Episode 25
***
"AMEL? Sedang apa kamu di sini?" tanya Rio sontak ketika bertemu dengan orang yang sangat dikenalnya.
Rio kebetulan bertemu Amelia di kafe tempat Farhan sering melipir, tempatnya yang kini menjadi tempat ngopi favoritnya. Ia terkejut saat melihat Amelia sedang menghafal beberapa materi dari bukunya. Sambil menikmati roti toast dan es kopi susu.
"Eh, Rio? Kenapa kamu juga ada di sini?"
"Harusnya aku yang nanya. Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Rio ikut duduk di hadapan Amelia.
"Aku ... lagi belajar, sempat enggak bisa ikut ujian setahun lalu. Nih, lihat aku pegang apa? Terus kamu ngapain di sini?"
"Cuma mau istirahat dan minum es teh manis," ujarnya singkat. "Wah, kelihatannya ... kamu udah banyak persiapan ya untuk belajar."
"Hehe. Iya, dong. Beberapa hari lagi ujian, nih. Oh ya, selamat ya dapat uang bonus di pertandingan di Dubai," kata Amelia dengan perasaan bangganya.
Amelia mencoba mempererat kembali persahabatannya dengan Rio, meski tidak dalam status lebih dari teman. Lalu ia mengajaknya berjabat tangan seraya mengucapkan selamat untuk kemenangan Rio di Dubai.
"Terima kasih, Mel," ucap Rio menyunggingkan senyum, begitupun Amelia, lalu mereka saling berjabat tangan
"Tumben kamu senyum. Mentang-mentang kita sudah lama putus, kamu malah senyum sama cowok lain. Ingat suamimu di rumah," ujar Rio meledek.
"Yeeh, ge-er. Gue begini karena gue mau kembali kita bersahabat. Dan juga ... gue selama ini sadar. Menjadi istri tentara itu ada suka dukanya. Kalau gue kasih persen nih, sukanya itu 40% dan dukanya cuma 60%. Kenapa persen dukanya tinggi? Karena, suami selalu jarang ada di asrama. Bahkan satu hari dia tidak pernah pulang. Dan sekarang, gue akan ditinggalkan dia bertugas ke Poso. Besok gue harus mengucapkan selama tinggal ke dia. Ingin rasanya kening ini dikecup suami, meninggalkan kenangan yang membekas."
Rio menatap lekat sahabatnya itu dan ia tersentuh ketika mendengar cerita wanita itu.
"Entah dalam berapa bulan, atau ... berapa tahun lagi aku akan ditinggalkan oleh dia. Selama ini aku menyesal telah menyia-nyiakan rentang waktu pernikahanku dengan dia. Aku, yang tidak tahu menahu tentang dia, akhirnya tersadar. Kalau ternyata, aku memang terjebak dalam garis takdirnya dia. Aku pantes berbagi nasib sama dia. Entah kenapa. Tapi cinta sejati itu berlaku."
Rio merasa lega ternyata perseteruan rumah tangga Amelia dan Farhan telah selesai dengan baik. Dan memantapkan diri untuk kembali bersahabat dengan Amelia. Melihat cerita Amelia yang membuatnya sedih dan tersentuh, begitu pun Amelia.
"Maaf ya kalau aku ada salah sama kamu. Mengatakan hal yang membuatmu ganggu. Sekali lagi, maaf, ya," ucap Rio menyesal.
Amelia tersenyum ketika Rio mengajaknya kembali jabat tangan.
"Iya deh." Amelia membalas uluran jabat tangan Rio. "Aku maafin kok. Setidaknya kita kembali bersahabat seperti dulu, kan?"
"Benar, Mel."
"Oh iya, karena kamu menang pertandingan di Dubai, aku bakal traktir lo roti John. Yang super besar. Mau gak?" tawar Amelia.
"Emm ... mau! Tapi ... kita makannya berdua, ya. Kalau bisa, roti John yang super besar. Tambahan daging, keju, telur. Telurnya dikasih banyak juga." Rio jadi girang ketika request berbagai macam topping yang ia mau. Amelia hanya tertawa gelak.
* * *
Keesokan harinya, tepat jam 6.30 pagi, semua prajurit Yonif tempat Farhan bertugas berkumpul di Bandara Halim Perdana Kusuma untuk mengikuti upacara pemberangkatan dalam rangka tugas operasi menuju Poso, Sulawesi Tengah.
Amelia siap dengan pakaian hijau cerahnya itu, baju Persit, yang banyak wanita idamkan. Ia mencari-cari keberadaan suaminya, di antara sekian banyak tentara yang berkumpul di tempat itu.
Ia mencarinya lebih jeli lagi, yang ia cari tentu wajahnya yang ganteng tak ketulungan itu.
Ketika ia menemukan pria dengan tinggi 181 cm itu sedang berdiri di depan auditorium, ia langsung kegirangan bagaikan bertemu dengan ayahnya setelah pulang sekolah.
"Mas Farhan!!" Amel langsung memeluk tubuh tinggi itu, dan seketika terkejut merasakan ada orang yang memeliknya.
"Eh, Amel. Ish, kok kamu makin cantik aja, sih?" Farhan memegang pipi merona Amelia yang cantik karena riasan.
