12# Diary Cincin
Absen dulu sini yang nungguin😁
.
.
.
.
.
"Kantin, yuk!" ajak Radit seraya merangkul bahu Genta dan Desta secara bersamaan.
"Buset, pagi bener ke kantinnya?"
"Iya, nggak sempet sarapan tadi. Mas-mas yang jual buryam nggak lewat."
"Wuih, gini-gini ternyata lo asupannya bubur ayam, ya? Kirain nasi dan barbel."
Radit tertawa pelan. "Lo nggak nyoba aja buryam mas-mas itu. Enak baget gila."
Saat mereka tengah sibuk membahas perihal bubur ayam, langkah Genta tiba-tiba terhenti. Radit dan Desta pun juga ikut terhenti.
"Kenapa lo?"
Genta tidak menanggapi, dia hanya melepas rangkulan Radit dan mulai berbelok arah. Dari jauh kedua sahabat Genta itu bisa melihat keberadaan Cinella yang berdiri di hadapan lokernya. Dia terlihat sedang memasukkan beberapa buku dan menggantinya dengan buku yang lain.
"Wohooooo, pantesan pandangannya langsung teralihkan. Ternyata si kutub negatif telah menemukan kutub positifnya," celetuk Radit sambil menggelengkan kepalanya tak habis pikir.
"Lu pikir mereka magnet sampai punya kutub positif dan negatif?" Desta membuka suara.
"Ya itu hanya pengibaratan, Des. Lo ngga paham? Coba lo perhatiin si Genta. Tiap liat Cincin pasti dia samperin. Kayak kutub negatif sebuah magnet begimanepun bakal tertarik saat ketemu kutub positif."
Desta berdecak sebal. Sepagi ini Radit sudah rese. Mungkin efek dari tidak sarapan memang bisa seluar biasa itu di diri seorang Radit. Maka dari itu, tanpa banyak bicara lagi, Desta segera mengajak Radit ke kantin sebelum cowok itu melakukan hal-hal di luar nalar lagi.
***
Cinella tersentak pelan saat seseorang tiba-tiba menaruh tangannya tepat di samping loker miliknya. Diliriknya dengan tatapan memincing tak suka, dan di sana, jarak sekitar tiga jengkal dari posisinya berdiri sosok Genta dengan senyuman lebar yang sangat menyebalkan di mata Cinella.
Refleks Cinella memundurkan badannya. Memilih membuat jarak agar rasa tak nyaman yang dirasanya tidak menjadi-jadi.
"Kakak ngapain di sini?" tanya Cinella dengan nada sewot.
Bahu Genta terangkat. "Mau menyapa calon mahramku."
"Ck. Jangan bercanda!" Cinella kemudian memilih untuk pergi. Terlalu malas meladeni cowok yang suka iseng macam Genta.
Tapi bukan Genta namanya jika tidak bisa mendapatkan apa yang dia mau, termasuk perhatian dari cewek yang beberapa minggu belakangan ini sukses menarik perhatiannya. Meski Cinella bukanlah orang baru di hidup Genta, tetap saja harus ada usaha jika ingin mengalihkan dunia cewek itu kepadanya. Tidak perlu alasan lain kenapa dia harus berusaha sekeras itu, tentu saja karena perasaan bersalah yang diam-diam menyelimuti batinnya beberapa tahun belakangan. Sebenarnya Cinella bukanlah cewek satu-satunya yang pernah dia sakiti dengan tingkah brengseknya, tapi entah mengapa hanya perempuan itu lah yang paling membekas di hatinya.
Ya, si bucin.
Saat tengah sibuk menghindari Genta, tiba-tiba dari arah depan seseorang tanpa sengaja menabrak tubuh Cinella. Buku-buku yang tadi berada di dalam pelukannya pun terjatuh.
"Aduh, maaf. Maaf. Gue nggak sengaja."
Laki-laki yang memakai PDH berwarna merah itu segera membantu Cinella mengambil buku-bukunya. Beberapa kali dia menggumamkan kata maaf, sampai Cinella merasa tidak enak sendiri.
"Iya, nggak pa-pa, Kak. Saya juga minta maaf."
"Lain kali hati-hati dong, bro. Masa depan gue lecet, lo nggak gue maafin."
Cowok berperawakan tinggi itu tersenyum kecut mendengar ucapan Genta. Ada sedikit perasaan tidak enak yang menghampiri dirinya. "Maaf, ya. Gue beneran nggak sengaja. Maaf."
Genta mengangguk pelan. "Oke. Lain kali hati-hati."
"Apaan sih, Kak?! Orang nggak pa-pa juga," sahut Cinella sedikit kesal dengan respon Genta kepada laki-laki itu.
"Ini bukunya." Cowok itu menyerahkan dua buah buku milik Cinella dengan tubuh sedikit dibungkukkan. Ah, tipikal cowok yang punya sopan santun.
Cinella menerima buku itu sambil membungkuk sedikit. Jujur saja, dia merasa sungkan dengan orang yang terlampau sopan seperti cowok yang ada di hadapannya itu. Tapi jika disuruh memilih, tentulah dia lebih memilih cowok sopan dibanding cowok slengekan macam Genta.
"Terima kasih," ucap Cinella sebelum cowok itu pergi.
