4# 4 Tahun yang Lalu
"Hai Cincin."
Kedua mata milik Cinella sukses membulat melihat siapa yang kini berdiri di hadapannya dengan gaya sebelah tangan dimasukkan ke dalam saku jaket yang dikenakan. Bibirnya bahkan terangkat sebelah, tersenyum seolah memberi tahu bahwa dia senang karena akhirnya mereka kembali dipertemukan.
Genta kemudian melangkah, mendekat ke arah Cinella. Tapi Cinella sama sekali tidak senang dengan pertemuan ini, kedua kakinya bahkan perlahan melangkah mundur. Dengan harapan Genta paham bahwa dirinya sama sekali tidak nyaman dan tidak mau lagi berurusan dengannya. Tapi bukannya merasa tersinggung, Genta justru semakin memperlebar senyumnya.
Kedua mata Cinella kini sudah berkaca-kaca, hal itu adalah respon refleks dari batinnya yang ternyata masih belum bisa melupakan hal buruk yang pernah dilakukan laki-laki di hadapannya itu terhadapnya.
"Pergi."
Hanya itu yang bisa diucapkan Cinella sebelum ia benar-benar meninggalkan Genta yang kini menatapnya nanar.
•••
Empat tahun yang lalu
"Kak Genta," panggil Cinella seraya berusaha menyamakan langkahnya dengan langkah Genta. "Kak Genta, jangan gini. Apa salah aku sampai Kak Genta mutusin aku?!"
Genta masih tak bersuara, dia terus berjalan tanpa menghiraukan ucapan Cinella. Dan setelah mereka berada di belokan menuju kelas khusus untuk kelas tiga, Cinella berhenti. Dia tidak lagi berusaha mengejar Genta yang seperti menganggapnya angin lalu. Tentu hal itu membuat hati Cinella sakit, dia tak tahu apa-apa lalu tiba-tiba diputuskan begitu saja oleh kekasihnya–Genta.
Semua kenal siapa Genta. Dia terkenal dengan niatnya yang suka mempermainkan hari gadis-gadis yang ada di sekolah itu. Dan Cinella tidak pernah menyangka jika hal itu juga terjadi padanya. Harusnya, dia tidak semudah itu memberikan hatinya pada cowok itu, tapi ... Cinella hanyalah salah satu dari sekian banyak yang mengharapkan laki-laki itu menjadi kekasihnya. Dan setelah itu menjadi nyata, apa yang telah dia berikan? Hanya rasa sakit.
Jika kemarin-kemarin Genta dengan gentle mengantarkannya pulang dari sekolah, kali ini Cinella harus pulang seorang diri. Walaupun jarak rumah dan sekolah tidak terlalu jauh dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki, tetap saja ada rasa gamang yang dirasakan Cinella. Terlebih saat melewati gang sempit di dekat sekolahnya, seperti ada mata jahat yang mengintai. Atau hanya perasaan Cinella saja?
Kaki kecil Cinella terus melangkah tanpa mencoba menoleh ke belakang atau ke samping. Fokusnya saat ini hanyalah sampai di rumah dalam keadaan selamat. Namun, sepertinya keinginannya itu harus pupus tatkala gerombolan cowok yang berkisar lima orang tiba-tiba menghentikan langkahnya. Ingin berbaik sangka, Cinella terus melangkah, tetapi kelima cowok berseragam sekolah yang sama dengannya itu tetap kukuh berdiri tanpa memberikan cela barang sedikitpun.
"Maaf, Kak. Saya mau lewat," ujar Cinella dengan nada pelan. Takut-takut dia menatap kelima cowok yang hanya menanggapinya dengan senyum meremehkan itu. Perasaan Cinella tiba-tiba tidak enak. Sepertinya ada niat jahat di balik kelakuan mereka berlima. Belum lagi, dandanan mereka yang terlihat tidak seperti siswa pada umumnya semakin menambah keyakinan Cinella bahwa cowok yang ada di hadapannya ini bukanlah cowok baik-baik. Anting di telinga, rambut panjang melebihi kera baju, baju dikeluarkan serta rokok di tangan mereka.
