8# Misi Penyelamatan
Genta mengambil satu-satunya rokok yang tersisa pada kotak rokok yang ada di atas mejanya. Ia lalu mengambil korek dari dalam saku celananya dan mulai menyalakan. Kepulan asap mulai menghiasi ruangan di mana Genta kini berada. Beruntung hari ini dia tidak ada kelas, jadi teman-temannya terutama yang cewek-cewek tidak perlu ikut menghirup udara yang sudah terkontaminasi dengan asap rokok milik Genta. Seraya menikmati sensasi nikotin yang masuk ke dalam tubuhnya, otak Genta mulai sibuk mengatur rencana untuk melawan Tio nanti. Kali ini dia kembali tidak akan mengajak Radit maupun Desta. Ini benar-benar merupakan urusannya dengan laki-laki yang telah membuatnya terkapar di rumah sakit beberapa minggu yang lalu itu. Tidak ada ampunan atas kelakuan Tio. Kalau perlu, dia juga harus merasakan bagaimana rasanya menginap selama beberapa hari di rumah sakit.
Menghela napas pelan, Genta kemudian mengambil ponselnya. Ternyata ada beberapa pesan masuk dari Radit dan juga Desta, mereka berdua menanyakan keberadaan Genta saat ini. Yaa, paling-paling setelah tahu di mana Genta berada, kedua sahabatnya itu mengajak dia nongkrong di sebuah cafe atau entah di mana. Biasanya Radit lah yang menentukan tempatnya. Tapi kali ini, Genta tidak membalas pesan itu. Dia terlalu fokus pada rencananya membuat Tio jera.
"Ah, ya. Cincin. Dia nggak boleh lewat belakang UKM nanti."
Segera Genta mencari nomor Cinella dan mulai meneleponnya, namun beberapa menit mencoba, tidak ada sama sekali tanda-tanda bahwa perempuan itu akan mengangkat teleponnya. Genta lalu mencoba mengirim pesan karena mungkin saja saat ini Cinella memang sedang ada kelas jadi dia tidak sempat untuk mengangkat teleponnya. Bisa saja Genta mendatangi fakultas itu, tapi dia terlalu sibuk untuk menyusun siasat-siasat untuk musuhnya itu.
Jam sudah menunjukkan pukul dua belas lebih tujuh menit. Genta bergegas menuju belakang UKM, menunggu kedatangan Tio. Sebelumnya, dia sudah melakukan kontak melalui ponsel dengan laki-laki itu. Genta lah yang mengajak Tio untuk bertemu dengan alasan ingin menyelesaikan masalah yang kemarin. Masalahnya cukup rahasia, Desta dan Radit bahkan tidak tahu jika ada masalah itu di antara keduanya. Yang mereka tahu, Tio memang sering mencari masalah dengan Genta.
Seraya melangkah menuju gedung UKM, Laras-sosok perempuan berkacamata dari jurusan yang sama dengan Genta tak henti-hentinya melayangkan pandangan pada laki-laki itu. Merasa sedikit risih, Genta menoleh. Namun, Laras buru-buru menunduk lalu melanjutkan bacaannya. Tak peduli, Genta kemudian melanjutkan langkahnya.
Tak perlu memakan waktu yang lama, kini Genta berada di belakang gedung UKM. Seraya menunggu kedatangan Tio, dia bersandar di dinding lalu mengambil ponselnya untuk mengecek apakah Cinella telah membaca pesan yang dikirim atau belum. Dan ternyata Cinella belum membacanya. Genta berdecak sebal. Ingin menyamperi, tapi Tio saat ini pasti sudah berada di jalan.
"Ck. Sial!"
Bukan tanpa sebab Genta bersikuku tidak ingin Cinella melewati tempat itu, hanya saja Genta tidak ingin Cinella masuk dalam masalah antara dirinya dan juga Tio. Tio juga merupakan salah satu preman kampus. Taktik dia saat melakukan negosiasi dengan lawannya adalah dengan cara menjadikan teman dekat lawannya sebagai sandera atau sebagai jaminan atas kelakuan biadabnya. Jika ingin menilik kembali riwayat seorang Tio di kampus ini, dia dua tahun lebih tua dibanding Genta dan kawan-kawannya. Terdengar kabar bahwa Tio juga merupakan salah satu anak buah dari gangster terkemuka di kota itu. Hanya saja, sampai saat ini Genta tidak tahu siapa ketua gangster yang dimaksud orang-orang. Dan tentunya dia tidak mau tahu, karena urusannya bukan kepada ketua itu, melainkan kepada Tio sendiri.
"Woy!"
Genta mendongak saat mendengar seseorang berteriak dalam jarak yang cukup dekat dengannya. Ternyata dia adalah Tio. Tapi, laki-laki pecundang itu ternyata tidak sendiri, dia membawa sekitar lima orang anak buahnya. Genta terang saja tersenyum mengejek. Benar-benar tidak sesuai dengan janjinya, menurut penuturannya tadi malam, dia akan melawan Genta sendiri, tapi buktinya dia datang tidak sendiri
"Dasar preman pengecut," gumam Genta kesal.