"Sama-sama."
"Udah? Buru, bro. Lagi buru-buru kan?" tanya Genta mengingatkan.
"Ah, iya. Permisi."
"Hati-hati."
Saat laki-laki itu pergi, Cinella juga memutuskan untuk pergi. Meninggalkan Genta yang masih berdiri menatap kepergian laki-laki yang baru saja ditakdirkan untuk bertabrakan ala tokoh-tokoh di sinetron atau adegan dalam novel-novel bersama calon masa depannya. Ah, terlalu pede. Tapi biarlah.
"Cin, tungguin!" teriak Genta saat menyadari bahwa Cinella kini sudah pergi lebih dulu.
Ingin segera menyusul, tapi Genta teralihkan oleh sebuah buku yang tergeletak tepat di samping pot bunga tak jauh dari posisinya. Penasaran, Genta pun mengambil buku bersampul merah itu. Di sudut kanan bawah tertulis 'Diary Cincin'. Sudah pasti buku itu milik Cinella.
"Gue kasi nanti deh pas mood-nya lagi bagus," gumam Genta kemudian memasukkan buku itu ke dalam tas ranselnya.
***
"Pergi aja kamu, Mas! Lagian kamu juga emang ngga pernah lagi peduliin aku!"
"Jangan asal ngomong kamu!"
Plak!
Genta perlahan memejamkan kedua matanya. Suara-suara berisik karena pertengkaran itu seperti kaset yang terus diputar di dalam kehidupannya. Terus berputar sampai rasanya Genta sudah bosan dan hanya menjadikannya sebagai angin lalu.
Teriakan. Tangisan. Semua berusaha Genta redam dalam sunyi kamarnya. Tak ada niatan untuk melerai, karena toh percuma saja. Sekali, dua kali ia pernah menjadi sosok pahlawan di antara kedua orang tuanya itu, tapi nyatanya dia ikut terkena imbasnya. Pukulan bahkan tendangan untuk pelampiasan sudah pernah ia rasakan. Dan sekarang menurutnya sudah cukup. Kedua orang tuanya sudah sama-sama dewasa untuk memilih jalan.
Genta memilih mengistirahatkan tubuhnya di atas kasur. Adzan maghrib sudah berkumandang, namun ia memilih untuk memejamkan kedua matanya. Menikmati sayup-sayup panggilan untuk menyembah itu dengan khidmat. Jika diminta memilih, dia tentu saja lebih memilih mendengar panggilan itu dibanding setiap hari harus mendengar teriakan dan cacian kedua orang tuanya.
Setelah kumandang Adzan berhenti, Genta bangun dan terduduk cukup lama. Hingga dia kembali teringat dengan buku bersampul merah milik Cinella. Dia lalu mengambil ransel yang terletak tak jauh dari posisi duduknya dan segera menarik keluar buku itu.
Tebal dan tampak lusuh. Sudah pasti buku itu sudah lama.
Meski penasaran, Genta lebih memilih untuk menyimpannya dan memutuskan untuk melaksanakan kewajibannya sebagai makhluk Tuhan.
***
Cinella menarik keluar buku-buku perpustakaan yang dipinjamnya dari dalam tas. Namun, ada hal janggal yang membuat keningnya mengerut dalam. Di mana buku diarinya? Kenapa buku bersampul merah itu tidak ada di antara buku-buku yang ada di dalam tasnya? Segera ia beralih mencari diari itu di dalam laci nakas, namun tetap saja nihil.
"Bu. Ibu lihat buku Cincin nggak?"
"Buku? Buku yang mana?"
"Yang sampul merah, Bu."
Bu Ina tampak berpikir. "Ibu ndak lihat."
"Aduh, aku taruh di mana ya?"
Panik? Tentu saja. Semua hal bahagia dan sedih yang terjadi di dalam kehidupan seorang Cinella telah tertuang di sana. Di diari itu. Maka, tidak heran jika kehilangan buku itu sama rasanya seperti kehilangan sebagian dari diri Cinella.
"Memangnya itu buku apa, Nak?"
"Ah, itu ... buku ... buku catatan, Bu. Iya, buku catatan."
"Oh, begitu. Coba kamu cari ulang. Siapa tahu keselip di meja belajarmu."
Tak perlu menunggu lama, Cinella segera kembali ke dalam kamarnya dan mengecek satu persatu tumpukan buku yang ada di atas meja belajarnya. Tapi tetap saja, buku diari itu tidak menunjukkan keberadaannya.
"Ya Allah, ke mana deh tu buku?" ujar Cinella mulai merasa sedikit frustrasi.
Ting!
Kak Genta
Buku diari kamu ada sama aku❤️
Sesaat, dunia Cinella terasa runtuh. Berbagai pertanyaan pun sukses bergelantungan di benaknya.
Apakah Genta membacanya? Bagaimana jika dia membacanya? Apa yang harus Cinella lakukan?
"Ya Allah. Mati aku," gumam Cinella putus asa.
***
Yeay! Update lageeeee~
Kira-kira, Genta baca nggak ya?😄😄😄
Spoiler ada di IG akuh. Main-mainlah ke sana. Siapa tau betah /eh 😌
Luv,
Windy Haruno
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top