Second
Disinilah mereka, Asteria akhirnya bergabung bersama teman-teman Erwin, sedikit kaku karena pandangan orang-orang terhadapnya terkesan menusuk.
"Aster, bagaimana makanannya? kau suka?"
"Ya Erwin, ini enak sekali. begitu pas dimulutku."
"Tentu saja nak! siapapun yang mencoba makanan ini pasti akan jatuh hati rasanya, itu karena dibuat oleh koki yang mempunyai sertifikat. tidak bisa dianggap remeh." Berbeda dari yang lain, Hanji Zoe satu-satunya wanita di kelompok ini menyambut Asteria dengan hangat.
"Ah pantas saja! siapa koki itu?" Sahut Aster riang.
"Mengapa kau sangat ingin tau?" Tanpa diminta pria pendek yang diketahui namanya Levi menyahut tak suka.
Apasih laki-laki itu, sok asik sekali? padahal Aster hanya ingin mengucapkan terima kasih karena sudah membuat masakan seenak ini. dasar julid sekali.
Erwin menyentuh tangan Levi, bermaksud untuk menyuruhnya tidak berbicara yang lebih jahat lagi.
"Itu Nicollo, kalau kau mau selesai acara makan malam aku bisa mengantarmu Aster."
"Ah tidak usah Erwin, merepotkanmu saja."
"Erwin, kau mau ikut? Mumpung kau luang sebelum kembali ke urusan pekerjaanmu ikutlah denganku dan Levi." Satu lagi teman Erwin, rambutnya juga pirang dengan kumis dan janggut tipis, perawakannya lebih tinggi dari Erwin, Mike Zacharias.
Mike melirik Aster, "Waktunya perbincangan lelaki."
Ah Aster tau kemana maksud Mike,
"Kalian duluan saja, aku ada urusan dengan Aster sebentar."
Mike dan Levi meninggalkan Hanji, Erwin dan Aster.
"Ayo, Aster kita juga sudah selesai, Hanji kami duluan." Erwin beranjak dari duduknya, serta mengajak Aster.
"Ah ya baik, mari Erwin. Hanji sampai jumpa lagi ya, senang bertemu denganmu!"
"Ya hati-hati kalian berdua, udara malam ini dingin lho!"
"Eh?!"
***
Suasana malam yang begitu tenang, pun dengan 2 insan yang tengah berjalan santai mengitari area kapal.
"Erwin, terima kasih. Kau mengajarkanku bagaimana menjadi wanita bangsawan yang terhormat."
Disela-sela keheningan, gadis dengan mata teduh itu memecah kecanggungan.
"Maksudmu? Sejak awal kau adalah wanita terhormat menurutku?"
"Benar juga. Tapi tetap saja, terima kasih karena sudah memberiku kemewahan untuk malam ini."
"Sama-sama, kau senang?"
"Senang sekali. Tapi kembali ke kenyataan, aku hanya orang biasa yang harus melunasi hutang orang tuaku, dan aku menanggung biaya sekolah kedua adikku. Jadi tidak boleh terlena terlalu jauh, bisa-bisa aku lupa diri."
"Tenang Asteria, kau tau bagaimana caranya menahan diri." Erwin meraih bahu Aster, bermaksud memberikan semangat.
"Terima kasih sudah mau jadi temanku dan mendengarkanku bercerita, aku orang yang sangat tertutup padahal. Karena aku takut orang akan memghakimi diriku."
"Kenapa ada orang yang seperti itu? Jahat sekali padahal kan kau baik sekali."
"Entahlah, aku tidak merasa aku baik juga Erwin, beberapa kali aku melakukan kesalahan."
"Semua orang pernah melakukan kesalahan, tapi tidak semua orang bisa berjuang untuk menebus kesalahannya. Kalau boleh tau, kau melakukan apa?"
"Agak malu sebenarnya, huft. Baiklah jika kau memaksa,"
"Eh aku tidak memaksa kok."
Aster terhenti, "Oh gitu ya, benar juga."
"Bercanda, aku ingin tau." Erwin ikut berhenti, ia mendudukkan dirinya di sebuah bangku yang berkapasitas 2 orang, "Sini, duduklah~"
"Pak tua ini tingkahnya banyak sekali ya."
"Kau tau, aku beberapa kali melakukan kesalahan saat bekerja, misalnya lupa menambahkan topping ke minuman pelanggan, atau kesalahan dalam berhitung saat pembayaran. Kadang aku merutuki diriku sendiri, dan merasa menjadi manusia yang paling mempunyai banyak beban, meski aku tau banyak pekerjaan yang lebih beresiko daripada menjadi seorang pelayan toko minuman.