"Aku seperti ini karena mau ketemu sama suami. Aduh, senengnya berkali-kali lipat, deh."
"Oh ya, kamu ikut sama ayah dan ibuku, kan?"
"Tentu, dong. Mereka sedang duduk di sana," jelas Amelia sambil menunjuk arah tempat duduk di sebelah utaranya, bahkan Farhan juga bisa melihat orang tuanya duduk terlemas. "Aku menyuruh mereka duduk, karena terlalu capek kalau disuruh ke sini."
"Orang tuaku memang sudah seperti itu keadaannya. Biarkanlah mereka di situ. Nanti mereka akan tambah sakit bila dipaksakan ke sini," ujar Farhan.
Pria itu terus melihat orang tuanya yang sedang duduk di tempat duduk yang tersedia di depan tenda.
"Rasanya ingin sekali melangkahkan kaki ini untuk mencium kedua kakinya, tapi ... kejauhan," ucap Farhan memelas sambil terus menatap kedua orang tuanya dari jauh.
"Mas. Orang tuamu menitipkan pesan untukmu. Aku akan mengatakannya sebagai gantinya."
Farhan pun memperhatikan.
"Mereka ... tidak mau ada tetesan air mata mengalir di pipimu. Mereka tidak suka bila menangis di depan mereka. Sebaliknya, kamu harus membuat mereka bangga. Dengan kerja kerasmu. Setidaknya, kamu harus membuat mereka tersenyum dan gembira, karena kamu telah berhasil menjalankan misimu ke sana. Lebih senang lagi bila kamu naik pangkat secepatnya. Alih-alih melihat mereka sedih, malah mereka gembira karena hasilmu yang tidak terlalu nihil. Jadi, berdoalah sembari menuju ke sana. Kuatkan doamu, memohon keselamatanmu, juga ... seperti permintaan istrimu yaitu aku, tidak boleh terluka. Sama sekali."
Setelah mengucapkan pesan itu, Amelia pun mendaratkan bibirnya menuju pipinya. Ia mencium pipi sebelah kiri suaminya. Lalu mereka berdua kembali saling menatap lebih lama lagi.
"Makasih, atas petuah yang diberikan padaku. Makasih karena telah menyampaikan ini dari orang tuaku," ujar Farhan lalu mengelus rambut belakang Amelia.
"Aku yang berterima kasih, berkat kamu. Semuanya telah berjalan lancar."
Farhan tersenyum cerah. Demikian juga Amelia.
"Boleh aku memelukmu ... untuk terakhir kalinya?"
Amelia memperbolehkan dan menentangkan tangannya lebar menerima pelukan hangat Farhan.
"Aku berharap setiap hari ingin memelukmu, sebelum aku masuk kerja, bahkan setelah pulang kerja. Ingin sekali. Tapi sudah kukatakan, ini terakhir kalinya aku memelukmu ... sebelum aku berangkat ke Poso," kata Farhan dengan tulus.
Amelia lebih mempererat pelukannya dengan sang suami. Rasanya berat melepas pelukannya. Ingin rasanya memeluk Farhan lebih lama lagi. Andai diperlambat lagi waktu keberangkatannya, ia akan memeluk Farhan sampai puas. Namun waktunya sudah mepet dan para prajurit sudah harus berkumpul untuk medengar pengarahan dari Komandan Operasi atau Dan Ops.
"Jangan lupa makan. Jangan lupa berdoa. Jangan lupa belajar. Jangan lupa jaga kesehatan. Jika ada kesempatan, aku akan meneleponmu. Ya?"
Amelia mengangguk mendengar nasihat Farhan yang sederhana namun penuh cinta itu.
"Aku ... pergi dulu." Farhan pun mencium kening istrinya lama. Amelia dapat merasakan jantungnya berdetak ketika keningnya dicium begitu lama oleh sang suami.
"Jaga dirimu!" teriak Amelia ketika Farhan sudah berada jauh darinya. Ia hanya tersenyum mendengarnya.
Sebelum berangkat, ia dan para prajurit diberikan amanat oleh Dan Ops agar lebih tambah siap di medan perang. Semangat jiwa raga yang tak pernah padam ini tertanam di dalam diri para prajurit tersebut.
Amanat yang mendalam dari Dan Ops ini membuat semangat para prajurit semakin bertambah, termasuk Farhan. Yang siap dengan misi-misi dan strategi ketika sudah berada di tempat.
Setelah memberikan amanat, Dan Ops menyalami para prajurit yang sudah siap diberangkatkan ke Poso. Satu per satu beliau menyalami mereka yang memiliki mental baja ini. Farhan pun ikut mencium tangan beliau sebagai arti semangat.
Para prajurit melangkahkan kaki untuk masuk dalam helikopter.
"Mas Farhan!" Sekali lagi, Amelia berteriak dari jauh memanggil suaminya.
Farhan menoleh, melihat wajah istrinya untuk terakhir kalinya. Istrinya selalu mengucapkan kata semangat pada Farhan, sehingga saat Farhan sudah masuk dalam helikopter, Farhan hanya berharap semoga segalanya berjalan dengan baik-baik saja.
[Sampai jumpa, Mas Farhan. Semoga kita ketemu dalam keadaan yang baik-baik saja.]
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top