8. Persiapan Pernikahan
"Nih, bersihkan wajahmu," ujar Alex sambil menyodorkan saputangannya.
"Nanti saputangan Pak Lex kotor, dong?" komentar Chrystell.
"Dasar oon. Gunanya saputangan kan memang buat bersih-bersih."
Chrystell tersenyum iseng. "Pak Lex, lebih ngeri mana, muka gue pas di-make up kaya tadi atau pas belepotan lumpur kaya sekarang?"
Alex menatap Chrystell dengan aneh. "Pertanyaan macam apa itu. Ayo pulang."
Keluarga Chrystell dan Alex senang melihat pasangan itu kembali. Namun mereka terkejut melihat Chrystell basah dan kotor.
"Ya ampun, Kiki! Kebaya sewaan itu! Kan jadi kotor!" omel Bu Inem.
"Iya, Bu, ntar Kiki cuci," kata Chrystell.
Bu Acton mengamati Chrystell dengan saksama. "Sebenarnya kamu itu cantik, loh, Nak. Cuma tadi -- maaf, ya, Bu Inem -- dia salah dandan. Mandi dulu, nanti Tante bantu dandanin, ya?"
"Iya, makasih, Tante Amel," ujar Chrystell.
Setelah mandi dan mencuci kebayanya yang kotor, Chrystell mempersilakan Bu Acton masuk ke kamarnya yang sempit. Bu Acton menyuruhnya berbaring di kasur lesehannya sementara ia menyiapkan alat-alat make up yang selalu dibawanya di dalam tas.
"Tante selalu bawa make up?" tanya Chrystell.
"Iya. Kan Tante harus terlihat cantik kapan aja," kata Bu Acton.
Lima belas menit kemudian, Chrystell pun selesai didandani. Tidak seglamor saat dibawa Alex ke salon di mall beberapa hari lalu, namun berhasil menunjukkan sisi manis wajahnya. Hidung peseknya diberi shading sehingga lebih terdefinisi. Mata bulatnya yang menurut Bu Acton indah diberi eyeliner sehingga lebih tajam. Bibir tebalnya dipulas warna pink sehingga terlihat segar.
"Nah, gini kan cantik. Ayo tunjukkan kecantikanmu ke Alex," ujar Bu Acton sambil mengajak Chrystell ke luar kamarnya.
Bu Inem melongo melihat penampilan Chrystell yang berubah. Meskipun tak lagi mengenakan kebaya, Chrystell jauh terlihat lebih cantik daripada sebelumnya.
"Nem, Nem, dandanin anak, tuh, kaya gini. Jangan kaya tadi," komentar Mbah Tari.
Bu Inem hanya menunduk.
"Lex, gimana, nih, calon istrimu? Cantik, kan?" panggil Bu Acton kepada putranya.
Alex melirik ke Chrystell sejenak, lalu menjawab dengan cuek, "Biasa aja."
Mbah Tari mengetukkan jari telunjuknya ke kepala Alex. "Nggak boleh bilang gitu sama calon istrimu. Lagian perempuan nggak cuma dinilai dari cantiknya aja. Nak Kiki anak yang baik dan sopan."
Alex yang sedang meneguk air di gelasnya langsung tersedak mendengarnya. "Hahaha, bener, Nek, dia baik banget dan sopan banget."
Chrystell melotot ke Alex karena nadanya jelas-jelas menyindirnya.
"Berarti cocok, ya? Perjodohan sudah disetujui. Tiga bulan lagi kalian menikah. Amel, kamu siapin Chrystell supaya semakin cantik," kata Mbah Tari.
"Baik, Bu. Nanti kita ke spa dan luluran. Dijamin kamu pasti makin cantik," kata Bu Acton. "Oya, nanti bulan depan kita foto prewedding, ya."
"Prewedding itu ngapain, Tante?" bisik Chrystell.
"Foto-foto pake baju pengantin dengan pose romantis. Kaya jadi putri gitu. Kamu pasti suka, deh," jelas Bu Acton.
Pose romantis? pikir Chrystell. Ah, tapi kita kan udah sepakat mau pura-pura setuju menjalani pernikahan ini. Dinikmati aja keseruannya.
Tak ada yang tahu apa yang direncanakan office girl somplak tersebut.
***
Chrystell kembali bekerja di kantornya sebagai office girl. Namun kini ia punya ritual baru. Seminggu tiga kali ia menjalani perawatan wajah dan kulit bersama Bu Acton. Ia diajak pergi ke spa, facial, dan gym. Ia juga diajak melihat-lihat gaun pengantin. Chrystell merasa bagaikan Cinderella. Sayangnya, pangerannya tidak sesuai harapannya. Tampan, sih, tampan, tetapi mulutnya yang tukang ejek itu harus disumpal sambal terasi. Selain menyebutnya cantik saat itu -- karena lagi ada maunya -- ia tak pernah memuji Chrystell sekalipun. Bukannya Chrystell butuh dipuji, tapi ia juga tak mau diremehkan terus-terusan.