Misalnya kau, Erwin. Kau menanggung banyak nyawa penumpangmu."
"Benar juga, kadang aku juga merasa terbebani sesekali, tapi itu tidak berselang lama aku kembali bersemangat demi orang tuaku, Aster."
"Yeah aku juga berusaha mengingat kadang, hal apa yang bisa membuatku kembali menjadi diriku yang sebelumnya, yang tak kenal lelah. Dan yang lebih buruk kadang aku menjadikan orang yang lebih tidak beruntung dariku agar aku menjadi lebih bersyukur. Tapi sungguh bukan berarti aku bermaksud merendahkan mereka, hanya saja aku tidak tahu harus apa lagi. Istri atasanku bahkan pernah berpesan agar aku tak menjadikan pekerjaanku sebagai beban." Aster mengucapkan akhir katanya dengan suara yang sedikit bergetar.
"Selama sebulan ini, hal itu yang menggangguku dan itu benar-benar membuatku rendah diri,"
"Yah aku mengerti Aster, aku sedikit paham bagaimana beratnya menjadi pelayan sekarang. Membayangkan bagaimana bertemu banyak orang yang sebelumnya tak kita kenal dan berhadapan dengan ribuan sifat manusiawi yang berbeda, jelas memberikan tekanan sendiri jika tidak bisa mengatur diri dengan baik,"
Terlihat, seorang pria dengan seragam kru kapal mendekat, "Kapten, sudah selesai? 8 menit lagi jam 10 kuharap kau tidak melupakan persyaratan yang telah kau setujui dengan Arlert."
"Baik Murdoch, aku akan berganti pakaian setelah ini dengan cepat. Aster aku pergi dulu, sampai jumpa." Erwin mengecup punggung tangan Aster.
Perpisahan mereka kali ini cukup baik, tidak melepas secara sepihak seperti sebelumnya.
"Selamat bekerja Erwin, istirahatlah yang cukup nanti!"
"Terima kasih." Pria pirang itu meninggalkan Aster, ia sangat ingin mengantarnya kembali ke kamar tapi pekerjaannya tidak bisa menunggu lebih lama lagi, ia sudah mencapai batasnya.
Ketika Erwin sudah menghilang dari pandangannya Aster mengeluarkan cerutu rokok yang ia dapatkan dari pelayan saat makan malam, tak lupa dengan pemantik api, tidak modal dasar.
Berkemas dengan kurun waktu sehari jelas membuatnya meninggalkan rokok yang biasa dia hisap, waktu itu mana kepikiran kan? tapi sekarang mulutnya terasa begitu asam.
Aster baru mendapatkan kesadarannya saat ia membuang asap, bagaimana dia bisa lupa akan hal ini? bahwa ia harus menemui temannya yang berada di Amerika, Historia Reiss atau yang kerap disapa Hisu.
Untunglah hubungan pertemanan mereka terjaga dengan baik, tapi sayangnya Aster tidak dapat memberi kabar bahwa ia akan mengunjungi Historia Reiss, pelanggan Aster yang kemudian menjadi teman dekatnya.
Hisu adalah pemilik dari gedung Historian Art and Teather; nama gedung yang menampung begitu banyak hasil karya seni dari berbagai seniman terkenal, seperti lukisan dan patung, sedangkan dilantai atas adalah ruang teater untuk berbagai pertunjukkan seni misal nyanyian klasik, drama musikal atau ballet.
Aster memenangkan taruhan sehari sebelum keberangkatan titanic, buru-buru ia menutup kedainya dan meminta maaf kepada si bos atas dirinya yang mendadak mengundurkan diri.
Selepas beres dari tempat kerjanya, ia bergegas menuju kediaman keluarga Reiss, untuk mendapat informasi Hisu, ia tak terpikir akan menyusul temannya itu.
Untunglah kakak perempuan Historia berbaik hati memberikan alamat adiknya kepada Aster.
Sebenarnya tidak segampang itu, Frieda ーKakak Historiaー menanyakan sebuah pertanyaan yang cukup rahasia.
"Siapa nama samaran adikku yang akan ia pakai ketika ia tiba di Amerika?"
"Christa Lenz?" Bernafas lega, Aster bersyukur Hisu dan dirinya dapat bertukar cerita sejauh itu.
Dan satu hal lagi yang penting, keluarganya. ia tak akan bisa pergi begitu saja jika tidak ada jaminan, Caresse ーAdik pertamanyaー sudah hampir 2 minggu bekerja menjadi asisten perancang baju disebuah butik, Aster juga menyisakan uang tabungan miliknya.
