Third

A/N

Warning; Little bit of smut!

Maafkan untuk slow updatenya ya :( aku habis menetralkan mental akibat sesuatu yang terjadi, haha. /sedikit lebay/

btw part klimaks tragedi gunung es menanti! author sibuk riset sana sini karena lupa sama alur dari titanic, harus riset ke film titanic 1997 sama A Night to Remember. mohon ditunggu! niatnya buku ini akan tamat dalam 10 chapter.

Terima kasih! penuh cinta; Hayuka.

-----

Awalnya Aster tidak tahu, dan tidak peduli apa yang sedang terjadi awalnya ia merespon Erwin hanya sekedar sebagai penghormatan yang tulus atas jasanya.

Tapi baru semalam ia bersama Erwin, ia merasa begitu nyaman, rasa nyaman ini harusnya tidak boleh, Asteria sadar akan posisinya sebagai warga biasa, sedangkan Erwin meski tidak mempunyai keturunan darah biru, ia adalah duda kaya yang mewarisi usaha keluarganya. Keluarga Smith membuat pakaian elegan yang dijual kepada para bangsawan.

Aster yang lumayan pandai bergaul namun payah untuk memulai suatu percakapan, tetapi bisa menjadi teman ngobrol yang baik sekaligus bisa mudah beradaptasi dengan lawan bicara dapat menjemput Erwin dari rasa hampa.

Juga, Erwin yang melihat Aster menatap lekat langit waktu itu Aster terpesona oleh lukisan nyata yang luar biasa, maka detik itu juga Erwin terpesona akan kehadiran sosok tersebut.

Sampai sekarang ia tidak tahu alasan jelas mengapa ia kembali ke tempat pertemuan awal mereka, dan berfikir menjemput Aster untuk makan malam, pria ini hanya mengikuti kata hatinya.

"Apa yang baru saja terjadi?"

"Aku.. mengungkapkan perasaanku?" malu juga jika diingat, Erwin merasa seperti kembali ke usia remaja, membayangkan bagaimana ia meminta mantan istri untuk berpacaran dengannya.

Erwin merasa tak berdaya ia merasa gagal karena meninggalkan Asteria begitu saja,

Bukan tanpa sebab, melainkan Erwin benar-benar tidak siap menghadapi kenyataan yang akan ia terima ditambah ia sudah tidak tahan bersikap tenang didepan Asteria.

Beberapa menit, ia tak beranjak ruangannya seakan kursi tempat yang ia duduki menahannya dan berkata "Jangan pergi jika tidak mau tambah malu!"

Sial itu hanya rasa gengsi yang ikut bersuara di otak Erwin, tuan jantan sekarang waktunya untuk memilih pilihan yang tidak akan kau sesali.

Pria gagah itu berdiri, hendak membersihkan diri untuk menenangkan pikirannya yang kalut.

***

Fasilitas yang aku dapat lumayan, aku bisa sementara fokus dipemandian ini apalagi hanya ada diriku seorang,

Ah ternyata tetap tidak bisa aku terus saja membayangkan Asteria, berkali-kali aku mendorongnya pergi dari pikiranku, percuma saja ia selalu memaksa masuk.

Tidak ada cara lain selain menemuinya dan meminta maaf, untuk--? tunggu untuk hal apa aku minta maaf?

Berkata bahwa ini hanya salah paham? aku akan terlihat sangat brengsek dimatanya nanti, atau katakan jika aku mabuk? yang benar saja ketika membawa ribuan nyawa dan aku malah tak sadarkan diri barangkali semenit.

Aku tak bisa berlama-lama disini dan kembali bertugas, aku akan memerintahkan anak buahku untuk menaikkan kecepatan kapal menjadi 20 Knot.

Aster maaf aku adalah pria yang dengan mudah dikalahkan oleh gengsi, aku lebih naif daripada anak-anak yang lebih muda dariku.

***

Ini sudah jam 4 sore, bahkan lewat 18 menit.

