Chapter : 4

-Inggris

Hana mulai bekerja sebagai sekretaris Harry. Tepatnya di sebuah perusahaan tekstil ternama di Inggris.

Mejanya bersebelahan dengan bosnya, Harry. Dan semenjak kejadian tadi pagi, Shora hanya tunduk ketika melihat Hana.

Ting..
Suara bel pintu, menandakan ada seseorang masuk ke dalam ruangan. Hana dan Harry menoleh bersamaan dan mendapati seorang wanita yang tidak asing. Shora.

Shora nampak membawa tumpukan-tunpukan kertas di tangannya. Tak lupa ia menghindari tatapan Hana padanya yang terasa mengintimidasi.

"Kita punya client baru, Bos." Shora meletakkan sejumlah tumpukan kertas di meja Harry.

"Baiklah, apakah permintaan mereka rumit?" Harry bertanya seraya menopang dagunya. "Sedikit. Tapi aku yakin itu bukan hal yang rumit untuk para desainer kita," lanjutnya.

Harry mengangguk takzim saat mendengar ucapan asistennya itu. Dan Hana yang merasa dicueki segera buka suara. "Shora, bisakah kau letakkan berkas itu di mejaku?" Hana tampak tersenyum miring. Dan hal itu sukses membuat Shora gelagapan.

"Ah, benar. Kau bisa letakkan ini di meja sekretaris Hana," sambung Harry.

Shora melangkahkan kakinya dengan berat hati. Ia merasa kalau Hana memang sengaja mengerjainya.

Seusai meletakkan tumpukan berkas di meja Hana, Shora langsung berbalik tanpa menatap Hana. Dan Hana, ia tersenyum geli melihat tingkah Shora.

"Bukankah dia terlalu berlebihan?" tanya Hana dalam hati.

"Sa-saya pamit dulu, Tuan." ucap Shora yang dibalas anggukan oleh Harry. Dan wanita berkacamata itu lekas berbalik dan keluar.

Dan tanpa Hana sadari, ia tertawa terbahak-bahak mendapati reaksi Shora. "Hahaha, lihatlah manusia itu!" ucapnya di sela tawa.

Dan Hana sama sekali tidak menyadari kalau Harry menatapnya keheranan. Sontak, Hana langsung menghentikan tawanya saat Harry berjalan mendekatinya. "Ah, ma-maaf."

Harry tak mengubris permintaan maaf Hana. Ia semakin mempercepat langkahnya mendekati Hana.

Hana yang melihat tungkah Harry reflek mundur beberapa langkah hingga kakinya membentur dinding ruangan.

"Hei, a-apa yang mau kau lakukan?" Hana mulai panik.

Hingga saat jarak keduanya hanya berkisar satu jengkal, Harry mengunci pergerakan Hana dengan kedua tanganya. Wanita itu kini berada diantara dinding dan tubuh Harry.

"Kau orang yang paling aneh yang pernah aku temui," ucap Harry seperti berbisik di telinga Hana. Hana pun hanya bisa diam dan menelan salivanya. "Kau harus berbaiki sikapmu yang aneh itu, karena aku tidak suka." usai mengucapkan kalikat itu, Harry melepaskan kedua tangannya yang mengunci Hana.

"Apa-apaan manusia ini, dia hampir membuatku kehabisan nafas," Hana mengelus dadanya dan berupaya mengambil udara. Sedangkah Harry, kini ia kembali bergelut dengan leptopnya.

🍃🍃🍃
-Nosweil, Ewqobia

Arthur tampak menahan amarahnya yang memuncak. Rahangnya mengeras menandakan kemarahannya yang sudah diambang batas.

Bayangan Hana dengan seorang manusia menusuk hatinya dan pikirannya. Para pelayan dan pengawal kerajaan saling melirik mendapati raja mereka yang sepertinya sangat marah.