Aster mematikan cerutunya dan membuka buku harian kecil yang 'tak pernah lupa untuk ia bawa kemanapun dan membaca beberapa kalimat, itu adalah alamat Historia.
"Gimana kalau aku malah jadi gembel ya disana, dasar bukannya berpikir lebih matang lagi kau ini."
Pikiran pesimis tidak penting sekarang ayolah, Aster! siapa juga yang akan menolak keberuntungan seperti ini hah?
Asteria cukup ahli dalam ballet, saat usianya menginjak 5 tahun, sang ibu mendaftarkan dirinya untuk ikut klub ballet, Aster makin lama makin menyukai ballet. namun sayang ia harus berhenti diusia 16 tahun, karena harus mengalah agar adik-adiknya bisa bersekolah.
Kedua adiknya bernama Caresse dan Merseille. mereka adalah saudari kembar, jika Asteria mewariskan lebih banyak genetik sang ibu maka adik kembarnya lebih mirip dengan sang ayah, rambut curly coklat dan pahatan wajah milik sang ayah menurun kepada mereka berdua, serta iris mata kelabu.
Sekarang usianya memasuki 28 tahun, ia belum terpikir untuk mencari pasangan hidup 'tak jarang ia mendapat cemoohan karena menjadi perawan tua.
Jika Caresse bekerja di butik, Merseille cukup beruntung karena ia bisa melanjutkan sekolah kejenjang yang lebih tinggi, berkat pengorbanan kedua kakaknya Merseille berhasil menjadi murid terbaik di sekolah.
Lagi dan lagi, jika ia menuruti nafsunya untuk kembali menyesap nikotin maka akan berdampak buruk untuk kesehatannya, daripada itu Aster akan berdiri dan memulai tarian Ballet, ia masih mengingat betul detail gerakan tarian yang sempat ia tampilkan dibeberapa pertunjukan, bahkan sempat menjadi bintang panggung.
Misal drama pertunjukkan Sleeping beauty atau The Nutcracker ia sukses menjadi bintang utama meski tidak seterkenal ballerina idamannya.
Sempat ia menjadi Black swan dalam Giselle, ah kenangan yang sungguh manis,
Aster terus menari dan menari, sampai ia kelelahan dan tertidur.
***
Pagi hari yang cerah, Aster berjalan mengelilingi geladak kapal, menikmati matahari pagi.
Sebenarnya ia bermaksud mencari keberadaan Erwin, apalagi ia tak mempunyai orang yang ia kenal disini dan hanya Erwin lah yang bisa menemaninya, maka dari itu alasan ia ingin terus dekat dengan Erwin agar ia tak sendiri di kapal ini, apalagi perjalanan yang memakan waktu cukup lama.
Ditengah lamunannya, 2 orang petugas lewat,
Aster ingin bertanya dimana Erwin? "Permisi pak."
"Ada yang bisa kubantu, nona?" Salah satu dari mereka merespon dengan senyum terbaik.
"Ah, apa aku boleh tau dimana Erwin berada?"
Kedua petugas tersebut sedikit terkejut, gadis ini memanggil Kapten mereka dengan nama? apa gadis ini cukup dekat dengan si kapten?
"Kau? apa wanita yang dikabarkan memiliki hubungan khusus dengan Kapten Smith?"
"Eh, se-sejak kapan? tidak aku hanya teman yang cukup dekat dengannya kok, yah itu saja." Aduh Aster kau ini payah menyembunyikan sesuatu lho!
"Soalnya hanya kau yang lancang memanggil kapten Smith hanya dengan sebutan nama." petugas ini sarkas sekali, tapi sepertinya benar sedari awal entah mengapa Aster tidak pernah serius memanggil Erwin dengan formal, dari awal mereka bertemu juga hubungan keduanya cukup terbilang santai, Erwin juga tidak marah kok?
"A-ah.. haha, benar tapi tidak s-salah."
"Ia masih belum selesai dengan pekerjaannya nona, siang nanti baru ia mempunyai waktu luang, mau membuat janji temu?" kini bukan petugas yang menyebalkan itu lagi yang menjawab, melainkan rekannya.
Bingo! anak buah Erwin yang satu ini patut direkomendasikan untuk naik jabatan sepertinya.
"Jika kau tak keberatan.. tapi terima kasih ya. aku menunggu."
"Bukan masalah, ada tempat khusus untuk kau menemuinya?"
"Di haluan kapal."
Baiklah Aster akan menunggu dengan sabar, ah jika begini ia harus apa ya?
Aster bisa bergaul dengan baik tapi tidak untuk memulai percakapan terlebih dahulu, makanya ia tak berani bergabung dengan beberapa kelompok gadis di kapal ini.
