Murid Baru

"Semoga bisa menetap lebih lama disini." batin salah seorang dari keluarga tersebut.


-=***=-


Pagi hari.

"VIKIII...AYO BANGUN...!!!" teriak sang Ibu di depan pintu anaknya.

"Iya Bu, aku sudah bangun." jawabku dari dalam kamar dengan suara parau khas orang yang baru bangun tidur.

"Cepat turun dan sarapan!"

Aku mendudukan diriku di atas kasur, dan mengusap wajahku kasar. Pandanganku berkeliling melihat kamar baruku, terlihat masih banyak kotak kardus yang menumpuk. Satu hembusan kasar lolos dari hidungku.

"Sebaiknya aku segera bangun sebelum Ibu membawakan seember air dingin."  batinku.

Aku beranjak dari kasur dan dengan langkah gontai menuju kamar mandi untuk sekedar membasuh wajah agar sedikit segar.

Lima menit kemudian aku menuruni tangga dan menghampiri meja makan. Disana sudah tersedia susu hangat dan roti yang sudah di beri selai. Juga anggota keluarga lainnya seperti Ayah yang sedang membaca koran pagi, Ibu yang masih setia mengolesi selai pada roti tawar di tangannya, dan kedua adik perempuanku yang sibuk bercanda dan tertawa, entah apa yang mereka bicarakan. Sebaiknya aku tak ikut campur dalam pembicaraan mereka, karena sudah pasti mereka sedang membahas hal yang sangat tidak berfaedah.

Aku menyesap susu hangatku sedikit, dan mulai menggigit sarapanku, roti dengan selai bluberry. Mataku berkeliling, memperhatikan seisi rumah yang masih berantakan. Terlihat banyak sekali kotak menumpuk yang masih belum sempat dibereskan, dan itu tugas kita semua untuk hari ini.

"Ayah sudah mengurusi kepindahan kalian ke sekolah baru kalian. Jadi besok, kalian sudah bisa mulai masuk sekolah." ujar sang Kepala Keluarga di sela-sela menikmati kopi paginya.

Kami bertiga hanya mengagguk-angguk tanda mengerti dan kembali menikmati sarapan kami.

Hari pun berganti siang, sarapan yang khidmat dan tenang pun berganti jadi keriuhan membereskan barang-barang yang masih tersimpan dalam kotak kardus. Menata dan menempatkan semuanya pada posisi yang pas agar terlihat rapih dan nyaman.

Kegiatan beres-beres pun berlangsung hingga sore menjelang. Kini aku sedang merapihkan barang-barang di dalam kamarku, sekaligus mempersiapkan perlengkapan ku untuk berangkat sekolah besok, seperti tas, seragam, dan beberapa buku yang harus di bawa.


-=***=-


Keesokan harinya.

TIIT... TIIT... TIIT...

"Buset ni alarm, gak tau orang masih ngantuk apa ya?" batinku menggerutu.

Dengan susah payah tanganku meraih alarm yang berada di atas nakas samping tempat tidurku dan mematikannya. Kududukkan badanku di atas kasur, meregangkan otot dan sesekali memijit bahuku yang terasa kaku.

"Huft...cape juga beres-beres rumah seharian."  batinku.

Tok...Tok...Tok...

"Kak Viki, udah bangun belom?" seru adikku dari depan pintu.

"Udah Dek!" jawabku malas.

"Cepetan mandi! Sarapannya udah siap Kak." seruan kedua dari adikku yang diiringi derap kami yang berlari menjauhi pintu kamarku.

Hembusan kasar kembali lolos dari hidungku. Bandung pagi hari emang sedingin ini ya? Rasanya berat sekali untuk meninggalkan kasur yang hangat dan empuk ini.

Sepuluh menit berlalu, aku sedang mematut penampilanku di depan cermin. Tak banyak yang kupakai, hanya seragam SMA pada umumnya dan ditambah jam tangan.

"Oke, sudah cukup untuk kesan pertama yang baik." gumamku. Menurut pengalamaku, kesan pertama adalah hal yang harus diperhatikan saat menemui orang baru atau lingkungan yang baru. Karena hal ini yang akan menentukan nasib kita di lingkungan tersebut, apakah kita akan memiliki banyak teman atau tidak.

Setelah dirasa cukup, aku menggendong tas sekolahku dan melangkahkan kaki keluar kamar, menuruni tangga menuju meja makan untuk menikmati sarapan pagi.

