Episode 10
***
MERTUA Farhan datang ke apartemen untuk beres-beres barang yang belum diatur. Beruntung ada bala bantuan. Memang ada banyak barang rumah tangga yang perlu diposisikan ke bentuk semula.
"Jujur saja, nak. Ayah sudah muak dengan sikap Amelia yang masih kekanak-kanakan. Bukannya dia bantu-bantu sebentar." Yusran tampak meluapkan kekesalannya.
"Bisa saja dia sedang mempersiapkan ujiannya. Wajarlah dia enggak sempat ke sini, bantu-bantu."
Farhan yang juga sedang mengangkat meja bersama Yusran, tersenyum dan membela istrinya yang mungkin sedang sibuk sampai tidak menyempatkan waktu.
Mendengar itu, Yusran semakin emosi. "Ya tapi setidaknya muncul dong ke sini, bantu-bantu. Tuh, ibunya aja udah kebablasan masak semuanya sendiri. Anak yang tak tahu keadaan," lanjut Yusran terus emosi sambil menunjuk istrinya yang sedang memasak di dapur, sesekali melihat sang istri terus menyeka keringat.
"Jika ingin menjadi dokter memang seperti itu, ayah. Terkadang ilmu di otaknya tidak boleh hangus, harus mengulangi studi kasus yang pernah dipelajarinya, dan segala macam," ucap Farhan dengan suara beratnya yang khas.
"Tapi itu anak harusnya tahu sudah punya suami. Bukan menganggap dirinya masih lajang," gerutu Yusran lalu menghentakkan kaki meja begitu telah sampai di ruang makan.
Makin lama, Yusran melihat Farhan semakin kasihan. Ditambah unit apartemen yang sepi tanpa kehadiran Amelia. Lihat saja Farhan terus menyeka keringatnya.
"Istirahat dulu, nak. Pasti capek mengangkat semua ini sendiri. Kamu angkat semua barang sudah dua jam loh."
"Enggak apa-apa, kok, ayah. Itu, barang-barang masih banyak. Aku bisa angkat," kata Farhan bersikeras.
"Tapi setidaknya jangan paksakan dirimu. Kamu juga butuh istirahat," tutur Yusran memegang pundak menantunya tetap menyuruhnya istirahat karena merasa tidak enak saat melihat menantunya yang ngos-ngosan.
"Nah, kalau udah fit lagi, kamu boleh angkat sisanya lagi. Nanti ayah akan bantu."
Farhan juga sadar kalau jantungnya berpacu cepat. Mungkin sebaiknya ia butuh istirahat sebentar.
Dia tersenyum dan mengucapkan terima kasih untuk saran dari ayah mertuanya yang telah peduli tentang dirinya.
Yusran sedang menuju kulkas untuk mengambil jus jeruk. Sementara itu Farhan yang sedang menuju kamar, tiba-tiba ambruk merasakan sakit di bagian perut bawahnya. Dia merasakan seperti peluru tajam menembus perutnya.
Wajah Farhan menunjukkan ekspresi meringis. Farhan tak dapat membendung bagaimana rasa sakit itu semakin terasa di bagian bawah tubuhnya
Yusran mendadak panik dan bergegas menghampiri Farhan yang jatuh tergeletak di lantai. Yusran segera membantu Farhan bangun.
"Nak, kamu kenapa? Sakit bagian mana?
"Tidak, tidak apa-apa. Farhan tidak apa-apa, Yah." Bersikeras dirinya baik-baik saja, namun ia masih terus meringis kesakitan.
"Di bagian ... di bagian mana sakit, Wan?"
Yusran melihat kedua tangan Farhan yang terus mengcengkram perut bagian bawahnya.
"Biar ayah lihat. Tahan ya, nak."
Yusran mencoba membuka kaos oblong putih yang dipakai Farhan dan memperlihatkan bagian yang sakit tersebut. Yusran melihat bekas luka seperti bekas ditembak oleh peluru dengan jarak kurang lebih 30 m. Seperti tembus langsung dari dalam tubuhnya.
"Bekas tembakannya parah sekali," batin Pak Yusran.
"Sebelumnya kamu pernah ditembak?"
Farhan masih meringis saat ditanyai oleh Yusran.
"Kalau itu, Farhan tidak tahu, ayah."
Dia lupa dengan apa yang ditanyakan oleh Yusran. Sebelumnya memang sudah beberapa kali ia kena tembak. Hanya saja lukanya itu akan sembuh dalam benerapa bulan. Namun entah kenapa bekas luka itu muncul kembali dengan rasa sakit yang amat sangat dan tidak bisa ditahannya.
"Kenapa ya kira-kira?" ucap Yusran menerka-nerka.
"Farhan mau ke kamar dulu."
Masih menggenggam perutnya yang memiliki bekas luka tersebut, Farhan berjalan ke kamarnya dengan langkah kakinya yang gontai.
[Keterlaluan Amel. Dia enggak tahu kalau suaminya sedang sakit begitu?]
