Episode 17
***
AYAH dan ibu Farhan masih menunggu kepastian kondisi anaknya.
Setelah memastikan melihat anaknya yang lemah tak berdaya di dalam ruang UGD, mereka berdua keluar dan duduk di ruang tunggu sembari menunggu hasil dari dokter yang menangani Farhan.
Mereka berdua lesu bagaikan tak makan seharian. Mengetahui anaknya yang pingsan terkapar di jalan seolah menganggap barang berharga mereka rusak. Mereka tentu tak mau jika barang berharga yang mereka sayangi rusak total.
Tak lama setelah mereka duduk, dokter yang bertugas di bagian unit gawat darurat beserta para perawat di belakangnya keluar dari ruang UGD. Mengabarkan kondisi Farhan terkini.
"Anda berdua ... walinya Pak Farhan Heriyanto?" tanya dokter yang bernama Afif memastikan.
"Benar, saya bapaknya," ujar Pak Musa memperkenalkan diri.
"Jadi, begini. Kami masih belum bisa mengidentifikasi penyebab Pak Farhan sampai tidak sadarkan diri. Bahkan keadaannya sangat pucat saat dibawa ke sini. Namun, kami berspekulasi, bahwa ia dicekoki obat berdosis tinggi."
"A--apa, Dok? Obat berdosis tinggi?" Pak Musa tidak percaya apa yang dikatakan Dokter Afif itu.
"Kalau dilihat dari keadaannya sih ... biasanya seseorang yang kelebihan dosis, tubuhnya akan terasa tidak karuan dan tidak enak dalam tubuh. Bahkan kami sampai sekarang masih berusaha menemukan jenis obat yang telah tercerna di dalam tubuh Pak Farhan. Untuk sementara, Pak Farhan akan menjalani rawat inap demi kesembuhannya."
"Baik, Dok. Mau anak saya rawat inap atau rawat jalan, tidak apa-apa," kata Pak Musa bersikeras.
"Silakan untuk ke ruang administrasi. Mari ikut saya, Pak, Bu." Perawat yang di belakang Dokter Afif membimbing Pak Musa dan Bu Yatmi untuk mengurus semua administrasi.
* * *
Sementara itu, Erni dan Amelia masih belum menyelesaikan permasalahan yang belum ada titik terang.
"Lo mau menyadari perbuatan lo selama ini? Lo mau menyadari bahwa lo itu jahat?"
Erni rupanya masih menuduh Amelia bahwa dia yang meracuni Farhan. Namun dengan kejujuran hatinya, Amelia ingin membuktikan bahwa dia tidak melakukan hal-hal yang membuat rugi suaminya. Lagipula, dia tidak pernah menemui suaminya juga bertatapan dengannya. Dia juga tidak ada niat untuk meracuninya. Makanya ia ingin membuktikan bahwa dia tidak meracuninya.
"Jika lo mau menuduh gue hanya dengan bukti konkret itu, sebaiknya lo lihat dulu apa yang sudah lo perbuat pada suami gue?"
Erni sedikit memiringkan kepalanya, menunjukkan sifat kelicikannya. "Berbuat apa? Gue gak berbuat apa-apa."
"Lo desak dia untuk cerai, dan ketika rumah tangga kami baik-baik saja, lo dengan berani mengancam dia juga mengirimkan kaki palsu yang menyerupai aslinya. Menurut lo, itu sedikit berlebihan?"
"Sejak kapan lo berani menuduh gue? Gue enggak bersalah apa-apa."
"Karena gue barusan SMS dengan dia!! Semua tuduhan yang lo layangkan ke gue bakal berimbas ke lo!"
"Buktinya mana?" tanya Erni melipat tangannya ke dada.
Amelia mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan pesan obrolan miliknya dengan Farhan yang lagi-lagi membuat Erni tidak percaya.
"Yang benar saja! Waras ya lo? Kenapa tiba-tiba kalian jadi akrab? Bukannya kalian saling membenci?"
"Benar! Dari awal kami saling membenci. Dan berkat lo, gue bisa dekat dengan suami gue. Dengan ancaman-ancaman yang lo buat ke gue dan dia. Terima kasih!" ucap perempuan itu dengan lantang. "Kami saling memberikan keamanan dari perempuan kurang ajar seperti lo!"
"Bukannya lo punya pacar?"
"Jangan ikut campur lo ya!"
Amelia dengan berani mendorong tubuh ramping Erni dan terperosok ke bawah aspal jalanan. Erni menghela napas beberapa kali tercengang. Tindakan anarkis wanita ramping tersebut membuat Erni naik emosi. Tentu saja setelah dirinya terjatuh dengan dorongan kuat dari Amelia.
"Dasar wanita tidak tahu diri, ya. Mentang-mentang lo dorong orang cantik sejagad raya ini, malah tidak ada rasa kasihannya lagi. Emang saat kecil lo makannya tulang ikan?" Erni meledek sembari memposisikan kembali tubuhnya berdiri di hadapan Amelia setelah terperosok.
"Lo yang tidak tahu diri. Lo sudah menuduh gue pembunuh. Malah lo perparah lagi dengan berbagai macam tuduhan yang lo layangkan ke gue. Gak ada yang bakal konkret dengan itu semua. Gak ada," ujar Amelia nyaring.
"Baiklah. Kita tukaran posisi aja. Gue yang sebagai pembunuh. Lo akan gue bunuh hari ini."
Erni menatap Amelia tajam dan kembali mendekati perempuan berjaket tudung merah muda tersebut.