Tak banyak yang kulakukan saat sarapan, hanya obrolan ringan dan sedikit tingkah konyol kedua adikku hingga menimbulkan gelak tawa diantara kami semua.


-=***=-


Mobil yang kutumpangi berhenti tepat di depan sebuah sekolah yang cukup megah.

"Semoga kau betah yah Viki." seru Ayahku saat menoleh kepadaku.

"Iya Ayah, semoga saja." jawabku datar.

Setelah berpamitan dan turun dari mobil. aku berdiri menghadap sekolah baruku, memperhatikan gerbang sekolah yang megah bertuliskan 'SMA NEGERI 135 BANDUNG' diatasnya. Disekitar gerbang yang terbuka terlihat beberapa siswa yang baru saja datang. Ada yang sambil mengobrol bersama temanya, ada yang berjalan sambil membaca buku, ada pula yang sambil mendengarkan musik lewat headphone yang terpasang di kepalanya.

Aku memantapkan diri dan mulai melangkah masuk. Semilir angin menerpa wajahku saat memasuki gerbang yang besar itu, semoga ini adalah pertanda baik.

Kali ini mataku disuguhkan oleh bangunan-bangunan berlantai tiga yang kuyakin itu adalah bangunan kelas. dan di sana, di sebrang lapangan yang luas aku melihat satu bangunan yang terlihat berbeda. Bangunan itu berlantai dua dan memiliki cat putih dengan konstruksi yang sedikit indah. "Sepertinya itulah tujuan pertamaku." batinku.

Kupercepat langkah kakiku menuju bangunan itu. Melintasi sebuah lapangan yang sangat luas. Di sisi kiri dan kananku, hampir semua siswa memperhatikan diriku. Tak tahu apa yang salah dari diriku, dan hal itu sedikit membuatku risih.

Beruntung ruangan guru adalah ruangan pertama yang aku masuki. Aku celingak-celinguk tidak jelas, karena aku tidak tahu harus menghadap siapa. Akhirnya kuputuskan untuk bertanya kepada guru yang sedang duduk pada meja yang berada tiga meja dari pintu.

"Selamat pagi Bu. Anu...saya murid pindahan yang masuk sekolah hari ini. Saya harus menghadap siapa Bu?" tanyaku sopan.

"Mmm?... Murid pindahan? Kamu masuk kelas mana?" tanya guru itu lagi.

"Kelas 2 Sos C, Bu."

"Ooh..2 Sos C ya? Kamu langsung saja menghadap Pak Davin. Itu mejanya di sebelah sana." jawab guru itu sambil menunjukan seorang laki-laki yang mejanya berada di ujung ruangan.

"Baik Bu. Terimakasih banyak." jawabku lagi sambil membungkukan badanku tanda berterimakasih.

Kulangkahkan kakiku menuju meja Pak Davin. Terlihat disana seorang laki-laki berumur sekitar 40 tahun dengan setelan kemeja biru tua dan dasi yang menggantung pada lehernya. Diatas hidungnya bertengger sebuah kacamata ber-frame hitam dan terlihat sedang sibuk menulis pada beberapa lembar kertas yang berada di mejanya.

"Selamat pagi Pak. Maaf, saya mu..."

"Murid baru itu ya?" potongnya tanpa menoleh padaku.

"Iya Pak."

"Oke. Kamu tunggu saja di kursi tamu disana. Nanti pas bel masuk, kamu masuk ke kelas sama saya yah." jawabnya lagi tanpa menoleh sedikitpun padaku. Dia masih sibuk dengan kertas-kertasnya.

"Baik Pak." jawabku lagi dan meninggalkan Pak Davin dengan kesibukanya.

"Buset dah, cuek banget tuh guru." batinku.

Aku menepis semua prasangka burukku pada guru yang akan menjadi wali kelasku itu. Don't Judge a Book by Cover, itulah prinsipku saat bertemu orang baru. Mungkin itu sifatnya, dan mungkin juga sebenarnya dia sedang sibuk makanya dia bersikap cuek seperti itu.

Sudahlah, dari pada terus memikirkan guru itu. Lebih baik aku meneruskan membaca cerita fantasi yang belum selesai kubaca pada situs online. Aku merogoh saku celanaku, menghidupkan handphone-ku dan tak lama aku terlelap pada cerita yang aku baca.

Ting..Nong..Neng..Nong..

"Ayo. Ikuti saya."