"Ckckck, masih berani juga ya lo ngadepin gue?" Tio terkekeh sombong. "Lo nggak takut masuk rumah sakit untuk yang kedua kalinya?" Kali ini anak buah Tio ikut tertawa, membuat Genta semakin geram saja.
"Nggak usah banyak bacot lo, pengecut!" sentak Genta.
Tawa mereka seketik terhenti dan beralih menatap tajam ke arah Genta yang berpose santai dengan memasukkan kedua tangannya ke dalam kantung jeans yang dipakai.
"Pengecut lo bilang?" tanya salah seorang kacung Tio dengan nada tak terima.
"Hm, apalagi kalo bukan pengecut? Bos lo bilang kan bakal lawan gue sendiri, eh boro-boro lawan sendiri, malah bawa kacung-kacungnya. Pfft!"
"Bacot lo, brengs*k! Cih!"
"Kalo emang lo takut, lo tinggal datengin makam mbak gue terus lo berlutut minta maaf sama dia."
"Apa? Ngapain juga gue berlutut di depan gundukan tanah. Toh dia juga udah nggak bisa ngomong kan? Hahahah."
Sementara sibuk tertawa, tiba-tiba Genta melayangkan pukulan tepat di pipi kanan Tio. Pukulan itu cukup keras sampai darah sukses mengucur di sudur bibir laki-laki itu. Tidak berhenti sampai di situ, Genta terus melayangkan pukulan sampai pipi dan pelipis milik Tio ikut terluka.
"Jaga omongan lo, bangs*t!!"
Melihat bos-nya tak berdaya, para kacung Tio itu akhirnya bergerak menahan pergerakan Genta dengan cara menarik tangannya sehingga Genta kini berada dalam posisi berdiri. Tak disia-siakan mereka bahkan memukul perut Genta tanpa ampun.
Bugh
Bugh
Bugh
Cinella yang baru saja muncul dari ujung gedung UKM itu pun terbelalak kaget.
"Ya Allah, cobaan apa lagi ini?" gumam Cinella dengan telapak tangan mendingin.
Cinella yang baru kali ini melihat langsung penyerangan itu pun mulai kebingungan. "Aduh, bagaimana ini? Ya Allah, tenang Cin, tenang. Huft, biasanya di film-film orang yang ngeliat penyerangan kayak gini ngapain, ya? Aduh. Mati deh aku."
Memutar otak, Cinella akhirnya mendapat ide brilliant dari drama korea yang telah ditontonnya. Dia lalu bergegas mencari kayu yang lumayan besar–beruntungnya, bagian belakang gedung UKM ini banyak tumbuh pepohonan rindang, jadi lumayan banyak juga ranting pohon yang berjatuhan. Tak disia-siakan, Cinella bergegas mengambil ranting pohon yang cukup besar, lalu dengan tarikan napas panjang dia segera berlari menerjang tubuh besar laki-laki yang sedang sibuk menghajar lawannya itu. Semuanya bergerak mundur, tak terkecuali kedua lelaki yang memegang erat lengan milik Genta. Hanya tersisa Genta yang kini memegangi perutnya yang habis dijadikan sasaran tinju oleh para lelaki itu.
"H-hey! Ka-kalian kok memukul orang?! Jahat banget sih!" teriak Cinella berusaha menekan rasa takutnya.
Genta yang melihat kedatangan Cinella yang tiba-tiba itu hanya bisa menatap takjub. Dia bahkan tersenyum tipis melihat kelakuan Cinella yang tak pernah ia duga.
"Ck! Lo nggak usah ikut campur cewek cerewet!" teriak salah satu dari mereka.
"A-apa? Cerewet? Heh, begini-begini aku bisa membuat sup! Mau ... kamu aku buat sup?!" ancam Cinella seraya terus mengacungkan kayu itu.
Kembali semuanya terkekeh dengan ancaman itu. Bahkan mereka menyentak kayu itu dan langsung terlepas dari tangan kecil Cinella. Cinella menelan salivanya susah payah.
"Tamatlah riwayatku," gumam Cinella pasrah.
"Nggak semudah itu, kamu tenang aja selama masih ada aku."
Cinella menoleh sinis ke arah Genta. Bisa-bisanya cowok itu bicara sepede itu? Lihatlah, dia saja terus memegang perutnya dan sok-sokan mau melawan laki-laki yang saat ini sudah mengepungnya itu? Tidak bisa dipercaya.
"Hey!"
***
Alohaaaa~ masih ada orang?😅
Hmm, kira-kira siapa tuh yang teriak? 🤔
Btw, maaf banget ya jarang apdet. Soalnya mood nulisku rasanya anjlok lagi wkwkwk
Makasih buat kalian yang sering ngasi aku semangat. I heart you~♡♡♡
Jangan lupa tinggalkan jejak yaaaa💕
Luv,
Windy Haruno
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top