"Kenapa? Takut? Takut ama gue?" Erni memperlihatkan kembali senyum liciknya. Ia berbisik. "Benar. Gue yang mencoba membunuh suami lo. Gue lakukan ini biar dia jera. Karena tidak mendengar nasihat gue."
Amelia menatap wanita di hadapannya.
"Ah, gue lupa. Sebenarnya penyebab rumah tangga kalian rusak itu adalah lo. Lo sendiri. Tega bener ya. Lo lakuin ini demi menghindari Farhan, dan sekarang lo sadar sama kelakuan lo dan mau kembali sama dia. Itu masuk akal?"
Amelia balik menatap lekat Erni dan kedua wanita itu saling menatap lekat.
"Berhenti mengganggu Farhan," ucap Amelia pelan.
"Pergi saja dari sini. Dari kehidupan Farhan. Gue bantu." Erni berujar dengan suara yang seperti mengancam seseorang. Ancamannya ini kepada Amelia yang pikirnya menjadi dalang utama rumah tangga Farhan hancur dan membuat Farhan menderita.
Sejujurnya Erni tak perlu melakukan itu. Tapi karena ini sudah kelewatan dan dia selalu diabaikan oleh Farhan yang notabene masih ada rasa suka sama pria itu, makanya Erni menghalalkan segala cara agar mereka berpisah.
Tetapi ketika mereka tidak berpisah dan malah bekerja sama untuk melindungi diri dari Erni yang tingkahnya sudah kelewatan, malah Erni melakukan hal lebih ekstrim yakni mengirimkan beberapa paket mengerikan dan tentu saja melanjutkan misi pemisahan dua insan tersebut.
Dan Erni memang meracuni Farhan karena dirinya merasa terabaikan dan merasa tidak dianggap. Memberikan efek jera, jalan satu-satunya ialah membuat Farhan tambah menderita dan membuat Amelia seolah-olah adalah pelaku sehingga mereka bisa berpisah.
"Memakai cara busuk seperti itu demi laki-laki seperti Farhan ... lo tuh harusnya malu. Memangnya gue akan dicemooh ketika gue disudutkan bahwa gue pelaku? Niat lo memisahkan gue dari dia sudah kelewatan, tau gak. Dan lo membuat Farhan hampir mati supaya lo bisa deketin Farhan lagi? Lo harus seperti itu?"
"Toh, tidak ada jalan lain lagi."
Tanggapan Erni membuat Amelia gundah. Bagaimana bisa ada wanita seperti itu, melakukan hal ekstrim demi seorang pria? Tidak ada wanita yang melakukan hal seperti itu. Hanya Erni saja yang begitu.
"Sekarang lo paham, bagaimana gue seperti ini?"
Amelia tidak menjawab. Hanya menatap wajah Erni yang sudah beringas.
Ketika ada sebuah mobil yang melaju dari arah kiri mereka, Erni memanfaatkan kesempatan ini untuk membunuh orang selanjutnya. Setelah Farhan.
Mobil itu tidak tepat melaju ke arah mereka, melainkan seperempat jarak mereka ke depan. Erni langsung mendorong tubuh Amelia lurus ke depan, sampai jarak seperempat.
"Apa yang lo lakukan? Lo gila?" Amelia justru panik ketika tubuhnya didorong keras oleh Erni.
"Makanya kita tukar posisi. Sekarang gue akan menghilangkan orang licik seperti lo. Meski nanti Farhan akan mati, lo juga akan ngikutin dia. Iya, kan?" Erni berujar lalu mendorong Amelia kembali seperti psikopat yang sedang membunuh korbanmya.
"Erni, hentikan!"
Amelia mencoba memberontak, namun Erni sudah dikuasai aura jahat dan malah mencengkram kedua bahu Amelia dan mendorongnya kembali ketika mobil matic putih itu melaju kencang.
"Mau apa lo sekarang, hah? Lo gak bakal berbuat apa-apa lagi," ucapnya lalu diikuti tawaan jahat khas Erni.
Amelia hampir berada tepat ke arah mobil yang sedang melaju kencang menuju tempat parkir dalam rumah sakit.
Arahnya sudah semakin mendekat hingga Erni mengeluarkan tenaga kuatnya mendorong tubuh Amelia tepat saat mobil itu melaju kencang.
Karena jaraknya yang sudah tidak jauh lagi membuat pengemudi mobil itu tidak menyadari ketika ada seseorang yang akan ditabrak.
Mereka sudah tidak berkulik dan membiarkan itu terjadi.
Mobil yang melaju hampir 50 km/jam tersebut menabrak Amelia dan terlempar sejauh satu meter hingga ia terkapar di jalan dan mulai mengeluarkan darah segar di kepalanya.
Tentu saja mobil itu berhenti ketika mulai menyadari menabrak seseorang.
Erni yang hanya menyimak kejadian naas itu tampak tidak bersalah dan berbalik menuju gerbang keluar rumah sakit. Ia melangkahkan kakinya dan berlagak seolah seperti orang biasa.
Sementara orang-orang lain yang ada di sekitar rumah sakit langsung menghampiri tubuh Amelia yang masih terkapar di jalanan akses ambulans RS.
Ada yang menanyakan keadaannya ketika mata itu masih belum terpejam, ada juga yang panik dan teriak-teriak memanggil tim medis. Dan lainnya banyak reaksi orang-orang yang menghampirinya.
Amelia sendiri tidak mengetahui keadaannya akan seperti apa. Tentu saja ia akan ditolong. Namun, ia akan hidup?
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top