawasi, terpaksa Chrystell tak dapat bermain-main seperti sebelumnya. Namun hasilnya malah lebih memalukan Chrystell daripada pose-pose dengan wajah anehnya. Jika mereka pasangan sungguhan, sih, mungkin ia senang. Berhubung mereka pasangan jadi-jadian, pose yang terlalu mesra malah membuat Chrystell tak nyaman melihatnya.
Kali ini Chrystell tak mau memberontak soal urusan pernikahan. Ia menikmati saja selagi masih bisa. Ia menjalani dua prewedding photoshoot lagi dan mencoba dua gaun pengantin yang berbeda. Satu konsep outdoor garden, dan yang satu lagi ia diboyong ke Paris. Siapa yang tak senang diajak jalan-jalan gratis? Walaupun ia tak bisa mengejek Alex sering-sering karena Mbah Tari dan Bu Acton selalu mengawasi mereka.
***
Akhirnya hari pernikahan pun tiba. Mereka menggelar resepsi di ballroom salah satu hotel termewah di dekat Bundaran HI di Thamrin, Jakarta.
Chrystell mengenakan gaun pengantin berwarna putih gading yang berbeda konsep dengan gaun prewedding pertamanya. Kali ini bagian dadanya strapless dan roknya penuh tumpukan renda. Chrystell sangat puas melihat penampilannya.
Ilustrasi gaun pengantin Chrystell
Bu Acton masuk ke ruangan dan melihat penampilan calon menantunya dengan mata berbinar-binar. Awalnya ia sedikit ragu menuruti ibunya dengan menjodohkan Alex dan gadis ini. Pertama, Chrystell hanya lulusan SMA. Kedua, kesenjangan ekonomi mereka jauh berbeda. Meskipun Bu Acton bukan perempuan yang materialistis, ia cukup khawatir karena ia sendiri mengalami susahnya menyesuaikan diri dengan Pak Acton di tahun-tahun pertama pernikahan mereka. Namun setelah mengenal Chrystell lebih dekat, ia yakin gadis ini adalah istri yang tepat untuk menjinakkan putranya yang sudah keterlaluan liarnya.
"Kamu cantik sekali, Chrystell!" ujar Bu Acton sambil memeluk calon menantunya dengan haru.
"Ini semua berkat Tante Amel," balas Chrystell sambil sedikit terisak.
"Jangan nangis, ya, Sayang. Nanti make up-mu luntur," ujar Bu Acton sambil perlahan menghapus air mata Chrystell dengan tisu.
Paling nggak, aku beneran sayang sama Tante Amel, pikir Chrystell.
***
Setelah berbagai seremoni dan acara makan malam, tibalah acara potong kue pengantin. Chrystell dan Alex berpose sambil memegang pisau bersama.
"Kurang dekat, Mas, Mbak," ujar fotografer sambil menggerakkan tangannya.
Chrystell bergeser dua langkah mendekati Alex. Naas, high heels-nya -- kali ini tak lagi 15 cm melainkan 7 cm saja -- menginjak jemari kaki Alex. Sakitnya tak tertahankan.
"Aduh!" geram Alex. "Jangan diinjak kaki gue, Tel. Sakit tau!"
"Maaf, Pak," bisik Chrystell.
Alex balas menginjak kaki Chrystell. Chrystell membuka mulutnya tanpa suara. Matanya melotot. Ia balas menginjak kaki Alex lagi dengan ujung sepatunya -- bukan dengan heels-nya. Alex mendorong Chrystell.
CROT!
Chrystell kehilangan keseimbangan dan menyenggol kue pengantin! Saking tingginya kue -- atau saking pendeknya Chrystell -- dagunya mengenai ujung kue hingga belepotan krim.
"Aduh, kuenya rusak, dong!" ujar Alex prihatin.
Chrystell menginjak kaki Alex sekali lagi. "Yang diperhatiin malah kuenya."
Alex terbahak melihat dagu Chrystell yang berlumuran krim. "Akhirnya tumbuh jenggot juga lu, meskipun warnanya putih."
"Apaan, sih, Bapak!" gerutu Chrystell.
Alex mengeluarkan sapu tangannya dan mengelap dagu Chrystell.