"Kamu Cincin, kan?" tanya salah seorang di antara mereka.
Cinella terdiam cukup lama, berpikir apakah dia harus meladeni cowok-cowok itu atau tidak.
"Kok nggak dijawab?"
Cowok dengan rambut dicat di sekitar poni itu pun mendekat ke arah Cinella dan mencoba menarik tangannya. Beruntung Cinella berhasil menyentak tangannya sehingga pegangan cowok itu pun terlepas.
"Woah, pantas Genta betah. Ternyata ceweknya sangar-sangar gini, tapi imut," ujar yang lain.
Cinella mengerutkan keningnya bingung, tapi dia tak mau ambil pusing. Maka dia segera pergi tapi tangannya kembali ditarik oleh laki-laki yang tadi, hanya bedanya kali ini tarikannya cukup keras sehingga membuat Cinella mengaduh dan refleks memegang tangan cowok itu.
"Lepasin!"
"Mau ke mana sih? Nggak usah cepet-cepet lah pulangnya."
"Iya, bener. Biasanya lo pulang bareng Genta pasti juga seneng-seneng dulu kan?"
Cinella menggeleng keras. "Lepasin, aku mohon."
Mereka semua tertawa hingga bahunya berguncang hebat. Sementara Cinella semakin menciut di tengah derai tawa yang memekakkan telinga.
Cowok berpirang itu sedikit menunduk, menyejajarkan wajahnya dengan wajah ketakutan Cinella. "Lo udah main berapa kali sama Genta?"
Cinella membulatkan kedua matanya. Apakah serendah itu pandangan mereka terhadapnya? "Ma-maksud Kakak?"
"Halah, nggak usah pura-pura bego lah, Cin. Gue tau kok, setiap cewek yang udah jadian sama Genta itu udah ... lepas segel."
Tangan Cinella refleks terangkat dan mendarat mulus pada pipi cowok yang masih menyejajarkan wajahnya pada Cinella. Gigi Cinella bahkan bergemeletuk menahan amarah. Dia tidak serendah itu hingga rela melakukan hal nista seperti yang dituduhkan cowok itu terhadapnya.
"Wah, lo berani nampar Roy?" tanya si cowok yang dari nametag-nya bernama Kean.
Oh, nama cowok kurang aja di hadapanku ini Roy? Bos mereka? Cih.
Roy mengelus pelan pipi kirinya yang berhasil mendapat tamparan keras dari Cinella, dia lalu meludah lalu menatap Cinella dengan tatapan yanh sulit diartikan.
"Lo berani-beraninya ya nyentuh pipi gue? Hmm, jangan setengah-setengah. Sini, ayo sentuh yang lain juga." Lalu selanjutnya, mereka terbahak lagi. Kali ini lebih keras dari yang tadi.
Cinella tidak bisa lagi tinggal lebih lama, dia harus pergi dari tempat ini. Tapi sepertinya mereka masih senang mempermainkan Cinella. Roy bahkan berani menarik Cinella ke dalam pelukannya. Tentu saja Cinella berusaha berontak, tapi kekuatannya sama sekali tak sebanding dengan kekuatan yang dimiliki oleh Roy. Laki-laki itu kini bahkan berusaha menyentuh bagian dada Cinella yang dengan sisa kekuatan pun berusaha ia hindari.
"Toloooong!" teriak Cinella.
"Hahaha, mau minta tolong sama siapa sih, Cin. Di sini tuh nggak ada orang. Mending juga lo seneng-seneng sama kita, kan? Jangan lah nyia-nyiain kesempatan ini."
"Nggak! Gue nggak mau!!! Lepasin! Toloooong! Toloooong!!"