Untuk menghabiskan waktu, Aster kembali kekamarnya, membuka tirai jendela dan duduk di meja rias, ia bercermin untuk menggambar dirinya bersama Erwin.
Tak puas hanya dengan satu lukisan, ia berjalan keluar sembari mencari inspirasi.
Aster ingat, ia ingin kembali ke Grand Staircase untuk bahan inspirasi dirinya, tapi ah tidak boleh dong karena jika tidak bersama Erwin, ia tidak mempunyai wewenang apa-apa untuk kembali ke area kelas I.
Aster kemudian mencari kursi di deck, dan kembali membayangkan Erwin yang tengah berdiri diatas tangga.
"Sedang apa?"
"Woah!"
Erwin tergelak dan ikut duduk bersama, "Ada apa Aster? oh kau sedang menggambar? ini terlihat seperti diriku."
"Itu memang kau. maaf ya aku lancang, apa kau sudah bertemu anak buahmu?"
"Sudah, tapi aku selesai lebih cepat dan mencari kau Aster, aku tidak melihatmu ditempat biasa kau nongkrong jadi aku langsung menuju ke Haluan, tapi siapa sangka aku menemukanmu disini."
"Begitu, pasti lelah ya? padahal kau bisa istirahat saja tidak usah menemui aku, Erwin."
"Kau bicara apa? saat bersamamu lah aku seperti mendapatkan energi kembali."
"Begitu, yasudah sini duduk. memangnya nggak cape terus-terusan berdiri?"
"Geser sedikit lagi, badanku besar."
"Sebesar apa sih pak?"
"Sebesar yang kau lihat lah, gimana sih?"
Canggung. setelah jawaban tadi Aster menutup mulut, entah kenapa tiba-tiba dia merasa sungkan.
"Aster, kau tahu tidak? kau adalah gadis yang manis."
"Dari lahir," Bagus teruslah seperti ini Aster ketimbang pipimu merona lebih baik kelewatan percaya diri.
"Tidak jadi,"
"Mana bisa begitu, oi! haha Erwin kau juga kapten yang aku sukai!"
Berbeda kasus dengan Aster, ia malah membeku, apa?!
"Suka? kau suka aku?"
"Ya seperti yang sudah aku bilang Erwin. semua orang menyukaimu 'kan?"
Dunia kejam sekali, tapi begitu indah.
"Erwin terima kasih karena sudah menemaniku yang tidak punya teman ini, kau baik sekali mau mengajak aku berbicara waktu itu.
Dan aku mencoba membuka diriku untukmu, aku berusaha keras agar kau nyaman ketika bersamaku karena aku takut sendiri. tapi semakin aku mencoba, aku merasa bahwa aku tak harus melakukan apa yang aku rencanakan.. dan membiarkan semua berjalan apa adanya."
"Aster..
Meski awalnya aku tertarik pada pesona visualmu, tapi saat berbicara denganmu aku kembali merasakan kenyamanan yang telah lama hilang, aku tenggelam dalam jiwamu sepenuhnya dan selalu ingin kau bersamaku bahkan kalau bisa sepanjang hari hanya aku yang memakan waktumu. makanya tidak usah berusaha untuk apapun dan lakukanlah dengan kata hatimu, terima kasih Aster untuk kembali menjemputku menemui perasaan yang telah lama hilang."
Tunggu, Erwin menyatakan perasaan? mana mungkin 'kan?
"A-apa, Erwin kau serius?" Ah terharu sekali sang gadis menutup mulutnya dengan kedua tangan.
"Aster maaf aku harus kembali dulu aku baru ingat kalau aku hanya punya sedikit waktu, tunggulah aku di ruanganmu jam 4 sore."
***
Ingin rasanya aku menceburkan diriku ke lautan yang sekarang ini didepan mata, sialan Erwin jahat sekali pria itu ada yang salah dengan pikirannya ya? mengajakku terbang setinggi-tingginya lalu saat bwrada dipuncak ia menjatuhkanku seenaknya.
Sakitnya, bodoh Erwin bodoh. apa haknya atas diriku ini hah? sebentar, tetapi.. wajar kan jika aku kesal? ah aku tidak bisa berpikir dengan waras sekarang.
Jika dia tidak sempat menungguku untuk memberi jawaban harusnya katakan saja nanti dasar kau pria tua.
Itu tindakan yang sangat tidak sopan dan kurang ajar, ingin menangis saja rasanya.
Sudahlah lama-lama aku juga ikutan jahat karena terus-terusan menghina kebodohan Erwin. membaca buku di perpustakaan mungkin akan sedikit mengalihkan perhatianku dari si pirang itu, aku harus memanfaatkan fasilitas kapal ini dengan baik!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top