"Bukannya memohon ampunanku, kau malah beruduaan dengan manusia, Grehana!" umpat Arthur.

"Kau akan melihatnya!" Arthur mengeluarkan sihirnya dan melepaskannya sembarang. Seketika isi ruangan kerajaan terpental kemana-mana.

Stepha yang menjabat sebagai menteri langsung hadis saat menerima laporan kalau terjadi sesuatu di kerajaan.

"Yang mulia!" Stepha mencoba menenangkan Arthur yang sedang marah.

Ia berjalan menembus sihir yang dibuatnya. "Yang mulia, hentikan ini!" teriak Stepha.

Mendengar ucapan Stepha yang menggelegar, Arthur menghentikan perbuatannya. Ia terduduk di dekat singasananya. Melihat itu, Stepha langsung menghampirinya.

"Yang mulia!"

"Maafkan aku, aku sangat marah!" Arthur  bicara tanpa menatap Stepha.

Stepha tahu sebab Arthur mengamuk karena Grehana. Iapun langsung memegang pelipis Arthur dan menatapnya hangat.

"Arthur, kurasa kau perlu beristirahat." Stepha menenangkan rajanya perlahan.

"Aku hanya butuh Grehana, Stepha."

Stepha merasakan sesak di dadanya saat mendengar ucapan Arthur. Hanya saja, ia mencoba untuk tetap terlihat tidak bersedih.

"Mari saya hantarkan, Yang Mulia."

"Terima kasih, Stepha."

Stepha membopong Arthur menuju kamarnya yang berada di seberang singasana.
"Kau masih saja memikirkan Grehana." Stepha bermonolog dalam hati.
🍃🍃🍃

Hana membulatkan matanya ketika membaca hal-hal yang tak diketahuinya di kertas pemberian Shora. "Apa lagi ini?" batinnya.

Hana segera menggunakan kekuatannya untuk memahami hal yang tak diketahuinya itu.

Lima belas menit berlalu, Hana mulai mengisi berkas yang diajukan Shora. "Ternyata ini sangat mudah!" ucapnya semangat.

Harry yang duduk tak jauh darinya, hanya menatap intens. "Dia aneh sekali," ucapnya dalam hati.

Setelah menyelesaikan berkas, Hana menyusunnya dan memberitahu Harry kalau ia sudah menyelesaikan pekerjaannya. "Ini sudah kukerjakan, apa lagi yang harus dilakukan?"

Harry menoleh kepada Hana yang sudah berdiri di hadapannya. "Kau bisa antarkan itu ke Mr.Row di lantai dua. Dia salah satu desainer hebat yang kita punya," jelas Harry.

Hana mengangguk mengiyakan, kini ia bergegas ke luar dari ruangan ber-AC itu untuk mengantarkan berkas ke orang yang dimaksud oleh Harry.

Setelah sampai di lantai dua. Hana bertanya kepada salah satu karyawan kantor yang lewat. "Kau tahu di mana Mr. Row?" tanya Hana pada seorang gadis.

"Miss. Hana?" bukannya menjawab, perempuan yang ada di depannya kini malah menatapnya berbinar. "Be-benar," jawab Hana seadanya.

"Anda sekretaris cantik itu? Ayo saya antarkan ke ruangan desainer, dan salam kenal, saya Sheli."

Sheli merangkul salah satu lengan Hana. Kini keduanya melenggang menuju sebuah ruangan di lantai dua gedung itu.

Setibanya di sebuah pintu yang terbuat dari kaya, Sheli melepaskan pegangannya. "Ayo masuk, Miss."

Hana mengikuti langkah kecil Sheli. Ruangan yang dimasukinya ternyata sangat luas. "Wow," kata yang keluar dari mulut Hana.

Di dalam ruangan itu, ada banyak sekali mesin jahit yang berbanjar. Tak lupa juga mata Hana menatap takjub gaun-gaun mewah bekilau yang berbaris rapi.