Erwin belum juga datang, apa dia melewatkan janjinya? jika memang begitu aku tidak mau bertemu dengannya lagi huh.

Aku mulai jengah, dan ingin pergi saja dari sini orang yang aku tunggu tidak menghargai waktuku, tapi saat aku berbalik terlihat sekelompok gadis dari raut wajah mereka, bisa aku simpulkan bahwa mereka sedang menyembunyikan kemarahan, tunggu. marah sama siapa? denganku?

"Hei.

Kau jalang yang menggoda Erwin kan? enyahlah brengsek, Erwin tunanganku." Bentak salah satu gadis, ia mencengkram lenganku kuat.

"Apa?" Perasaan apa ini? mengapa aku 'tak terima bahwa Erwin sudah memiliki kekasih hati.

"Viveca, bawa kemari."

Yang diperintah hanya menurut, ia kemudian membawa buku sketsa-- sialan itu bukannya milikku ya? kenapa bisa ada di dia?

"Kau menggambar Erwin seolah kau memiliki hubungan spesial dengannya? bukan begitu wanita penggoda?" Benar-benar wanita ini, ia mengambil buku sketsaku dengan kasar, merobek 2 lembar kertas yang dimana isinya gambarku dan Erwin.

"Hentikan bajingan, kembalikan bukuku!" Aku berteriak, kemudian berjongkok sembari mengumpulkan robekan kertas yang jatuh berserakan di bawah.

Wanita itu ikut mensejajarkan tubuhnya denganku, "Dengar ini. jika aku sampai gagal bertunangan dengan Erwin, aku benar-benar akan membuat sisa hidupmu menangis dan memohon ampun kepadaku, mengerti? jangan berani-beraninya kau menemui Erwinku lagi." cewek sialan! dia kemudian menjambak rambutku dengan kuat, aku tak terima! aku membalasnya dengan cakaran di tangan,

"Lepaskan bedebah! kau menyakitiku!"

"Kau duluan yang menarik rambutku! nggak punya kaca ya dasar orang gila!" Dia makin kuat menjambak rambutku, bahkan dia sengaja berdiri, aku juga ikut berdiri dong! kalau tidak bisa copot semua rambutku.

"Apa hei?"

Ketiga temannya yang lain membantunya melepaskan diri, dan salah satu temannya menarik tanganku,

Aku tak tinggal diam, dan menonjok perut gadis itu, rasakan kekuatanku sialan!

"Hentikan! kalian semua hentikan."

Hosh! syukurlah ada seseorang datang yang meleraiku, aku tak peduli dia berpihak pada siapa, lebih baik aku kabur, "Erwin?"

"Ast! kau tak apa? bagian mana yang sakit?" Erwin memegang bahuku, terlihat jelas kalau ia khawatir, aduh pak tua ini perhatian sekali.

"Tidak ada, bedebah sialan ini menarik rambutku kencang sekali hingga rontok beberapa helai, perawatnnya mahal tau."

"Bisa jelaskan yang terjadi disini nona-nona? dan Marie bukankah aku sudah bilang padamu berkali-kali kalau aku tidak pernah berkeinginan untuk menikah? aku hanya ingin fokus di karirku, apalagi kakekku sedang sakit."

"Erwin, dengarlah. bukannya bagus jika kakekmu bisa melihat cucunya menikah lagi? pasti dia juga ingin melihat cucunya bahagia dengan wanita yang kau pilih."

"Tapi bukan kau yang aku pilih,"

"Lalu? apa gadis ini? iya kan dia yang menggodamu kan? aku kurang apa Erwin?"

"Pergilah. Asteria ayo kita ke ruanganku."

Erwin merangkulku, dia membimbingku menuju ruangannya meninggalkan keempat gadis itu, Marie dan kawan-kawan.

***

"Maaf Erwin, harusnya kita tidak boleh begini, maaf aku tidak tau kamu punya calon tunangan."