Bu Acton segera mendatangi pasangan pengantin yang gagal difoto tersebut. "Kalian sedang apa? Chrystell, untung hanya dagumu yang terkena krim, jadi make up-mu nggak luntur. Sini, Tante tambahin bedak." Ia membedaki dagu Chrystell sehingga dandanannya kembali merata. Kemudian ia mengatur gaya mereka dan memutar kue sehingga bagian yang rusak tak terlihat di kamera.
"Bagus, Bu. Sekarang, bilang 'happy wedding'!" ujar sang fotografer.
Chrystell dan Alex memaksakan diri mereka untuk tersenyum.
"Sekarang wedding kiss, dong," sang fotografer kembali mengatur.
Chrystell menatap Alex dan meringis, seakan-akan ia tak senang dengan ide tersebut.
"Halah, kaya nggak pernah ciuman sama gue aja," bisik Alex.
"Tapi-tapi..."
Alex mencium Chrystell sebelum gadis itu dapat berbicara lebih lanjut. Ciumannya hanya asal tempel bibir saja. Namun untuk difoto, itu sudah cukup. Setelah fotografer memberi aba-aba selesai, ia pun segera melepas ciumannya.
"Sekarang saling suap."
"Fotografer ini nyebelin parah, ya?" gerutu Chrystell.
"Kamu belum baca rundown acara?" tanya Alex.
Chrystell menggeleng.
"Pantesan. Udah ada semua di situ, termasuk wedding kiss dan saling suap. Katanya mau jadi aktris. Masa begini aja nggak bisa?" ledek Alex.
Chrystell mendengus. Ia memotong kue dengan potongan besar dan menyendoknya, lalu memasukkan ke mulut Alex. Meskipun mulut Alex tidak kecil, namun potongannya sangat besar sehingga mulut sang CEO menjadi penuh. Bibirnya belepotan krim.
"Hweeshhh... Teyley!" Maksudnya mengatakan 'Es Teler.'
Chrystell menahan tawanya.
"Yang kompak, dong," kata fotografer itu lagi. "Saling suap-suapan pada waktu bersamaan."
Chrystell ingin sekali melempar potongan kuenya ke wajah fotografer tengil tersebut. Namun ia mengurungkan niatnya. Ia baru sadar ternyata fotografernya sama dengan prewedding photoshoot pertama mereka. Pantas saja ia iseng setengah mati.
Mbah Tari maju dan memarahi mereka berdua. "Cepetan! Nggak malu ditonton banyak orang!" bisiknya sambil menjewer telinga kedua mempelai.
Kalau sang nenek sudah datang, Alex dan Chrystell pun takluk. Prosesi pernikahan selanjutnya berjalan relatif lancar.
***
Acara terakhir adalah salaman dengan mempelai dan foto bersama. Salah satu tamu undangan yang mencengangkan Chrystell adalah seorang perempuan muda seusia Alex yang mengenakan gaun berwarna perak. Wajahnya cantik dan tubuhnya langsing dan tinggi semampai. Kulitnya meskipun tak seputih Alex namun tak segelap Chrystell. Kakinya yang jenjang mengenakan heels yang tak begitu tinggi.
"Akhirnya nikah juga, lu, Lex," ujar perempuan tersebut sembari menyalami Alex dan menepuk bahunya. Senyumannya meningkatkan kecantikannya.
Alex hanya meringis dan menjawab singkat, "Iya, nih. Lu kapan, Ti?"
Perempuan itu melirik sejenak ke lelaki yang menemaninya di belakangnya. "Gue, mah, masih belum dalam waktu dekat."
"Datang bareng siapa?" tanya Alex lagi.
"Cowok gue," jawab perempuan itu sambil menoleh ke lelaki di belakangnya. Kemudian ia menunduk dan menyalami Chrystell sambil berucap, "Selamat, ya, Mbak. Semoga berbahagia."
Lelaki yang berdiri di belakangnya juga sangat tampan, meskipun jenis ketampanannya berbeda dengan Alex. Kalau seleranya putih dan ganteng-ganteng kamvret alias hobi mempesona para wanita, jelas Alex lebih unggul. Namun jika lebih suka yang berkulit gelap, manis, dan sederhana seperti nama restoran Padang, lelaki ini jelas menang. Ia hanya mengucapkan selamat kepada Alex dan Chrystell karena tak mengenal mereka.
