🌙 Chapter 10: Kencan Rahasia
Aku dan Mentari memutuskan untuk berkencan di taman hiburan tanpa sepengetahuan kedua teman kami, Normal dan Aila. Kami berdua ingin menikmati waktu berdua tanpa gangguan, meskipun aku tahu bahwa nasib sialku bisa saja muncul kapan saja.
Aku dan Mentari sampai di taman hiburan dengan penuh semanga. Mentari tampak sangat antusias, sementara aku berusaha untuk tetap tenang meski ada sedikit kekhawatiran. Setelah membeli tiket, Mentari langsung menarik tanganku menuju wahana rollercoaster.
"Sa, ayo kita naik rollercoaster dulu! Pasti seru!" kata Mentari dengan mata berbinar.
Aku menelan ludah mengingat pengalaman burukku sebelumnya. "Kamu yakin, Tar? Mungkin kita bisa mulai dengan yang lebih... tenang?" usulku meskipun aku tahu hal itu tidak akan berhasil.
Mentari tertawa kecil. "Ah! Sa, kamu terlalu khawatir. Ayo, ini akan sangat menyenangkan, loh!"
Akhirnya, aku pun menyerah dan kami naik rollercoaster. Begitu wahana mulai bergerak, jantungku mulai berdegup tak karuan. Ketika wahana tersebut mencapai puncak dan kemudian meluncur turun dengan kecepatan tinggi, aku merasa perutku bergejolak dan dunia berputar lebih cepat dari pada rollercoaster itu sendiri. Begitu wahana berhenti, aku seperti orang linglung yang kehilangan separuh jiwanya.
Mentari menatapku dengan cemas. "Sa, kamu gak papa?"
Aku mengangguk lemah. "Aku rasa aku ingin muntah."
Benar saja begitu turun dari rollercoaster, aku langsung muntah-muntah. Mataku berkunang-kunang dan rasanya seperti dunia bergerak lebih cepat dari rollercoaster itu sendiri. Mentari segera memberiku sebotol air yang aku habiskan dalam sekali tegukan.
"Sa, kalau kamu takut ketinggian bilang, dong! Jangan bikin aku khawatir kayak gini," kata Mentari lembut sambil menepuk-nepuk punggungku.
Setelah merasa sedikit lebih baik, kami berjalan-jalan di sekitar taman hiburan. Mentari tiba-tiba jadi tertarik dengan rumah hantu yang ada di sana, sedangkan aku di sisi lain merasakan firasat buruk bakalan menimpaku.
"Sa, ayo kita coba masuk ke sana!" ucap Mentari sambil menunjuk ke arah rumah hantu, tempat adu nyali.
"Tar, kamu yakin mau masuk ke sana? Setelah rollercoaster tadi, aku nggak yakin pas keluar bakalan baik-baik saja," kataku dengan nada cemas.
Mentari tersenyum manis. "Ayolah, Sa! Ini akan seru! Lagi pula aku ada di sini untuk menemanimu," balasnya sambil menarik tanganku.
Aku mencoba untuk menolak, tetapi Mentari sangat gigih. "Sa, please! Hanya sebentar saja. Kalau terlalu seram kita bisa keluar lebih cepat," bujuknya.
Aku menghela napas dalam-dalam. "Baiklah, tapi kalau aku pingsan, kamu yang tanggung jawab, ya!"
Mentari tertawa. "Okeh, deal!"
Kami pun masuk ke dalam rumah hantu. Begitu masuk, suasana gelap dan suara-suara menakutkan langsung menyambut kami. Aku merasa merinding dan jantungku berdegup semakin kencang. Setiap kali ada hantu atau makhluk menyeramkan yang muncul, aku berteriak histeris sambil memukul hantu-hantu yang mendekat kepadaku, sementara Mentari hanya tertawa sambil menggenggam erat tanganku.
"Tar, kita harus keluar sekarang, ya! Aku nggak tahan lagi!" teriakku saat seorang hantu dengan wajah seram muncul dari sudut yang gelap.
Mentari mencoba menenangkan aku. "Tenang, Sa. Kita hampir selesai. Ayo, sedikit lagi," katanya sambil menarikku lebih dalam ke rumah hantu.
Aku benar-benar merasa jiwaku hilang separuh ketika akhirnya kami berhasil keluar dari rumah hantu. Suaraku serak karena terlalu banyak berteriak dan jalanku pun sempoyongan. Untungnya, Mentari membopongku keluar dari rumah hantu.
"Sa, kamu baik-baik saja? Masih hidupkan?" tanyanya sambil tersenyum mencairkan suasana.
