Episode 15

*** 

BEBERAPA hari telah berlalu, namun Amelia mulai memantapkan niatnya.

Kala itu, dia menyesal terhadap kebaikan Farhan padanya. Mungkinkah pikiran Amelia terbuka dan menerima Farhan sepenuhnya?

Amelia menelepon suaminya diam-diam di kamar. Namun yang ada teleponnya tidak aktif, sehingga memutuskan bicara lewat pesan suara.


(Mas Farhan ... ada yang mau kukatakan sama kamu. Jujur, aku sangat ingin pindah ke unit apartemen kamu. Bukan karena unitmu sangat bagus ditempati. Cuma ... karena rasa kasihan aja. Bahkan temanku, Yuna udah pusing dengan keberadaanku di rumahnya. Jika kamu bertanya kenapa aku memantapkan diri untuk kembali, itu karena ancaman yang selalu datang kepadamu.

Sebenarnya ... beberapa waktu lalu, aku didatangi mantan pacarmu yang namanya Erni itu. Aku mendapat paket yang berisi tikus mati dan darah di boneka lalu ada pisau kecil yang menancap di boneka teddy bear itu. Aku sangat takut sampai tidak bisa konsisten menjalankan tugas jaga malam di RS. Makanya aku memutuskan untuk mengakhiri hubunganku dengan Rio dan ingin kembali padamu. Tapi ... niatku ini semata-mata demi melindungi kamu. Aku hanya takut terjadi apa-apa sama kamu. Aku akan memaksakan hatiku untuk ke sana. Maaf jika sikapku tiba-tiba berubah. Mas, jika mendengar pesanku ini, tolong segera respon ya. Aku mohon padamu.)


"Sedang apa kamu? Bicara sendiri begitu?" 

Yuna membuka pintu kamar dan mendapati Amelia yang sedang menelepon sembari duduk di pojok tempat tidur. Sontak Amelia berbalik hingga membuatnya kaget.

"Ih, kamu. Kenapa 3enggak ketuk dulu pintunya? Dikira setan," ucap Amelia terus mengusap dadanya.

"Maaf deh, maaf. Oh iya, kamu mau ke kafe?"

"Kafe? Jam 8 malam?" ucapnya nyaring. "Bisa."

"Kenapa jadi ragu-ragu gitu, sih? Ganti baju cepetan. Daripada kita di rumah gabut," pinta Yuna lalu menutup pintu kamar dan memberikan kesempatan bagi Amelia untuk berpakaian secepatnya.

*** 

Yuna dan Amelia memilih santai sejenak melalui semua kegabutan rumah di kafe Dua Lima. Kafe tersebut lokasinya sedikit lebih dekat dari rumah sakit Sukabaru, di mana adik Yuna koas di situ. Sengaja Yuna memilih tempat itu juga ingin menunggu adiknya keluar RS untuk saling sapa.

Meski mereka tujuannya untuk menghilangkan kegabutan, mereka masih saja bungkam tanpa bicara. Mereka malah melirik ponsel masing-masing.

Pelayan laki-laki yang membawa pesanan cappucino latte juga mocha latte hingga membuat mereka tak menatap layar ponsel lagi.

Mungkin mereka hanya menunggu pesanan yang belum kunjung datang, sampai Yuna pun membuka obrolan.

"Kamu ... tadi bicara sendiri, kenapa?"

Amelia menyesap mocha latte-nya sebentar lalu menanggapi pertanyaan Yuna. "Enggak kok, Yun. Cuma ... aku merasa kurang enak pada kamu yang selalu memintaku pulang ke suamiku."

Yuna menyimak lalu Amelia kembali menyesap minumannya seraya melanjutkan ucapan. "Aku ingin sih pulang menemui suamiku. Cuma yah ... hatiku belum mengizinkan. Entah kenapa hatiku seolah teringin untuk lebih membencinya."

"Kamu pernah cerita ke aku 'kan kalau kamu pernah suudzon sama suami kamu?"

"Iya aku anggap dia itu bodoh. Lagipula dia juga sendiri bilang. Dia tak ada rasa sama aku dan katanya dia pakai skenario supaya dia tak mengecewakan orang tuanya. Maksudnya ... haruskah seorang pria baik diperalat seperti itu? Apa dia takut sama orang tuanya?"