Untunglah mereka tamu terakhir yang perlu disalami malam itu. Setelah pasangan itu berlalu, Chrystell berbisik kepada Alex, "Mantan, Pak?"
Alex menggeleng. "Teman doang, pas kuliah di Amerika. Dan kami nggak punya sejarah romantis, beneran."
"Kenapa? Kan dia cantik, Bapak ganteng, cocok, toh?"
"Gue nggak selera sama dia. Terlalu bossy. Dia juga nggak selera sama gue."
Chrystell memonyongkan bibirnya membentuk huruf O. Entah kenapa ia merasa sedikit lega mendengarnya. "Pak Lex pasti juga terlalu bossy makanya dia nggak suka."
Alex hanya mendengus.
"Namanya siapa, Pak?" tanya Chrystell lagi.
"Tiara. Kok, kamu penasaran banget sama dia?"
"Habis cantik, sih," ujar Chrystell meringis. "Gue selalu ngarep bisa secantik itu."
"Halah, lu juga cantik, kok, Tel. Tapi kalau di-make up bener kaya gini."
"Bapak, tuh, nggak pernah sudi muji gue secara tulus."
"Ngapain gue muji elu? Lu butuh pujian?"
"Enggak, sih... tapi gue juga kesel diledek terus sama Pak Lex!"
Dengan kata-kata tersebut Chrystell mengangkat gaunnya dan bergegas turun dari panggung.
"Mau ke mana kamu, Es Teler, eh, Chrystell?"
"Makan hidangan penutup! Laper lagi gue," jawab Chrystell sambil mengurut pipinya yang pegal habis tersenyum terus.
Masa pengantin nggak menikmati pestanya sendiri, pikirnya.
***
Keesokkan harinya, Chrystell bangun dan mengamati dirinya mengenakan piyama sutra berwarna krem. Kasur yang ditidurinya sangat nyaman. Kamar tempatnya berada sangat mewah dan luas, dengan furnitur mahal yang dihiasi bunga mawar merah dan putih.
Ia merasakan sesuatu melingkar di tangan kanannya. Sebuah cincin emas putih bertahtakan berlian 4 karat.
"TIDAK!!!!! GUE WANITA BERSUAMI!!!!!"
Kemudian ia melihat ke sebelahnya. Punggung seorang pria yang juga mengenakan piyama sutra serupa dengannya. Pria itu membalikkan tubuhnya dengan wajah kesal.
"Apa, sih? Pagi-pagi udah berisik!"
"Pak Lex!!!"
"Sekarang gue suami lu. Jadi jangan panggil gue Pak Lex."
"Panggilnya Babe Lex?" Chrystell melafalkannya 'ba-be' ala Betawi dan bukannya 'beib' seperti Bahasa Inggris karena ia terlalu banyak membaca novel roman dengan panggilan 'babe' tetapi tak pernah belajar sebenarnya bagaimana mengucapkan kata tersebut.
"Gue bukan babe elu! Panggil Mas Lex atau Alex aja gapapa. Atau mau panggil Papa?" ujar Alex dengan wajah mesum. Ia membuka kancing piyamanya dan mendekatkan dirinya ke Chrystell.
"TIDAK!!!!!"
.
.
.
Bersambung.
(21 Juli 2017)
#61 Humor :(
.
.
.
Catatan penulis: Ada sedikit kameo dari Tiara dan Bagus, tokoh dari ceritaku yang lain (Jakarta Vigilante). Kalau pengen tahu gimana aku nulis serius, monggo mampir ke sana, ya! #halahpromosi
Next update? Nunggu vote 1K ah... #mintaditabok
Canda kok. Jawab aja mini Q/A di bawah ini. Sebelum 10 orang jawab, aku nggak bakal update chapter berikutnya.
1. Kenapa kalian baca cerita ini?
2. Adegan mana yang paling lucu?
3. Adegan apa yang kalian tunggu-tunggu? (Jangan jawab adegan 17++ karena aku gak akan bikin secara eksplisit :P)
.
.
.
Bercanda lagi! Aku bukan orang yang minta vote atau ngancam2 biar update kok. Aku emang bakal travelling minggu depan, jadi nggak akan update dalam 1-2 minggu. :D Habis itu tetap update normal (kira2 seminggu sekali).
Thanks for your support! See you in last days of July or early August!
(Oya jangan lupa vomment dan jawab Q/A-nya ya!)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top