* * *
"Bro. Lo napa dah sakit gini? Sebelum garjas, lo malah terbaring di tempat tidur?"
Letda Surya, teman dekat Farhan berkunjung ke apartemen pada malam hari. Tetapi dia justru mendapati Farhan sedang sakit dan terbaring di kamar tidurnya.
"Istri lo mana?" tanya Surya saat pandangannya berpencar ke mana-mana dan tak ada satupun melihat seorang wanita di rumahnya.
"Dia sedang koas," ujarnya lemah namun tetap memancarkan senyumnya.
"Akhir-akhir ini gue gak pernah lihat istri lo. Seolah-olah diri lo itu jomblo. Memang istri lo sesibuk itu, ya?"
Farhan terdecak tertawa mendengar ucapan temannya yang mengatakan dirinya jomblo.
"Istri aku memang gitu. Sibuknya juga minta ampun. Begitulah, dia mau ujian jadi dia ingin giat sebelum minggu tenangnya."
"Oh iya ... soal acara itu. Lo sudah bujuk istri lo untuk datang? Soalnya ini acara penting," ucap Surya ragu-ragu.
"Sedang aku usahakan. Semoga dia bisa datang. Intinya semoga jadwalnya enggak padat."
Farhan tersenyum seperti bunga mekar, wajah Farhan seolah hidup dengan senyuman hangat. Terlebih dengan pipinya yang agak berisi. Menambah ketampanannya. Membuat Surya sedikit iri.
"Hei, lo. Jangan senyum gitu, ih. Buat gue iri, tau gak," ucap Surya nyeleneh.
"Lo teman atau bukan, sih?"
"Waduh, yang benar saja! Si ganteng dah berubah ternyata. Lo bisa pakai bahasa gaul gitu, ya?" Surya sangat bersemangat Farhan mulai menggunakan informal. Padahal Farhan sering bicara formal padanya.
"Aku 'kan banyak belajar dari kamu. Aku terlalu banyak mengikuti ajaran sopan santun dengan orang tuaku. Jadi, apa salahnya sesekali mengikuti kamu?"
"Astaga. Itu sebabnya lo dikenal sebagai tentara yang baik dan ramah."
"Tapi, kalau dapat tugas, ya harus berani dan tegas," kata Farhan mengepalkan tangannya ke atas seolah mendapat pundi-pundi semangat dari dalam dirinya.
"Betul banget, Bro!" Surya mengajak Farhan ber-high five dengan penuh semangat.
"Bro, biar lo cepat sembuh, nih makan buah yang gue beli. Buah apel ini bisa bikin tubuh lo bangkit lagi."
Surya memberikan apel merah pada Farhan dan apel hijau untuknya.
"Ini sudah dicuci, 'kan?"
"Tentu, dong. Gue belinya di toko buah higienis. Jadi, semua sudah dicuci bersih."
Surya dan Farhan kompak makan apel dengan cara masing-masing. Jika orang biasa--seperti Farhan-- makan buah apel dengan langsung memakannya bersama dengan kulitnya, beda dengan Surya yang harus potong apelnya jadi dua untuk bisa memudahkannya makan.
"Kenapa dipotong lagi? Kan bisa dimakan langsung."
"Biar mudah gue makannya. Kan gigi gue agak lemahan."
"Pergi ke dokter gigi kalau merasa gigimu bermasalah," ucap Farhan peduli.
"Iya deh, Bro." Surya menepuk pundak Farhan menerima saran temannya itu.
***
Jam 8 malam, tepat setelah Farhan menyelesaikan ibadah isya-nya, ia kembali membaringkan dirinya di ranjang. Kini dia sedang menyandarkan dirinya di kepala ranjangnya.
Belum terpikirkan olehnya dari bekas luka yang ada di perutnya itu. Seperti kata Yusran memang itu adalah bekas tembakan. Tapi ia tak tahu kapan dan di mana tepatnya dia ditembak.
Namun yang dia tahu, dia pernah menyelamatkan seorang gadis 18 tahun dari penculik saat menjalankan operasi penyelamatan sandra. Detail pastinya belum tahu.
Gadis itu tak tahu siapa. Dia berniat ingin membalas budi, tapi mana bisa? Rupa gadis itu juga tidak dia hapal.
[Gadis itu mengalami trauma? Bagaimana keadaannya sekarang?]
Kembali ia menundukkan kepalanya, melihat sebuah foto di tangannya. Farhan mengelus foto pernikahannya dengan Amelia dan matanya tertuju pada Amelia yang memakai gaun pernikahan putih dan riasan yang cantik terlihat. Farhan bisa saja memiliki segala cara untuk membujuk Amelia pindah ke apartemen, namun dia tahu bahwa selama ini dirinya merasa bersalah sebab terus membuatnya marah.
"Mel. Kamu boleh anggap aku orang bodoh. Namun, aku tetap menunggu kepastian darimu. Jika memang kamu tidak tahan dengan kebodohanku, silakan kamu boleh lakukan semaumu. Menceraikanku saja boleh. Aku akan izinkan."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top