Bab 4 | Kesepakatan
"Proyek besar apa yang sebenarnya ingin kau tunjukkan kepadaku?" tanya Adedi.
Kali ini Putra Nagarawan mengajaknya ke sebuah tempat yang sangat jauh. Setelah mencukur rambut, kumis dan jambangnya, Adedi kemudian diberi pakaian baru. Mereka diajak ke sebuah pulau dengan menggunakan helikopter. Pulau tersebut ada di daerah pulau reklamasi yang ada di Jakarta, pulau itu bernama Pulau Epsilon. Pulau ini ada di paling utara dengan luas sekitar 5 hektar. Meskipun kecil, tetapi pulau buatan ini sekarang dibangun sebuah fasilitas yang besar.
Dari atas, mereka bisa melihat fasilitas tersebut seperti pabrik, tetapi tidak jelas apa yang ada di dalamnya. Beberapa orang juga tampak berjaga di tempat tersebut, seperti satuan penjaga keamanan. Helikopter mereka pun akhirnya mendarat di sebuah helipad yang berada di tengah fasilitas. Keduanya lalu masuk ke dalam fasilitas tersebut dengan menggunakan lift yang sudah disediakan.
Lift tersebut menurun dan terus menurun. Adedi tidak pernah menghitungnya. Hingga akhirnya mereka sampai di tempat yang paling dasar dari fasilitas tersebut. Pintu lift terbuka setelah mereka sampai di lantai yang dituju. Di sini ternyata ada fasilitas yang sangat besar. Adedi melihat dengan mata kepalanya sendiri mesin-mesin yang siap untuk berproduksi. Dan juga ada banyak orang yang sedang bekerja lalu lalang di tempat itu.
"Ini adalah cikal bakal kerajaanku. Kamu tahu di awal tahun 2000-an manusia mulai berlomba-lomba menciptakan machine learning? Artificial Intelegence sudah bukan hal yang baru dewasa ini, tetapi membuat machine learning adalah hal yang menjadi tolok ukur kegeniusan dan kebonafidan seseorang di era itu. Era sekarang ini dunia sudah mulai berubah, bergeser menjadi produk dari sebuah machine learning. Dan machine learning sekarang telah menjadi artificial consciousness atau kita menyebutkan kesadaran buatan. Jauh melebihi machine learning dan artificial intelegence."
Putra Nagarawan menoleh ke Adedi. Lelaki itu sepertinya tidak terkejut dengan apa yang disampaikannya.
"Kau tidak terkejut dengan kata-kata artificial consciousness?" tanya Putra Nagarawan, "itu mengindikasikan satu hal, kau pernah tahu atau kau melihatnya."
Adedi mengangguk.
"Aku mendengar nama seseorang dari lubuk hatimu yang paling dalam. Dahlia?"
Adedi terkejut ketika Putra Nagarawan mengetahui nama itu. "Darimana?"
"Aku sudah katakan, aku punya kemampuan yang unik. Aku bisa mengetahui apa yang dipikirkan oleh orang lain," terangnya.
"Tidak banyak orang yang tahu tentang gadis itu. Dia korban dari komplotan Mochtar dan kawan-kawannya. Seberapapun berat perjuangan kami untuk memberangus mereka, tetap saja mereka ada di mana-mana. Kawanan mereka lebih banyak dan bersembunyi di kegelapan malam seperti semut hitam yang berjalan di atas batu," kata Adedi dengan penuh emosi.
"Kau tak perlu khawatir. Aku sudah berjanji kepadamu, apapun yang kau khawatirkan akan aku singkirkan. Aku punya kuasa dan aku juga punya uang. Aku akan bantu apapun yang kau inginkan, asalkan kau mewujudkan keinginanku," kata Putra Nagarawan sambil merangkul Adedi.
"Bagaimana kalau aku menolak?" tanya Adedi, "maksudku kalau tiba-tiba saja aku pergi dan tidak mau kerjasama lagi denganmu."
Putra Nagarawan mendesah. "Tak masalah. Aku bisa melakukannya sendiri, tapi waktunya akan sangat lama. Sebab, aku bukan orang seperti kamu yang bisa berbicara dengan mesin, bisa mengatur mereka sesuka hati. Aku hidup dalam waktu yang lama, Adedi. Sudah aku lihat semua hal yang tidak seharusnya aku lihat, sudah aku alami ratusan peristiwa yang bahkan tidak pernah kau alami sebelumnya. Aku pernah hampir mati, tetapi nyatanya aku masih hidup. Satu hal yang pasti dan aku ingin kau pegang hal ini. Seandainya kau melihat aku sudah melewati batas atau kita sudah bertentangan dan berbeda jalur dari prinsip-prinsip hidup kita, silakan. Silakan saja kau habisi aku, kau lawan aku, terserah mau pakai cara apapun."
Pikiran Adedi berkecamuk. Dia paham orang yang ada bersamanya sekarang ini bukanlah orang biasa. Seseorang yang memiliki kekuasaan, bukan hanya kekuasaan dalam arti jabatan, tetapi juga kekuatan yang bisa menaklukkan apa saja. Orang seperti ini harus memiliki hati yang bersih dan kuat. Satu hal dari lubuk hati yang paling dalam menganggap Putra Nagarawan orang baik adalah orang ini sangat nasionalis. Dia sangat mencintai negara ini dan rasa keadilannya sangat tinggi. Tidak diragukan lagi.