Aku terlonjak kaget saat tiba-tiba Pak Davin sudah berada di hadapanku. Aku hanya bisa mengangguk dan mengekor di belakangnya. Pak Davin berjalan cepat di depanku, aku dengan susah payah mengikutinya agar tidak tertinggal.

Aku dan Pak Davin menelusuri koridor. Sepatu kulit miliknya beradu keras dengan lantai koridor menimbulkan suara 'Tak..Tok..Tak..Tok..' yang cukup keras.

Sampailah aku pada sebuah pintu kelas bertuliskan "2 SOS C" diatasnya.

"Kau tunggu dulu disini yah." ujar Pak Davin, dan diapun melangkah memasuki kelas.

Gugup? Yah, itu yang kurasakan sekarang. Menghadapi suasana baru meski aku sudah beberapa kali merasakannya tetapi tetap saja kegugupan ku ini tetap timbul. Memang manusiawi sih.

"Selamat pagi anak-anak. Hari ini kelas kita kedatangan murid baru." ujar Pak Davin memulai pertemuanya di dalam kelas.

"Cewek apa Cowok Pak?" ujar salah seorang siswa di dalam sana.

"Kebetulah murid baru ini seorang laki-laki." jawab Pak Davin. "Dan kalaupun perempuan, tak akan kubiarkan kau mendekatinya Ricky!" lanjutnya dan diiringi suara gelak tawa disana.

"Ternyata dia bisa bercanda juga..hahaha..." batinku.

"Kelihatannya mereka lumayan asyik juga. Semoga mereka mau berteman denganku dan tak ada hal yang merepotkan seperti yang kualami di sekolah lamaku."  aku masih berdiri di depan pintu, memperhatikan keadaan kelas melalui pendengaranku. Banyak celotehan-celotehan disana yang terdengar samar di telingaku. Entahlah apa yang mereka bicarakan.

"Viki masuklah!" ujar Pak Davin memanggilku.

Dengan langkah gemetar aku berjalan memasuki ruang kelas. terasa sangat lama padahal hanya beberapa langkah saja. Jantungku terus berdegup kencang saat tubuhku memasuki ruang kelas. aku hanya menundukan kepalaku masih tak berani menatap seisi kelas.

Hingga saat berdiri di depan kelas, aku membalikkan tubuhku, menghadap pada teman-teman baruku. Pandanganku menyapu seisi kelas memperhatikan wajah mereka satu persatu. Ini adalah salah-satu cara menghilangkan rasa gugupku.

"Selamat pagi. Namaku Viki Rahadian. Panggil saja Viki, dan semoga kita bisa berteman baik. Salam kenal semuanya." ujarku di depan kelas yang diiringi membungkukan sedikit tubuhku.

Keadaan kelas mendadak hening. Apa yang kulakukan? Apa ada yang salah dalam pengucapanku? Atau penampilanku sedikit aneh? Fikiran-fikiran buruk memenuhi kepalaku.

"Viki. Kau duduk disana yah, sebelah Rama!" ujar Pak Davin sambil menunjukan sebuah bangku kosong di sebelah seorang pemuda.

Pemuda itu memiliki perawakan kurus dan kulitnya sedikit gelap. Dan sebuah kacamata tebal yang bertengger di atas hidungnya menambah kesan bahwa dia adalah seorang kutu buku.

Aku mengangguk menanggapi perintah Wali Kelasku itu. Aku berjalan menuju meja yang tadi ditunjuk oleh Pak Davin, kepalaku kutundukan sedikit karena sedikit merasa risih dengan tatapan seisi kelas yang menatapku dengan tatapan yang tak dapat kuartikan.

Aku berjalan menyusuri meja-meja bagian depan karena tujuanku adalah sebuah meja yang berada paling belakang dekat dengan jendela.

"Hai." sapaku pada pemilik meja sebelumnya yaitu seorang pemuda berkulit gelap dan berkacamata.

Dia hanya tesenyum menanggapi sapaanku. Aku tak memperdulikannya dan duduk di sebelahnya. Menyimpan tas punggungku, mengeluarkan buku dan siap menulis.

"Yah, baiklah anak-anak. Kita mulai pelajaran hari ini. Buka halama 145." ujar Pak Davin memulai kelasnya.

Tiba-tiba....

Brak...!!!

Sesuatu menabrak pintu kelas dengan lumayan keras. Dan membuat seisi kelas mengalihkan pandangannya ke arah pintu secara serempak. Begitu pula aku.



-=To Be Continued=-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top