5. Jadilah Pacarku
"Pak! Pak Lex! Lexy! Lexus! Lex Luthor!" teriak Chrystell ketika Alex lagi-lagi menarik lengannya -- kali ini yang sebelah kiri -- dan membawanya ke mobil Mercedes-nya di tempat parkir. "Gue ini mau dibawa ke mana, sih? Dari tadi nanya nggak dianggep, kezel bat gue."
"Lu, tuh, ya, kreatif banget ngasih nama panggilan!" omel Alex.
"Makasih," ujar Chrystell tanpa mempedulikan sarkasme bosnya. "Tapi Bapak belum jawab, kita mau pergi ke mana?"
"Gue mau belanja."
"Belanja, ya, belanja aja sendiri! Ngapain bawa-bawa gue?"
"Karena... gue mau lu buat pura-pura jadi pacar gue."
Chrystell membelalakkan kedua matanya. Sesaat ia berhenti sejenak mencerna isi omongan Alex yang menurutnya tak masuk akal.
"Apa? Yang bener? Ntar bohong lagi macam one night stand itu sebenarnya gue disuruh berdiri semalaman. Jangan-jangan ini gue disuruh jadi kue pacar atau apalah."
"Enggak, ini pacar beneran. Eh, maksudnya pacar bohongan. Gue mau kita pura-pura berpacaran!" tegas Alex.
"Kenapa? Bapak, kan, udah punya cewek kesekian yang cuantik dan sekseh itu," protes Chrystell.
"Sebenarnya... gue nggak punya pacar."
"APA??? Bapak jomblo?" seru Chrystell terkejut. Tak dipercaya seorang CEO yang hot, tampan, dan kaya raya ini tak memiliki kekasih. "Jangan-jangan yang ditelepon kemarin itu... ibunya Pak Lex?"
"Ya ampun, Es Teler, gue nggak sepathetik itu ngaku-ngaku nyokap sendiri sebagai cewek," ujar Alex pasrah. "Itu temen gue, Renita. Boleh dibilang friends with benefits-nya gue."
"Friends with benefits? Maksudnya teman bayaran? Kasihan, deh, lu, masa teman aja nggak punya sampe harus bayar orang buat jadi teman."
Alex tak mau repot-repot menjelaskan definisi friends with benefits jika Chrystell benar-benar tidak tahu. Biar saja dia mengira teman bayaran.
"Yaaaaa.... pokoknya kemarin gue ngajak dia jadi pacar bohongan gue. Tapi dia lagi di New Zealand. Makanya gue terpaksa ngajak lu."
"Lah, cewek Bapak pasti banyak... yang punya daster sempit itu, misalnya?"
"Gue punya prinsip, Tel. Semua cewek one night stand gue, nggak akan gue temuin lagi biar nggak ada ikatan emosi di antara kita. Semalam, bubar."
Chrystell mengerutkan hidungnya. Ia sering mendengar berita-berita seperti itu, namun baru kali ini ada orang di hadapannya yang melakukan hal tersebut.
"Terus kenapa gue?"
"Karena... cuma lu satu-satunya cewek yang nggak bakalan minta jadi pacar beneran gue."
Otak iseng Chrystell segera berputar. "Kalau begitu... gue mau Bapak jadi pacar beneran gue, dong..." rayunya manja. Ia memeluk lengan berotot Alex dan menggoyang-goyangkannya. Sebenarnya ia ingin meletakkan dagunya di bahu Alex, namun apa daya, jidatnya pun tak sampai ke bahunya.
"Boleh. Tapi langsung gue putusin abis hari ini."
Chrystell memonyongkan bibirnya.
"Gini, deh, Tel. Gue bayar mau?"
"Mau. Satu milyar."
"Ngaco! Sepuluh juta gimana?"
"Seratus juta."
"Lima puluh juta?"
"Satu lagi. Gue nggak mau hidup gue diganggu Bapak lagi."
"Baiklah. Kalau lu pura-pura jadi pacar gue hari ini, gue ngasih lu lima puluh juta dan nggak akan nemuin lu lagi."
"Seratus juta!"
"Oke, oke, seratus juta!"
Lumayan, seratus juta bisa buat modal gue buka toko kelontong atau warung nasi goreng pete, pikir Chrystell.
***
Mereka berbelanja di mal paling mewah di Jakarta. Chrystell hanya menurut ketika Alex membelikan gaun mahal Gucci seharga duapuluh juta satu potong, tas bermerek Louis Vuitton seharga lima puluh juta, sepatu Jimmy Choo seharga sepuluh juta sepasang, dan perhiasan-perhiasan yang membuat Chrystell pingsan membayangkan harganya. Namun Alex terus-menerus menggesek kartu kreditnya yang tampaknya tak berlimit itu.
Terakhir, Alex membawa Chrystell ke salon. Ia meminta agar stylist paling mahal yang menata rambut Chrystell. Rambut super panjang Chrystell dipotong sebahu dan digelombang. Wajahnya diberi make up sehingga terlihat lebih berkelas.
