17# Insiden
Hari ini tidak ada dosen yang akan masuk. Dan Cinella bahagia karena akhirnya dia bisa meluangkan waktu untuk ibu dan juga Bu Asia. Hari ini, dia telah berencana akan mengajak ibu dan bu Asia jalan-jalan. Tempat yang akan dia tuju memang bukanlah tempat yang istimewa, hanya mall yang terdekat dari rumah. Lagipula, ibu dan bu Asia sangat jarang diajak ke luar rumah atau dengan kata lain jalan-jalan untuk sekadar bersantai. Untuk urusan uang jalan, sebenarnya selalu ada. Uang pensiun ayahnya selalu ia tabung, karena pengeluaran mereka memang bisa dibilang tidak terlalu banyak setiap bulannya. Tidak masalah kan jika sesekali menggunakan uang pensiun ayahnya untuk menyenangkan sang ibu dan bu Asia? Toh, mereka berdua sudah pasti terlalu penat dengan keadaan sekarang.
"Bu. Ibu ganti baju dulu, ya."
Bu Asia mendekat ke arah Cinella dan juga bu Ina yang kini tengah menyesap teh di meja makan. "Loh, kan tadi sudah ganti baju, Nak," sahut bu Asia terheran karena Cinella tiba-tiba meminta sang ibu untuk mengganti bajunya lagi.
Cinella tersenyum lebar. Dia lalu menggenggam tangan bu Asia yang terasa kasar dengan sedikit erat. "Bu Asia juga. Ganti baju, ya? Pakai baju yang paling cetaaaaar. Hohoho."
"Hah? Untuk apa toh, Nak? Kalau di rumah saja ibu malas ah ganti baju yang cetar. Baju daster saja sudah nyaman."
"Hihihihi, ya nggak di rumah lah, Bu. Cincin mau ngajak Bu Asia dan Ibu jalan-jalan ke mall."
Bu Asia tampak terkejut. Pasalnya, jarang-jarang dia diajak ke tempat seperti itu. dia bahkan lupa kapan terakhir jalan-jalan ke tempat yang namanya mall. "Aduh, mau ngapain to ke mall? Ibu malu, ah."
"Kita mau ke mall?" tanya bu Ina.
"Iya, Bu. Nah, makanya kalian berdua ganti baju gih. Cincin juga mau ganti baju ini. Nanti di sana kita bisa nonton dan belanja. Bu Asia dan Ibu suka nonton kan?"
Bu Asia menggaruk pipinya yang tidak gatal. Ia lalu menatap bu Ina yang terlihat antusias mendengar penuturan anaknya itu. "Tapi kan ibu bisa nonton di rumah aja, Nak Cincin. Tontonan di TV juga bagus, kok."
"Ih, tetep aja beda lah, Bu. Ayo, deh. Buruan kita ganti baju, sebelum Cincin berubah pikiran, nih. Ayo, ayo."
Mendengar permintaan Cinella, mau tak mau bu Asia pun bergegas pamit untuk pulang ke rumahnya dulu untuk berganti pakaian, pun dengan bu Ina. Tentu saja untuk urusan pakaian, bu Ina selalu membiarkan Cinella yang memilih, karena menurut Cinella, pilihan baju yang dipakai bu Ina kadang terlihat tidak serasi.
"Nah, Ibu pakai ini, ya. Biar terlihat lebih muda, hehe."
Bu Ina menerima pakaian pilihan Cinella dan menatapnya dengan saksama. "Apa ini bisa membuat ibu terlihat muda?" Cinella mengangguk antusias. "Wah, bagaimana kalau di mall nanti cowok-cowok justru melirik ibu daripada anak ibu?" tanya bu Ina diselingi candaan.
Cinella memberenggut sebal. "Wohooo, anak Ibu tidak akan punya pasangan kalau begitu."
"Hehehe, kan Ibu sudah punya pilihan sendiri untuk Cincin."
"Hah? Maksud Ibu?"
"Sudah, ah. Nanti kelamaan lagi kalo dilanjutin. Keburu Bu Asia dateng."
Bu Ina kemudian mulai menyibukkan diri dengan pakaiannya, mengabaikan tatapan penuh tanya dari anak semata wayangnya itu. Lagipula, akan ada waktu yang tepat untuk mengungkapkannya.
***
Saat ini, Cinella bersama bu Ina dan juga bu Asia telah berada di atas taksi online. Sesekali bu Asia mengomentari penampilan bu Ina yang terlihat awet muda dengan gamis berwarna hijau tua dipadukan hijab berwarna cream. Tak ketinggalan polesan make up tipis yang dipakaikan Cinella semakin membuat wajah bu Ina tampak ayu.