"Ah, Miss. Itu dia Mr. Row," netra Hana menangkap sosok laki-laki usia kepala tiga sedang berjalan menuju tempat ia dan Sheli.

Laki-laki itu tampak menatap mereka ramah. "Ah, Halo Miss, Bos sudah menelponku dan memberitahu kalau kau akan datang ke sini," Mr.Row tersenyum ramah.

"Terima kasih Mr. Row, aku ingin menyerahkan berkas ini kepada anda," Hana menyerahkan timbunan kertas yang ada di tangannya.

Mr. Row tampak melihat-lihat isi berkas yang diberikan Hana. Hingga pada saat ia kembali bicara. "Anda mau melihat-lihat ruangan ini, Miss?" Mr. Row menawarkan.

Dan Hana yang mendengar itu sontak kaget. Karena sejak tadi ia sangat takjub dengan ruangan itu. "Tentu," jawabnya cepat.

"Kalau begitu saya harus kembali bekerja. Sampai jumpa, Miss."

Sheli berlalu dari hadapan Hana.

Dan kini, Hana dan Mr. Row berkeliling melihat-lihat isi dari ruangan itu.

"Di sini ada 56 desainer senior dan 10 orang desainer magang Miss," ucap Mr. Row.

"Itu jumlah yang banyak, kurasa perusahaan ini memiliki desainer yang mahir," Hana menimpali.

Mr. Row tersenyum senang mendengar ucapan Hana. "Anda lihat Miss? Gaun-gaun ini harganya hampir sama dengan harga lima buah mobil sport," Mr. Row menunjuk sebuah gaun berwarna hijau yang berada di dalam etalase.

Hana tercengang mendengar ucapan laki-laki yang ada di sebelahnya itu. Ia menghentikan langkahnya persis di depan gaun yang dimaksud. Jemari lentiknya kini meraba pelan gaun yang ada di depannya.

"Gaun ini mirip sekali dengan punyaku," ucap Hana lirih. Ia terngiang akan gaun kesayangannya yang berwarna hijau saat di Nosweil. Tentunya gaun miliknya lebih cantik.

"Kau tampak menyukainya Miss," Mr. Row memecah lamunan Hana.

Hana hanya tersenyum, "Aku juga punya yang warnanya seperti ini," ucapnya tiba-tiba.

Mr. Row tampak senang. Kini ia menyipitkan sebelah matanya dan hal itu sukses membuat Hana bingung. "Apakah anda sudah memilih gaun yang pas untuk hari pertunangan anda, Miss?"

"Pertunangan?" beo Hana tak mengerti apa yang dimaksud oleh Mr. Row.

"Jangan malu-malu, Miss. Bos sudah memberitahu semua karyawan kalau kalian berdua akan bertunangan minggu depan," sontak Hana merasa kaget sekali. Ia diam tak berkata. Mencoba memahami maksud dari Mr. Row.

🍃🍃🍃

"Apa maksudmu akan bertunangan denganku?" Hana menampakkan wajahnya yang sudah merah padam.

Harry yang mengerti maksud dari perkataan Hana hanya menatapnya santai.

"Kau tidak mendengarku?" Hana menaikkan sedikit volume suaranya.

Kini Harry berdiri dari kursinya, "Kau sudah berjanji akan bekerja denganku, dan salah satu pekerjaanmu adalah menjadi istriku," ucap Harry tanpa rasa bersalah.

"Kau gila? Aku tidak mau menikah!" Hana semakin menjadi-jadi. Rasanya ia ingin sekali menyihir Harry.

"Aku juga tidak mau menikahimu,"

"Lantas? Kenapa kau beritahu semua karyawan kalau kita akan segera menikah?" Hana mencoba menetralkan emosinya.

Harry tersenyum miring menatap Hana yang masih memerah. "Menghindari perjodohan."

"Hah?" Hana mengepal tangannya.

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top