"Tunggu, duduklah dulu."

Aku menurut, berharap Erwin menjelaskan sesuatu.

"Kau tidak tau ceritaku,"

"I-iya kalau begitu makanya cerita."

"Ast, aku, Nile, dan Marie dulunya dia temanku, kami bertemu di kafe minuman tempat ia bekerja."

Bukan ini yang aku mau Erwin,

"Nile temanku juga, kami bersekolah di sekolah pelayaran yang sama, dia menyukai Marie. dulu aku memang sempat menyukai Marie juga, tapi aku hanya bisa melepas Marie untuk Nile, karena dulu aku hanya selalu bisa mengalah pada Nile, terlebih aku harus fokus dengan impian kakekku, Edward J. Smith, dia juga pelaut yang hebat sebelum pensiun, ketika dia tau bahwa aku juga ingin menjadi seperti dirinya, dia sangat senang dan mendukungku penuh.

Tapi bukan berarti dia melarangku berkeluarga, aku hanya belum menemukan pendamping yang tepat. setelah lepas dari Marie aku juga bertemu wanita, tapi sayangnya dia memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami. aku sangat terpukul karena kisah cintaku tak pernah berakhir bahagia, tidak sampai aku bertemu denganmu."

"Apa? E-erwin.. maaf aku tidak pernah menduga ini sebelumnya.." Kalimatnya yang terakhir, apa maksudnya itu??

"Aku minta maaf karena pergi begitu saja tadi siang karena aku tidak siap dengan jawaban yang akan aku dapat, aku hanyalah pecundang yang mengharapkan akhir yang bahagia, Ast." Erwin beranjak dari ranjang tidurnya dan berjongkok dihadapanku.

"Kenapa kau pesimis duluan seperti itu sih? aku sedih tau, bagaimana bisa seorang kapten memutuskan sesuatu seperti itu."

"Maaf, aku lebih kesulitan dengan perkara itu ketimbang mengarungi lautan.

Aku paling takut soal wanita." Ia menunduk dan menyembunyikan wajahnya, sembari tangannya menggenggam erat tanganku.

"Haha yang benar saja Erwin, kau lucu banget deh, pria gagah sepertimu~"

"Apanya yang lucu.."

"Erwin, untuk jawabannya apa kau mau dengar?"

"T-tentu!"

"Aku sebenarnya tidak pantas mengatakan ini karena aku hanya seorang pelayan biasa. tidak pantas bersanding denganmu, kapten. tapi ketika aku mengetahui bahwa kau memiliki rasa yang sama denganku.. aku merasa sedikit memiliki peluang, setidaknya aku akan memantaskan diriku untukmu."

Deg!

Erwin terkejut, ia mendongak dan menatap wajahku dengan pipi merona.

"Kau, t-tidak perlu melakukan apapun, Ast!" Erwin menuntun ku untuk duduk di pangkuannya.

"Cinta butuh pengorbanan dan sesuatu yang terdengar seperti perjuangan, aku akan berusaha Erwin demi kau, setidaknya biarkan aku menjadi orang yang dipandang."

"Memangnya kalau sekarang tidak ada yang memandangmu? hm?"

"Ada tidak ya?" Aku menaruh jari telunjuk ku di dagu, berpose seperti orang bingung. kemudian tergelak, "jika maksudnya adalah memandang ku sebagai wanita, sepertinya ada." lanjut ku,

"Benarkah, siapa?"

"Kamu~"

Erwin menggelitik leher ku, "Dasar kau ini."

"Ah! geli Erwin, hentikan."

Bukannya berhenti, ia malah semakin menjadi, "Erwin!" Aku tak mau kalah aku menyentuh tangan Erwin yang ia pakai untuk menggelitik ku, dan mengapitkan jari-jari kami,

Mata kami bertemu, Erwin tak bereaksi, begitu pun dengan aku yang menikmati ini.