Aku hanya bisa mengangguk lemah. "Tentu saja aku masih hidup, aku cuma butuh istirahat," jawabku sewot dengan suara serak. Mentari bukannya cemas aku marah, pacarku itu malah tertawa cekikikan saat melihat wajah sewotku.
Setelah keluar dari rumah hantu, kami pun memutuskan untuk istirahat sebentar. Mentari membeli dua es krim rasa coklat dan memberikan satu padaku. "Ini, Sa. Mungkin es krim bisa membuatmu merasa lebih baik," katanya sambil tersenyum.
Aku menerima es krim itu dengan senang hati. "Terima kasih, Tar. Kamu benar-benar tahu cara membuatku merasa lebih baik."
Kami duduk di bangku taman, menikmati es krim sambil melihat orang-orang yang berlalu-lalang. Setelah istirahat sejenak, Mentari mengusulkan untuk pergi ke akuarium yang ada ikan besarnya. "Sa, bagaimana kalau kita pergi ke akuarium? Di sana ada ikan-ikan besar yang menarik."
Aku mengangguk setuju. "Itu ide yang bagus. Semoga tidak ada kejadian sial lagi," kataku sambil tertawa kecil.
Kami berjalan menuju akuarium dan masuk ke dalamnya. Pemandangan ikan-ikan besar yang berenang di dalam tangki kaca benar-benar menakjubkan. Mentari tampak sangat senang dan aku merasa lebih tenang melihat senyum di wajahnya.
"Sa, lihat ikan paus itu! Besar banget, ya?" kata Mentari dengan mata berbinar.
"Iya, benar-benar besar. Dan terlihat sangat kuat," jawabku sambil tersenyum.
Kami menghabiskan waktu cukup lama di akuarium, menikmati keindahan bawah laut tanpa harus basah. Setelah puas melihat ikan-ikan besar, kami memutuskan untuk naik bianglala sebagai penutup kencan kami.
"Sa, bagaimana kalau kita naik bianglala dan menikmati keindahan sunset sore ini?" usul Mentari dengan mata penuh harap.
Aku mengangguk setuju. "Itu ide yang bagus. Aku juga ingin melihat sunset bersamamu, Tar."
Kami naik bianglala dan menikmati pemandangan indah dari ketinggian, walaupun aku sangat takut ketinggian, aku masih bisa menahannya untuk membuat pacarku senang. Saat bianglala mencapai puncak, kami bisa melihat matahari yang perlahan tenggelam di ufuk barat. Warna-warni langit sore yang indah membuat suasana menjadi sangat romantis.
"Sa, lihat deh. Langitnya indah banget, ya?" kata Mentari sambil menggenggam tanganku erat.
"Iya, benar-benar indah," jawabku sambil menatapnya dengan senyuman manis.
Kami duduk berdua, menikmati momen itu tanpa banyak bicara. Hanya ada keheningan yang nyaman dan keindahan alam yang memukau. Aku merasa sangat beruntung bisa berbagi momen ini dengan Mentari.
Setelah bianglala berhenti, kami berjalan-jalan sebentar sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang. Hari itu benar-benar penuh dengan tawa, ketegangan dan kebahagiaan. Meskipun ada momen-momen menakutkan dan memalukan, semuanya terasa lebih baik karena Mentari selalu ada di sampingku.
"Terima kasih, Tar. Hari ini benar-benar menyenangkan," kataku saat kami berjalan menuju pintu keluar taman hiburan.
"Sama-sama, Sa. Aku juga sangat senang," jawab Mentari sambil tersenyum manis.
Kami berdua tahu bahwa momen-momen seperti ini akan selalu menjadi kenangan indah dalam hubungan kami. Dengan semua kekonyolan dan ketegangan yang terjadi, cinta kami justru semakin kuat. Meskipun aku selalu sial dengan Mentari di sisiku, semua itu terasa lebih ringan dan penuh dengan tawa. Pacarku itu bukan cuma cantik tapi dia punya banyak kelebihan salah satunya, ia bagaikan dewi keberuntungan yang datang untuk menyelamatkan hidupku dari kesialan dan masih banyak lagi yang lainnya.
Jadi begitulah, kencan kami di taman hiburan yang penuh kejutan dan petualangan. Aku dan Mentari belajar bahwa dalam cinta, bahkan di dalam momen-momen paling gila dan menakutkan bisa menjadi kenangan indah yang akan selalu kami hargai. Kami pulang dengan senyum di wajah dan hati yang penuh cinta, siap menghadapi petualangan berikutnya bersama-sama.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top