"Mungkin, bisa saja sih, suamimu itu tidak bisa melenceng apa kata orang tuanya. Setiap keinginan orang tua ke anaknya itu tidak akan pernah salah, loh. Pasti kamu dipilih sebagai istrinya Kak Farhan karena memang kamu pantas. Pun kalian tidak melakukan pendekatan karena dorongan kalian tak berfungsi sama sekali. Kalian malah berpikir bahwa kalian bisa memilih sesuka hati, lalu membiarkan pernikahan itu terjadi. Hingga, kamu menyesal telah mengikrarkan janji pernikahan. Dan kamu kesal karena dia bodoh melakukan skenario."

"Jujur, dia bisa saja bilang kalau dia tidak mau sama aku. Tapi, dia sengaja melakukannya sampai aku telanjur menjadi istrinya. Dan aku pikir dia seperti itu supaya aku akan dipermainkan lagi oleh skenario atau drama yang dibuat pria bodoh macam dia. Tapi yang kulihat sekarang, dia menjalankan kewajibannya sebagai suami. Menafkahi aku, mencoba untuk menyayangiku dan sebagainya. Itu yang membuat pandanganku berubah dan aku menyesal karena tidak melakukan pendekatan padanya."

"Jadi, kamu mau kembali sama Kak Farhan?

Pertanyaan Yuna membuat Amelia ingin tanya balik ke dirinya sendiri. Apa iya harus kembali pada suaminya? Tetapi rasa cinta itu belum tumbuh dari dalam hatinya. Dia tak mau mengikuti egonya yang membuat dirinya rugi.

Amelia menghela napas sambil menyesap minumannya yang sudah setengah habis. "Ditunggu saja waktu yang tepat. Aku memang memandang dia jadi orang baik, tapi aku tak mencintainya, terus gimana?"

"Dia suami kamu. Usahakan untuk cintai dia," saran Yuna.

"Tapi 'kan ..."

"Mana ada seorang istri yang tidak mencintai suaminya sendiri? Paksakan dirimu. Walau kamu masih tidak cinta dan tidak ada rasa suka sama dia, ya setidaknya pandang dia sebagai orang baik. Anggap dia temanmu. Oke?"

Saran yang dilontarkan Yuna memang cukup ampuh. Tetapi lagi-lagi Amelia masih belum bisa membuat hatinya goyah. Dia menginginkan cinta yang tulus. Dia harus membuat alasan ke dirinya sendiri, kenapa dia tetap memaksa dirinya untuk kembali sementara dia masih belum ada rasa cinta dengan Farhan?

*** 

Rutinitas lari atau sesekali jogging memang menjadi salah satu aktivitas hidup sehat yang dijalani Farhan. Dan kali ini ia akan mencoba untuk jogging di malam hari yang diyakini bermanfaat untuk tubuh, sebagai peningkatan aktivitas enzim juga fungsi otot.

Melengkapi aktivitasnya, ia siapkan ponsel yang ditaruh di lengan dan sudah disetel aplikasi penghitung jarak seberapa jauh dirinya jogging. Juga berapa kalori yang telah dibakar dalam tubuhnya.

Sebelum melakukan jogging, dia sempat menyeduh kopi pemberian sahabatnya.

(Mas bro, silakan minum kopi yang kukirim ke apartemenmu ya. Selamat menikmati.)

Kopi rasa matcha yang dikasih sahabatnya memang nikmat dinikmati malam hari. Terlebih ada serbuk putih yang diyakini sebagai pelengkap atas foam yang dibentuk saat kopi itu terseduh. Dia yakin bahwa itu adalah gula halus yang dipakai sebagai pemanis roti.

Kopi itu dihabiskannya kurang dari 10 menit. Dan setelah ia keluar dari kamarnya, dia meninggalkan gelasnya yang sudah kosong namun masih ada bekas foam juga serbuk-serbuk kopi bubuk yang tak bisa dilarutkan sempurna.

Dia keluar dari gedung apartemen dan yang dilakukannya pertama adalah jalan kaki biasa alih-alih jogging. Tentu saja dia ingin menciptakan waktunya di tempat yang membuatnya nyaman.

Sesampainya di alun-alun kota yang jaraknya kurang dari 3 km dari gedung, dia memulai menaikkan tempo jalannya menjadi lari-lari kecil. Tentu saja dengan penyesuaian. Mana mungkin dia berlari yang membuat jantungnya berpacu cepat?