"Ketika aku menyentuhmu, aku seperti mendapatkan kekuatan. aku sudah membiarkanmu masuk jauh ke pintu ini, Erwin." ucapku, sembari meletakkan tangan Erwin di dada sebelah kiri.

Aku menangkup wajah Erwin, menuntun ia turun untuk menggapai ku, yang selanjutnya terjadi adalah, aku mengecup bibir kenyal Erwin, sekali.. dua kali.. hingga ketiga kalinya, aku menyudahi kegiatan ku.

Lalu aku membiarkan Erwin yang bergerak, biar dia lah yang mendominasi hubungan ini, dia kemudian menuntun ku untuk telentang di kasurnya, sesaat posisinya sudah berada di atas ku,

"K-kau menindih ku. Erwin!" Mau aku membuang muka kemana pun, akan terlihat jelas olehnya dari atas sana, tapi wajah ku benar-benar panas sekarang, detak jantung ku juga sudah tidak karuan.

"Jangan bersembunyi lagi, Meliantha." Erwin meraih wajah ku.

***

Membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya membuat Aster takut tapi penasaran,

"Jangan bersembunyi lagi, Meliantha."

Tangan kanan Erwin meremas kecil dada Aster, sedang tangan kirinya ia gunakan sebagai tumpuan

"Ah, p-pelan se-sedikit Erwin. sakit!" Aster berusaha menahan suara laknatnya, ia merasa nikmat sekaligus nyeri di payudaranya.

Pria itu tak menghiraukan, masih dengan tangannya yang bermain, Erwin mencium seluruh wajah Aster; kening, hidung, pipi, bahkan sampai ke telinga, terakhir ia membiarkan bibirnya menempel lebih lama di bibir Aster.

"Emh, Erwin~" Aster mendorong Erwin, dan ia dengan rakus menghirup udara.

Dirasa puas, Aster mengalungkan tangannya ke leher Erwin, entah sejak kapan, kaki Aster sudah mengapit tubuh Erwin dengan sensual.

Gadis itu memejamkan matanya, kali ini ia mengambil alih, tidak. sekarang bukan lagi kecupan, namun lumatan yang disertai nafsu, sembari lidah mereka bertaut, mereka bertukar saliva dengan penuh gairah.

Terdengar lenguhan kecil yang Aster keluarkan, sedang Erwin lebih memilih menahannya.

Aster menyudahi lumatan tersebut, jembatan saliva tercipta karena perbuatan mereka, 'tak mau berlama-lama, Erwin melanjutkan dengan mulut yang masih basah, ia turun ke leher jenjang gadisnya, Erwin membuat beberapa tanda kemerahan disana, tangan Aster meremas pelan surai Erwin, "A-ah, Erwin jangan berhenti." Aster sudah meracau tak karuan.

Mendengar itu, Erwin justru berhenti. dia membuka kain yang menutupi bahu indah Aster, dia tidak membuka keseluruhan pakaian milik Aster.

Erwin melanjutkan kegiatannya disana, menciptakan lenguhan penuh nafsu dari Aster yang terus mendesah panjang.

"Aku bahkan belum memulai, Ast."

"Jika kau berbicara begitu, sepertinya kau sudah menggagahi beberapa wanita Erwin."

"Kau seperti memfitnah ku, hm?" Erwin berhenti dari kegiatannya, ia malah beralih menggelitik perut Aster, menciptakan tawa menggelegar Ast.

"Ahaha! Erwin hentikan itu!"

"Tidak mau,"

Aster masih berusaha menepis-nepis tangan Erwin, namun usahanya sia-sia melawan kapten tangguh.

"Temani aku, untuk malam ini saja Aster." Erwin memeluk Aster dari belakang, ia menenggelamkan wajahnya di bahu wanita nya,

Aster berbalik, menatap manik sebiru lautan. "Untuk?"

"Aku tau kau tak akan pergi."

Aster sedikit bingung, "Maksudmu?" sembari menaikkan salah satu alisnya.



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top