"Bos, daripada ribet, mending langsung bawa ke semak-semak sono noh. Kita jagain."
Tanpa menunggu lama, Roy segera bertindak membawa Cinella ke semak-semak yang ditunjuk oleh teman-temannya, setelah itu dia mendorong Cinella sampai tersungkur di tanah. Melihat Cinella tak berdaya, dia pun berusaha menarik baju sekolah Cinella hingga beberapa kancing bajunya terlepas. Bagian dadanya terekspos hingga ia sadar dan berusaha ia tutupi menggunakan tangan. Air mata terus mengalir hingga pandangannya mengabur.
Siapapun, tolong aku.
"Wah, pantas Genta betah ya sama lo. Ternyata lo lumayan seksi juga," komentar Roy seraya mendekat pada Cinella.
"Jangan, aku mohon!"
"Jangan apa? Hm?"
"Jangan berhenti, bos! Hahaha."
Roy terkekeh pelan dan menatap Cinella dengan intens. Dia berusaha memegang pipi basah Cinella, tetapi Cinella menghindar.
"Gue nggak nyangka kalau Genta bakal nyia-nyiain lo setelah dia puas mempermainkan lo. Ck ck ck. Apa lo emang sebodoh itu sampai nerima dia? Lo beneran nggak tau kalo dia jadiin lo pacar cuma karena pengin nikmati tubuh lo?"
"Dia nggak seperti itu!" bela Cinella.
"Hmm, sepertinya emang belum, ya. Gue liat-liat lo emang tangguh sih. Jadi wajar dia belum dapet apa-apa sebelum mutusin lo. Mungkin karena itu juga dia akhirnya mutusin lo. Murni karena tubuh lo ... susah dia dapetin."
Tubuh Cinella tersentak. Benarkah selama ini Genta memiliki niat buruk seperti itu?
"Heh! Ngapain kalian di situ?" teriak seseorang dari kejauhan.
"Ck! Kabur, bos. Ada orang!"
Roy dan teman-temannya pun akhirnya berlari dengan cepat, meninggalkan Cinella yang masih sesenggukan. Sementara orang-orang yang tadinya berteriak pun berusaha untuk membantu Cinella.
Setelah kejadian itu, Cinella melakukan serangkaian pemeriksaan, termasuk pemeriksaan psikologis. Dan dia telah terbukti mengidap gangguan PTSD* hingga ia menjadi mahasiswa baru di kampus Pelita. Yang berakibat pada ketakutan untuk memiliki hubungan dengan lelaki manapun. Bahkan untuk berdekatan pun rasanya ... sedikit aneh. Tapi beruntung, setelah menjadi mahasiswa psikologi, dia dengan cepat memilih untuk mendatangi psikolog yang juga merupakan dosennya untuk melakukan serangkaian terapi. Hingga kini, gangguan yang dialami perlahan bisa ia kendalikan. Meski masih ada sedikit rasa takut yang meliputi.
•••
Note : Posttraumatic Stress Disorder (PTSD) merupakan gangguan yang terjadi pada seseorang setelah mengalami atau menyaksikan kejadian mengerikan, mengejutkan atau berbahaya. PTSD tidak seperti ketakutan biasa yang dialami seseorang ketika mengalami atau menyaksikan kejadian traumatis. Akan tetapi, orang yang mengalami PTSD akan merasakan reaksi negatif yang dapat bertahan hingga 1 bulan lamanya setelah mengalami atau menyaksikan kejadian traumatis tersebut. Mengetahui kerabat dekat mengalami kekerasan atau meninggal secara tiba-tiba atau terpapar berulang-ulang pada rincian kejadian traumatis juga dapat mengalami PTSD.
•••
Halo, Cincin balik lagi. Hehehe
Maaf ya, apdetnya lama. ☺️🙏
Mood nulis lagi anjlok😤
Semoga part ini masih berkesan💕
Luv,
Windy Haruno
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top