Di kantor mereka tetap menjalankan tugas masing-masing sebagai office girl dan CEO. Alex dan Chrystell memang tak ingin menceritakan perjodohan mereka kepada orang-orang kantor lainnya. Bisa geger sejagat! Mereka lebih sering bertemu di luar kantor. Setiap hari Sabtu, Alex menjemput Chrystell di kosannya dan berangkat ke rumah keluarga Acton. Di hadapan keluarga, mereka terlihat akur-akur saja. Namun di belakangnya, mereka tetap saja bagaikan kucing dan anjing.
***
"Kamu cuma lulusan SMA, ya, Nak?" tanya Bu Acton saat menemani office girl itu facial di suatu sore hari.
"Iya, Tante. Aku pengen kuliah tapi nggak ada duit. Jadinya belum kesampaian. Duit hasil kerjaku buat bantu adik selesain sekolah dulu."
"Nggak apa-apa, toh. Sekolah tinggi-tinggi juga ujung-ujungnya di dapur aja. Mending belajar ngurus anak yang becus," kata Mbah Tari di balik majalah yang dibacanya.
"Ibu ngomong apa, toh? Aku kalau nggak dapat beasiswa kuliah, nggak bakal bisa ketemu dan menikah sama Pak Acton," kata Bu Acton. "Kamu masih semangat kuliah, Nak?"
"Niat-niat nggak niat, sih, Tan. Aku juga nggak tahu mau ambil jurusan apa. Aku lebih minat wirausaha buka warung nasi goreng pete."
"Kamu bisa ambil kelas karyawan dan ambil jurusan entrepreneurship."
"Entre -- apaan?"
"Itu artinya wirausaha juga, Sayang."
Setelah selesai facial, wajah Chrystell diberikan krim supaya halus. Bu Acton puas melihat kulitnya yang semakin bersih. Kulit tubuhnya juga semakin cerah dan mulus. Siku dan lututnya tak lagi kehitaman. Akibat sering ikut gym, posturnya kini semakin fit meskipun tetap tak langsing.
"Kalau dirawat, semua perempuan itu cantik, ya," komentar Bu Acton.
"Ah, aku masih item, Tante. Yang cantik itu kan yang putih kaya tembok."
"Hus, salah kamu. Justru Tante kesal sama iklan-iklan krim dan sabun di TV yang pamerin aktris berkulit putih. Kulit sawo matang kita ini keren, kenapa harus ikut-ikutan jadi putih?"
"Tapi SNSD kan putih, Tan."
Bu Acton tertawa. "Ya, biar aja. Mereka orang Korea, emang gennya putih. Kita harus bangga dengan kulit kita sendiri. Banyak orang di Amerika pengen coklat sampe pake mesin tanning. Tante nggak suka kalau hitam itu dianggap sebagai ejekan. 'Item banget, sih' dianggap ngejek, tapi kalau 'Ih, putih, ya' dianggap pujian. Apa-apaan itu."
Chrystell merasa pikirannya tercerahkan. "Iya, ya, kulit cokelat juga seksi."
"Bener!" sambut Bu Acton bersemangat.
"Tapi Alex putih, Tan."
"Terus kenapa?"
"Nggak seksi, dong, jadinya."
Bu Acton tertawa. "Kulit apapun, asal dirawat, pasti seksi, kok."
***
Tak dirasa sebulan telah berlalu semenjak Chrystell dijodohkan dengan Alex. Karena mereka bukan calon pengantin biasa yang akan menikah karena cinta, persiapan pernikahan lebih banyak diurus oleh Bu Acton. Mulai dari gaun, tempat acara, katering, undangan, hingga siapa saja yang akan diundang ditentukan olehnya. Chrystell tak begitu peduli karena yang mengeluarkan uang juga bukan dia. Lagipula ia, kan, akan menjalani pernikahan pura-pura.
Tiba harinya untuk acara foto prewedding mereka. Alex tampak sangat menawan dengan jas dan rompi abu-abunya yang dipadukan dengan dasi berwarna perak. Kaki jenjangnya dibalut celana panjang berwarna abu-abu pula. Ia benar-benar seperti model.
Sementara itu Chrystell terlihat cantik dengan gaun putih dengan rok berenda. Bagian lengan dan dadanya dihiasi sulaman bunga-bunga. Rambutnya disanggul bawah dan disematkan bunga-bunga mawar putih. Ia mengenakan high heels setinggi 15 cm sehingga tingginya kini melebihi bahu Alex.
