Dia Aldrick, Putraku

Ternyata operasi telah selesai dilakukan, suara alat bantu pernapasan kini menyapa pendengaran Frederick Carollino. Rasanya, udara di sekitarnya langsung terasa panas begitu melihat sosok ibu dari putranya terkapar tidak berdaya di depannya. Dua orang dokter masih mengecek kondisi vital dari Yessinia. Saat ini, Erick mematuhi komando kebersihan dengan memakai jubbah steril ketika memasuki ruangan Yessinia.

Meskipun dengan kondisi yang begitu lemah, Yessinia secara lembut menggerakkan tangannya menatap sosok Erick di seberang sana. Entah obat bius apa yang digunakan, namun Yessinia telah bisa membuka matanya meski begitu lemah.

“Dokter, apakah pasien dalam kondisi yang baik?” tanya Erick kepada dua dokter di sana.

“Lukanya sangat parah, kami juga tidak bisa memberikan obat bius total untuk pasien. Jangan terlalu lama mengajaknya bicara ya, Pak,” jawab sang dokter kepada Erick di sana.

Erick hanya mengangguk mendengar penjelasan dari dokter yang merawat Yessinia. Lelaki itu duduk di samping Yessinia, menatap sosok wanita itu dengan perasaan entahlah, Erick juga tidak bisa menerjemahkan perasaannya saat ini.

Mungkin saja Yessinia dan Aldrick kecelakaan usai Yessinia menelepon dirinya. Andai saja Erick lebih bisa menghargai Yessinia, setidaknya karena wanita itu adalah ibu dari Aldrick—putranya.

“Al … drick, ba … gaimana keadaannya?” tanya Yessinia masih sempat menanyakan kondisi anaknya yang terlibat kecelakaan dengan dirinya.

“Dia baik-baik saja, hanya luka ringan. Jangan mencemaskan apapun, pulihkan saja dirimu,” jawab Erick meraih jemari Yessinia yang kini lemas tidak bertenaga.

Tubuh Yessinia rasanya sudah mati, seluruh tubuhnya tidak terasa apapun lagi. Sepertinya ini adalah akhir dari hidupnya. Namun Yessinia mungkin tak akan mampu meninggalkan Aldrick seorang diri. Bagaimana bisa dia meninggalkan putranya, sedangkan sang papa saja masih terus menyembunyikan keberadaan Aldrick dari dunia luar.

Apa jadinya jika Yessinia benar-benar mati? Siapa yang akan mengurus Aldrick?

Valeria! Entah dari mana pikiran itu. Sepertinya Yessinia bisa menitipkan Aldrick kepada Valeria, serta meminta maaf atas semua kekhilafan karena telah menjadi duri dalam rumah tangganya bersama Erick.

“Bawa … Valeria, ke … mari,” lirih Yessinia masih bisa didengar oleh Erick.

Detik itu juga, napas Yessinia tersengal-sengal tidak beraturan. Suara alarm emergency di ruangan itu berbunyi hingga membuat beberapa dokter dan perawat UGD datang berlarian menuju ruangan.

Erick diminta segera keluar karena tim medis akan melakukan penanganan demi menyelamatkan nyawa Yessinia. Lelaki itu kemudian keluar dari ruangan, menunggu para tim medis keluar dari sana untuk dia tanyai bagaimana kondisi Yessinia yang terbaru.

“Maaf, Pak. Sepertinya umur pasien tidak akan lama lagi. Akankah lebih baik jika seluruh keluarga dikumpulkan untuk menghadapi kemungkinan terburuk yang akan terjadi,” jelas dokter UGD menghampiri Erick usai menangani keadaan Yessinia saat ini.

“A-apa? Tidak akan lama lagi?” tanya Erick memastikan pendengarannya tidak bermasalah.

“Kami sudah menangani semaksimal mungkin, tapi semuanya kembali kepada Tuhan,” jawab dokter itu sebelum melangkahkan kakinya meninggalkan Erick di sana seorang diri.