Dari kemarin dia sudah memeriksa latar belakang Putra Nagarawan. Tanggal lahirnya tidak diketahui. Hal tersebut memang dia sembunyikan rapat-rapat dari siapapun. Namun, kalau dari perkataannya dia sudah hidup lebih dari seratus tahun, itu mungkin saja benar. Yang perlu dilihat adalah sepak terjangnya selama ini. Dia orang yang sangata dermawan. Punya lebih dari sepuluh lembaga amal, dia juga sering melakukan kegiatan kemanusiaan, jadi orang pertama yang berada di tempat bencana dan orang nomor satu yang tidak takut mengkritik para pejabat dan pemerintahan yang tidak benar. Saat menjadi presiden perekonomian Indonesia menjadi yang paling baik, ekspor melesat dan rupiah menguat. Bahkan, dia dijuluki sebagai presiden terbaik selama negara ini berdiri. Sayangnya, hal itu tidak selamanya mulus.
Musuhnya dari kalangan politik tidaklah sedikit. Kebijakannya yang merugikan oligarki membuat Putra Nagarawan dimusuhi oleh banyak orang. Terutama para pengusaha konglomerat yang bercokol di negeri ini. Satu-satunya perusahaan yang sejalan dengan kebijakannya adalah Mugen Technology. Putra Nagarawan juga beberapa kali dibantu oleh Faiz Hendra Wijaya untuk mengerjakan proyek-proyek pemerintah. Termasuk salah satunya Super Human Soldier. Sayangnya, proyek tersebut malah disalah gunakan oleh orang dalam pemerintahan untuk dijual kepada negara-negara lain yang iri terhadap proyek besar ini. Di akhir masa jabatannya saat ini dia benar-benar tidak berkutik, sehingga pemilu sekarang dia tidak mendapatkan jatah untuk maju menjadi kandidat presiden berikutnya.
"Apakah Anda benar-benar ingin membangun negeri ini?" tanya Adedi, "apakah itu satu-satunya alasan kita melakukan semua ini?"
"Iya, apalagi? Kau sudah tahu semua rahasiaku...well, tidak semua. Setidaknya rahasia terbesarku sudah kau ketahui. Biar lebih lengkap aku beritahu siapa nama ayah dan ibuku. Ibuku bernama Galuh Savitri Devi dan ayahku bernama Agi Syahputra. Keduanya pasangan yang serasi pada zaman itu. Sayangnya, ayahku sama sepertiku. Dia tidak bisa mati begitu saja dan harus mewariskan kekuatannya kepadaku. Beliau menemani ibuku di saat-saat terakhirnya dan memberikan kekuatan yang menurutnya kutukan itu kepadaku," tutur Putra Nagarawan, "mereka wafat di dekatku dan aku hanya bisa menangis meratapinya. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan setelah itu. Aku tak perlu menjelaskan bagaimana rasanya kehilangan, sebab kau sudah pernah merasakannya."
"Kau benar," kata Adedi. Dia menghela napas panjang. "Kapan aku mulai?"
"Terserah kau. Apapun yang kau butuhkan di sini, kau tinggal bilang. Makan, minum, baju, hiburan apapun, kau bisa dapatkan. Kalau perlu wanita aku bisa sewa ...." Putra Nagarawan tak melanjutkan, karena Adedi mengibaskan tangannya.
"Nggak usah. Aku bisa bekerja, tak perlu wanita," ucap Adedi.
"Iya, aku tahu. Aku cuma ingin menawarkan kalau aku bisa mewujudkannya," kata Putra sambil terkekeh.
"Beri aku komputer super canggih. Snack, kopi, tempat gym, makanan enak dan aku ingin kerja sendiri," ucap Adedi.
"Kau sudah aku beri ruangan khusus. Semua cetak biru ada di ruangan itu," ucap Putra Nagarawan mengajak Adedi masuk ke salah satu ruangan. Untuk masuk ke sana mereka perlu membuka beberapa pintu dengan akses khusus.
Alis Adedi terangkat saat melihat ruangan yang dimaksud. Luas, belum ada barang sama sekali. Hanya sebuah meja dan kursi. Salah satu dindingnya terbuat dari kaca, sehingga Adedi bisa melihat keluar ruangan.
"Fasilitas ini adalah milikmu. Kau bisa atur sesukamu, isi sesukamu, kurangi sesukamu, kau hancurkan sesukamu. Kau adalah pemilik akses tertinggi di tempat ini," ucap Putra Nagarawan.
"Tetap saja aku tidak mengerti kenapa kau sepercaya ini kepadaku?" tanya Adedi, "kau bahkan membiarkanku menghancurkan tempat ini, rasanya ada yang salah."
"Percayalah, yang aku lakukan ini semua untuk kebaikan kita. Bukan hanya aku, tetapi semua umat manusia. Kita sudah sepakat bukan?"
"Asal keluarga dan teman-temanku selamat. Aku akan lakukan apa saja."
"Deal."
Tangan Putra Nagarawan menjabat erat tangan Adedi. Saat ini mungkin Adedi tidak menyesalinya, tetapi ada perasaan aneh yang menyelimutinya. Perasaan bahwa dia harus melakukan ini.
* * *
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top