"Cantik, Tel," ujar Alex.
"Makasih, Pak Lex."
"Bajunya, bukan elu."
Chrystell memonyongkan bibirnya. "Pak Lex juga ganteng. Bajunya."
"Niru aja lu. Kok, lu jadi agak tinggian, sih? Biasanya nggak nyampe pundak gue."
Chrystell mengangkat sedikit gaunnya dan memamerkan sepatu hak tingginya.
"Astaga, itu tinggi banget. Awas jatuh."
"Nggak mungkin. Gue, kan, jago main egrang," ujar Chrystell sambil berputar-putar.
Tiba-tiba sepatu hak tingginya miring sehingga membuatnya kehilangan keseimbangan.
"Aaaaa!!!" seru Chrystell.
Bukannya menolong, Alex membiarkan Chrystell terjatuh. Lalu menertawakannya. "Barusan gue bilang apa."
Muka Chrystell merah padam menahan amarahnya. Untunglah Alex masih berbaik hati untuk mendatanginya dan membantunya berdiri.
"Kaki lu keseleo, nggak?"
"Iya, sakit banget, tau!"
Alex menggeleng-gelengkan kepalanya. Ada-ada saja musibah untuk hari ini. "Bisa jalan, nggak?"
"Nggak bisa. Gendongin!"
Alex memutar bola matanya. Namun ia melihat ibu dan neneknya datang. Ia buru-buru menggendong Chrystell dan membawanya ke sofa, lalu memeriksa kakinya.
"Kiki kenapa?" tanya Bu Acton.
"Jatuh gara-gara pake high heels 15 cm," kata Alex.
"Tuh, kan, Tante bilang, kan, bahaya. Kenapa kamu masih pake itu aja?"
"Aku nggak mau kelihatan jauh lebih pendek dari Alex, Tante. Nanti dikira foto bareng tiang listrik."
"Gue ada ide," ujar Alex.
***
Setelah diurut dari diberi minyak gosok, kaki Chrystell membaik. Ia dapat berjalan lagi dan melanjutkan sesi pemotretan prewedding. Alex mengambil bangku kecil dan meletakkannya di hadapan Chrystell.
"Buat apa, Pak?" tanya Chrystell heran.
"Buat gantiin high heels lu."
Chrystell mendengus. "Gue mending naik sofa aja sekalian."
"Cepetan, lama amat, sih, kalian," gerutu Mbah Tari tak sabar.
Alex dan Chrystell terpaksa mengakhiri ledek-ledekan mereka dan memulai sesi pemotretan. Konsep foto prewedding mereka yang pertama ini memang di dalam ruangan yang didekor secara mewah.
Fotografer mengarahkan pose romantis untuk mereka. Bertatapan mesra, saling bersandar, berangkulan, dan berbagai macam pose lainnya. Mereka menjalankannya dengan sukses.
Beberapa jam kemudian, sesi pemotretan pun selesai. Fotografer mempersilakan mereka melihat hasilnya sebelum diproses lebih lanjut.
Alex melotot melihatnya. "ES TELER!!! KENAPA FOTONYA GINI SEMUA???"
Ternyata ketika dijepret, Chrystell segera memasang wajah aneh. Ada yang menjulurkan lidah, memanjangkan muka, matanya melihat ke atas, mengerutkan hidung, dan bahkan ada yang memamerkan lubang hidung. Yah, ada beberapa, sih, foto yang wajar. Namun tak begitu banyak.
Chrystell tertawa terguling-guling melihatnya. "Sukses, kan, gue, Pak?"
"Gimana kalau kelihatan Mama dan Nenek? Lu mau bilang apa?"
"Paling foto ulang."
"Buang-buang waktu gue aja!" gerutu Alex.
Chrystell masih terbahak-bahak. "Satu kosong buat gue!" ujarnya.
Alex melepas jasnya dan membantingnya ke sofa. Chrystell tak peduli. Ia melenggang kangkung dengan rasa puas.
Tiba-tiba Alex mengangkat Chrystell dan memanggulnya seperti karung semen.
"Pak Lex! Turunin gue!"
"Nggak mau! Pokoknya lu harus tanggung jawab!"
"Iya! Iya! Gue foto sendiri terus mukanya di-crop," kata Chrystell.
"Nah, itu bagus pose begitu. Udah ada belum?" tanya Mbah Tari yang tiba-tiba datang untuk melihat hasil foto prewedding mereka.
DEG!
Chrystell dan Alex saling berpandangan dengan wajah panik.
.
.
.
Bersambung.
(16 Juli 2017)
#34 Humor
Please vote and comment!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top