Lelaki itu menendang kursi tunggu dengan frustasi. Kalau sampai Yessinia meninggal, Aldrick tidak mungkin dia biarkan tinggal seorang diri di rumahnya. Putranya masih kecil, anak itu masih membutuhkan sosok ibu yang menyayanginya dengan tulus, dan juga akan belas kasih.

Bisakah Valeria menerima Aldrick jika Erick nanti membawa anak itu pulang ke rumah mereka? Tapi mengingat kejadian masa lalu di mana Valeria ingin meninggalkan rumah karena kedatangan Rebecca masih terus membekas di dalam ingatan Erick. Untung saja saat itu Marchello meminta mamanya untuk tetap tinggal karena dia sangat menyayangi Rebecca, rasa sayang kakak kepada adiknya.

Mau tidak mau Erick harus mengatakan segalanya kepada Valeria. Dia harus mengikuti keinginan terakhir dari Yessinia sebelum ajal menjemput wanita itu. Ditatapnya ponsel miliknya, Erick menimang kembali keputusan yang akan dia ambil.

Ya, Erick harus mengatakan yang sebenarnya kepada Valeria. Dia harus berani mempertanggungjawabkan perbuatannya demi Aldrick dan keutuhan rumah tangganya bersama Valeria.

Pada akhirnya Erick telah memilih, dia menelepon Valeria dan meminta wanita itu untuk segera datang ke rumah sakit karena ada hal penting yang ingin Erick katakan kepada istrinya. Tanpa berpikir macam-macam, Valeria datang ke rumah sakit demi menemui Erick di sana. Dia datang seorang diri, karena Marchello masih menginap di rumah keluarga William.

Valeria bertanya kepada salah satu petugas yang dia temui. Menanyakan di mana letak Unit Gawat Darurat seperti permintaan Erick.

“Aku sudah di luar,” ucap Valeria menghubungi suaminya.

Tidak berapa lama, Erick keluar dari pintu utama UGD. Valeria menatap suaminya dengan penuh tanda tanya. Wajah pucat pasi, serta penampilan lusuh suaminya semakin membuat wanita itu bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi hingga dia diminta datang ke rumah sakit.

“Kamu sakit?” tanya Valeria menghampiri Erick di sana.

Erick langsung merengkuh tubuh Valeria, memeluknya begitu erat seakan tidak ingin kehilangan wanita itu untuk selama-lamanya. Dari pada harus kehilangan keluarganya, lebih baik Erick mengakhiri hidupnya saja. Valeria, keluarganya, dan juga Aldrick memiliki peran yang sama pentingnya bagi kehidupan seorang Frederick Carollino.

“Maafkan aku, Rose. Aku mohon jangan membenciku,” lirih Erick nampak begitu ketakutan atas kesalahannya sendiri.

Mendengar Erick memohon maaf tentu saja membuat Valeria semakin dipenuhi berbagai pikiran buruk tentang suaminya itu.

“Memangnya, kesalahan apa yang sudah kamu perbuat Erick? Kamu menabrak seseorang? Atau-“ Ucapan Valeria terhenti.

Erick lebih dulu menggandeng tangan Valeria memasuki ruangan Aldrick. Disibaknya gorden pembatas yang ada di sana hingga tampaklah tubuh Aldrick meringkuk, memejamkan matanya seorang diri.

Mata Valeria terlihat berkilat, wanita itu sangat terkejut melihat anak laki-laki yang datang pada saat makan malamnya bersama dengan Erick. Anak itu memanggil Erick dengan sebutan papa. Apa hubungan Erick dan anak itu sebenarnya?

“Si-siapa dia, Erick?” tanya Valeria tergagap.

“Dia, dia-“

Rasanya suara Erick tercekat, dia tidak tahu lagi harus mengatakan apa kepada Valeria.

“Dia Aldrick, putraku,” lirih Erick membuat seluruh pertahanan Valeria meluruh seketika.

Tubuh Valeria limbung, untung saja Erick dengan cepat menahan tubuh istrinya sebelum Valeria tersungkur di lantai.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #romance