Ketika makeover-nya selesai, Chrystell menganga sendiri melihat penampilannya. Ternyata ia dapat terlihat cantik. Mata belonya diberi eyeshadow dengan efek smokey eyes yang ringan karena masih siang hari -- menurut stylist-nya. Bibir tebalnya dipoles dengan warna coral yang cocok dengan kulit sawo matangnya, membuatnya terlihat segar. Alisnya yang tadinya berantakan telah dirapikan dan dilukis dengan simetris.
"Astaga... gue cantik banget!" gumamnya. "Kalau gini, sih, gue ganti kerjaan seriusan. Gue mau audisi buat peran di sinetron Cantik-cantik Vampir, ah!"
"Cantik, sih, boleh cantik," ujar Alex yang terkejut melihat perubahan Chrystell tetapi tak mau mengakuinya, "tapi kelakuannya masih aja kaya Mimi Peri."
"Pak Lex! Gila aja nyebut gue kaya Mimi Peri!"
"Abis norak!"
"Tapi gue cantik, kan, Pak?" desak Chrystell. "Bilang gue cantik."
"Iya, lu cantik, puas?"
Chrystell cengengesan. "Puas, Pak."
"Oke, ayo kita kembali ke kantor."
"Loh, kok gitu?"
"Ada peran yang harus lu mainin. Anggap aja audisi buat sinetron Cantik-cantik Vampir."
"Perannya gimana, nih, Pak?"
"Pokoknya jaga sikap lu. Jadi wanita berkelas. Jangan norak atau ngomong yang aneh-aneh kaya kemarin."
"Oke, Pak! Lihat aja akting gue ntar."
***
Tak ada yang mengenali Chrystell ketika Alex menggandengnya kembali ke kantor. Semua orang menyangkanya sebagai salah satu wanita Alex. Ya, gosip telah beredar bahwa CEO mereka yang baru pindah kantor ini adalah seorang playboy cap jempol kaki. Langsung saja Chrystell menjadi biang gosip seluruh pegawai kantor, mulai dari tingkat office girl hingga tingkat manajer.
"Jalan dengan pede," bisik Alex ketika Chrystell akan menundukkan kepalanya karena tak terbiasa dengan semua perhatian tersebut.
Alex mengajak Chrystell ke ruang kerjanya dan menutup pintunya. Ruang kerjanya dikelilingi oleh kaca buram sehingga orang luar tak dapat melihat apa yang terjadi di dalamnya. Chrystell melihat sosok pegawai yang mondar-mandir di luar ruangan, sepertinya ingin menangkap siluet Alex dan "wanitanya" saling bermesraan.
"Hei, kalian! Balik ke tempat kerja!" sembur Pak Rizwan, general manajer yang galak.
Para pegawai itu langsung ngacir kembali ke tempat duduk mereka.
"Kita ngapain di sini, Pak?" bisik Chrystell.
Alex hanya duduk di balik meja kerjanya dengan tampang dingin. Matanya tertuju pada laptop di hadapannya. Suasana di ruangan tersebut hening, hanya terdengar jemari sang CEO yang menari-nari di atas keyboard laptopnya. Ia menyunggingkan sebuah senyum misterius.
"Three... two... one... action!" bisiknya.
Seorang wanita dengan dandanan super menor masuk ke dalam ruang kerja Alex tanpa mengetuk pintu. Istilah 'masuk' terlalu halus untuknya, karena ia membuka pintu dengan tenaga besar, lalu berderap dengan langkah seberat gajah. Ia mengenakan baju terusan yang tak semahal gaun Gucci Chrystell tetapi kelihatannya tidak murah juga. Perutnya buncit... tampaknya ia sedang hamil?
Chrystell melongo.
Wah, jangan-jangan Pak Lex udah ngehamilin cewek terus nggak mau tanggung jawab. Ini nggak bisa dibiarkan.
Meskipun ia tak mengenal wanita tersebut, namun jika Alex benar-benar ingin lari dari tanggung jawab, ia akan menganggap CEO tersebut pengecut dan brengsek. Sebusuk apapun wanita itu, ia tak mau menyakiti wanita lain.
"Alex... kamu susah banget, sih, aku hubungin! Mana tahu-tahu udah pindah kantor. Kamu tega, ya, menelantarkan aku dan anakmu ini?" ujar wanita tersebut.
"Udah seribu kali gue bilang, itu bukan anak gue!"
"Terus anak siapa, dong? Aku nggak pernah tidur dengan cowok lain selain kamu, Alex! Kamu harus tanggung jawab. Kapan mau menikah denganku?"
Dan mulailah drama dimulai. Wanita hamil itu mencucurkan air mata dengan deras bagaikan bendungan dibuka. Alex menjelaskan mengapa ia tak mungkin menghamili wanita tersebut. Mulai dari waktunya yang tidak pas hingga ia tak pernah benar-benar tidur dengannya. Namun wanita itu bersikeras. Katanya Alex sedang mabuk jadi ia tak sadar.
Chrystell hanya duduk di sofa sambil menonton kedua manusia aneh itu sambil memutar bola matanya. Tangannya menopang dagu di atas kedua pahanya.
Mana... katanya gue disuruh berakting?
"Itu siapa?" tanya wanita itu, menunjuk Chrystell.
"Ini pacar gue," jawab Alex.
Tiba-tiba ia membungkukkan tubuhnya dan mencium Chrystell.
DAMN!
.
.
.
Bersambung.
Please vote and comment! :D
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top