"Terus, aku jadi kelihatan tidak cantik begitu?" tanya Cinella dengan nada merajuk. Hal itu sukses membuat bu Ina, bu Asia dan supir taksi online itu menahan tawa.
Menyadari bahwa supir taksi online yang ditumpanginya ikut menahan tawa, Cinella buru-buru berdeham pelan. "Cuma bercanda, kok," ucap Cinella seraya melirik sekilas ke arah supir taksi itu.
Supir taksi itu masih muda, jika Cinella perhatikan, dia terlihat masih berumur sekitar dua puluh lima atau dua puluh enam. Gayanya juga terliat modis dengan t-shirt hitam dengan celana jeans berwarna dark blue. Di pergelangan tangan kirinya juga terdapat arloji berwarna hitam, sangat serasi dengan kulitnya yang bewarna kuning langsat. Lumayan ganteng pula.
"Hush, ngapain ngeliatin Mas-nya sampai segitu? Jangan bilang kamu jatuh cinta pada pandangan pertama?" tegur bu Ina saat melihat putrinya itu memelototi si supir. Tawa pun berderai di dalam taksi, dan tentunya Cinella lah yang selalu menjadi bahan tawa mereka.
***
"Makasih, ya, Mas," ujar Cinella sesaat setelah membayar tagihannya.
"Iya, sama-sama, Mbak."
"Mas, maaf, ya. Tadi kami sedikit ... berisik. Hehe."
"Iya, nggak pa-pa, Mbak. Saya senang kok kalau di dalam mobil saya ramai. Daripada diem-dieman kan nggak seru."
Cinella tersenyum tipis, masih merasa tak enak dengan keributan yang dibuat oleh dia dan keluarganya. "Ya udah kalau gitu, sekali lagi makasih, ya, Mas."
"Iya, Mbak. Sama-sama."
Saat Cinella menghampiri kedua wanita paruh baya itu. Ia langsung dicecar dengan pertanyaan-pertanyaan yang sukses membuat Cinella menggeleng-gelengkan kepalanya. Bagaimana tidak, ia yang pergi membayar tagihan taksi online itu justru dituduh pergi menggoda si supir taksi dengan cara meminta nomor ponsel dan alamatnya. Heloo, Cinella tidak seganjen itu sehingga berani meminta nomor ponsel laki-laki yang tidak dikenalinya. Tapi, bukannya membantah argumen kedua wanita itu, ia justru hanya diam dan membiarkan keduanya berspekulasi demikian.
"Bu, berhenti sebentar, ya. Aku mau taruh dompet dulu."
Cinnella segera membuka tas dan memasukkan dompetnya. Namun, ia segera teralihkan dengan suara benturan berikut dengan teriakan orang-orang yang ada di pinggir jalan, pun dengan bu Asia yang entah kenapa sudah berjauhan dengan jarak Cinella saat ini.
Panik, Cinella segera berlari menuju bu Asia yang terlihat kaget. Orang-orang pun mulai berkerumunan di tengah jalan. Entah apa yang terjadi, tapi rasanya jantung Cinella berdetak lebih cepat dari biasanya. Perasaannya tiba-tiba jadi khawatir.
"Loh, Bu. Ibu mana?" tanya Cinella panik.
Bu Asia menatap sekumpulan orang yang mengerumuni sesuatu di tengah jalan. Tangannya pun gemetaran menunjuk orang-orang itu.
"Ibu di sana, Bu? Aduh, kenapa Ibu ikut-ikutan ke sana, sih?" Cinella menghela napas pelan karena entah mengapa dadanya terasa sesak saat melihat kerumunan orang-orang itu. "Ibu tunggu di sini, ya. Biar Cincin yang nyari ibu di sana."
Tanpa menunggu jawaban bu Asia, Cinella segera ikut bergabung dengan orang-orang itu. Hampir saja Cinella putus asa karena orang-orang semakin bertambah membuat ia semakin sulit mencari keberadaan sang ibu. Tapi, sebuah cela dari kerumunan itu sukses menarik perhatian Cinella. Segera ia berusaha keras mencoba membelah kerumunan itu, cukup lama karena semua orang tak ada yang mau mengalah, tapi beruntung Cinella berhasil lolos dari jepitan orang-orang itu. Namun, ada hal yang sukses membuat Cinella terkejut bukan main, yang berhasil membuat dunianya terasa runtuh.
"Ibu?!"
***
Part ini ga ada Genta, ya. Jangan dicariin. Wkwkwkw
Luv,
Windy Haruno
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top