Di ponselnya telah menunjukkan kalorinya terbakar 23 kkal. Dan kondisinya kini banyak peluh membasahi tubuhnya. Bahkan tank top yang ia pakai sekarang basah oleh keringat yang menggenangi.

Jarak tempuh larinya juga sudah cukup, maka ia memberikan kesempatan bagi dirinya untuk istirahat.

Dia duduk di taman yang dipenuhi bunga anggrek juga dipenuhi oleh keramaian orang-orang sekitar yang kebetulan sedang berjalan-jalan di alun-alun. Memang, di tempat itu orang-orang bisa melakukan banyak hal, termasuk olahraga ringan seperti yang dilakukan Farhan saat ini.

Di sela-sela istirahatnya, tiba-tiba ada pesan suara masuk dari dalam ponselnya.

Dia meraihnya dari lengannya lalu membuka pesan suara tersebut.

[Siapa yang mengirimkan pesan suara ini ya?]

Dia mulai mendengar pesan suara tersebut.

[Ancaman? Amelia memperingatkan aku terhadap ancaman?]

Apa yang dimaksud? Erni?

Memang, Erni belakangan ini sudah semakin kurang ajar terhadap dirinya. Farhan bahkan sudah bersikeras untuk tidak cerai dari Amelia dan Erni malah ingin rumah tangga mereka hancur.

Dengan mengirim tikus mati, boneka berdarah, pisau berdarah, dan sebagainya. Bukan cuma kepada dia tapi ke istrinya.

Dia mengetahui hal tersebut. Awalnya Farhan ingin melaporkannya pada pihak berwajib, hanya saja dia kasihan pada Erni yang cuma butuh kasih sayang dari seorang laki-laki. Makanya dia membiarkannya, meski paket yang terakhir dikirimnya sudah sangat parah. Farhan bahkan tidak tahu ingin dibuang ke mana semua paket mengerikan dari Erni. Nanti banyak desas-desus beredar kalau Farhan ternyata berhati busuk.

Kenapa bisa paket itu masuk ke unitnya? Siapa yang menghancurkan sistem keamanan apartemen?

Farhan tentu mengkhawatirkan istrinya yang juga menerima paket misterius dari Erni.

[Wanita itu mulai meresahkan. Dia terobsesi kepadaku. Sampai harus menerorku juga Amel. Apa yang harus kulakukan sekarang?]

Setelah energinya terkumpul kembali, Farhan bangkit dari tempat duduk beton lalu kembali menuju apartemen.

Ia berlari kecil sembari memikirkan istrinya yang terakhir keberadaannya di rumah Yuna. Namun tak tahu alamatnya di mana.

Beruntung sebelum meninggalkan alun-alun, dia membalas pesan suara itu dengan menanyakan alamat rumah Yuna. Tinggal menunggu balasan dari istrinya.

Dia hampir memasuki gedung apartemen. Dia menurunkan tempo larinya dan berjalan seperti biasa.

Hingga, hal yang tidak pernah diduga-duga pun terjadi. Entah kenapa jantungnya mulai cepat berdetak juga tangannya mulai membiru.

Farhan merasa seolah ingin muntah. Matanya mulai bergoyang tidak karuan. Dia berhenti di sebuah jalan yang sepi pengendara. Bahkan jarak menuju apartemen masih jauh.

Dia merasakan tubuhnya refleks juga kepalanya yang mulai pening.

Tubuhnya yang refleks pun mulai ambruk dan busa putih menyeruak di mulutnya.

Meski tubuhnya ambruk di jalan, dia masih dapat melihat sesuatu. Lama kelamaan pandangannya mulai buram ketika efeknya mulai terasa.

[Kenapa ... kenapa aku bisa pingsan begini? Siapa yang membuatku seperti ini? Siapa?]

Farhan tak bisa menahan apa yang terperangkap dalam tubuhnya. Tubuhnya mulai menggeliat seperti cacing yang diinjak.

Busa putih yang ada dalam mulutnya keluar lebih banyak dan tersembur keluar. Hingga tak lama, Farhan pun memejamkan matanya dengan tangan tertoreh di lantai.

Ponsel yang dipegangnya juga jatuh tepat di depannya. Dan tepat saat itu, sebuah SMS muncul di notifikasi ponselnya.

"Mas Farhan jemput aku di wilayah Gambir. Kompleks Permata Sari Blok B No. 7. Di situ aku tinggal. Aku tunggu ya, Mas."

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top