Chapter : 1

Nosweil, Ewqobia

Lekukan tubuh indah yang terselimuti kain biru safir itu melenggak-lenggok dengan anggun. Mata yang berpadu dengan bulu mata lentik nan tebal itu seketika menambah kesan yang amat indah. Netra biru muda, menjadi ciri khasnya yang amat dikenal. Dia Grehana. Tangan kanan Raja Arthur yang kecantikannya tiada tara. Peri yang menjabat sebagai seorang menteri di kerajaan Nosweil. Dunia tempat Elf berada.

***

"Kau! Pajak yang kau berikan tidak memenuhi standar!" pekik Grehana pada seorang kakek-kakek yang sudah renta.

"Maafkan hamba yang mulia," kakek itu tersungkur saat Grehana mendorongnya keras. Grehana menatap lekat kakek tua itu, kemudian berludah sembarang seraya melipat tanganya.

Dengan angkuh, Grehana meninggalkan antrean panjang itu. Berlalu pulang dengan anak buahnya menuju istana. Sedangkan rakyat Nosweil yang ditinggalkannya menahan amarah yang memuncak.

"Yang mulia Stepha harus mengetahui ini!" ucap salah satu wanita paruh baya dari kerumunan.

"Benar! Grehana sudah keterlaluan!"  yang lain menanggapi. Dengan segera mereka berbondong-bondong menuju markas menteri keamanan kerajaan Nosweil, Stepha. Mereka mengadu kepada Stepha, menteri kerajaan dan sekaligus teman karib Grehana sewaktu kecil.

Stepha yang sedang duduk beristirahat di ruangannya dikejutkan oleh bawahannya yang melaporkan kalau banyak warga yang menunggu di luar.

Dengan cepat Stepha beranjak dan keluar menemui rakyatnya. "Yang mulia Stepha!" ucap mereka bersamaan saat melihat Stepha keluar dari balik pintu markas.

"Ada apa rakyatku?" tanya Stepha lembut kepada para Peri yang ada. Salah satu dari mereka yang ada maju ke hadapan Stepha. "Kami ingin melaporkan tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh yang mulia Grehana. Ia menagih pajak lebih dari yang Dewa Arthur tetapkan yang mulia." ucap salah satu dari mereka.

Stepha yang mendengar pernyataan dari rakyatnya itu sontak kaget dan heran. Apa yang sedang dipikirkan oleh temannya Grehana itu. "Kalian tenang, saya akan membicarakan ini dengan yang mulia Arthur." ucap Stepha.

Para peri yang mengadu mengangguk serentak. Mereka berlalu meninggalakan markas Stepha. Dengan kemampuan teleportasi, Stepha langsung tiba di kerajaan Arthur. Ia menghadap Raja yang agung itu.

"Hormat hamba, Paduka." Stepha membungkukkan badannya dengan takzim. Laki-laki bernetra cokelat pekat itu berdiri dari singasananya. "Ada apa manteri?" tanyanya dengan suara berat yang khas.

Tanpa berbasa-basi, Stepha melaporkan keluhan rakyat Nosweil kepada Dewa Arthur. "Apa? Grehana menagih pajak yang melebihi ketetapan?" tanya Arthur pada Stepha dengan nada tak percaya.

"Benar yang-" belum sempat Stepha menyelesaikan perkataannya, sosok Grehana muncul dari balik pintu besar kerajaan. Ia melenggang menghampiri Arthur dan Stepha.

"Itu tidak benar Paduka. Saya menuruti apa yang diperintahkan!" ucap Grehana yang berjalan melenggang kearah Stepha dan Arthur. Arthur yang melihat kedatangan Grehana sontak tersenyum lebar. Dan Stepha yang menyadari perubahan mimik wajah Arthur sedikit merasa kecut.

Arthur takkan mendengarkan penjelasannya lagi kalau sudah ada Grehana, wanita yang sangat ia cintai itu. "Ah Grehana! Aku percaya padamu. Dan kau Stepha, silahkan pergi." titahnya yang membuat Stepha sedikit terluka.

Grehana tersenyum miring mendengar ucapan Arthur. Dengan sigap ia merangkul leher Arthur dan merayunya. Grehana sangat licik. Ia amat pandai membolak balikkan hati pria.

"Arthur, kurasa kita perlu istirahat," ucap Grehana dengan wajah manisnya.

"Aku Rajamu, Grehana." jawab Arthur sambil membalas rangkulan dari gadis cantik yang merangkulnya. Grehana tersenyum manis. Ia menatap Arthur lembut. Aroma tubuhnya mampu menghipnotis Arthur yang berada di sampingnya.

"Kau akan kujatuhkan!" ucap Grehana dalam hati yang melihat Arthur sudah perlahan mulai berada dan jatuh di genggamannya. Senyumnya yang manis, kini mulai berubah menjadi seringai mengerikan.

💐💐💐

Pemungutan pajak yang begitu besar masih tetap dilakukan oleh Grehana. Rakyat Nosweil mulai geram dengan perlakuannya. Hingga pada suatu hari, Grehana mulai merasa bosan dengan perlakuan Stepha yang terus mengadukannya kepada Arthur. Dan ia juga mendapatkan kabar burung, kalau Stepha hendak melaporkannya ke Robreat Row. Karena merasa Arthur tak berlaku adil.

Hingga ia memutuskan untuk menjalankan rencana yang selama ini ia rencanakan. Di dalam markasnya yang berada tak jauh dari kerajaan Nosweil. Ia berteleportasi menuju markasnya. Tak sampai lima detik, kini ia sudah tiba di depan pintu markasnya dan bergegas masuk.

Grehana mulai mendekat pada sebuah kuali besar yang ada di tengah-tengah ruangan dengan dinding yang dipadu antara warna kelabu dan putih itu. Kini senyuman miring tercetak di lekukan bibirnya.

"Saatnya aku berhenti untuk bermain-main!" ujarnya sambil menatap tajam kuali yang ada di hadapannya.

Grehana mulai melakukan ritual rencananya, lengan bajunya yang panjang perlahan ia singkapkan dan tampaklah pergelangan tangan yang putih itu. "Datanglah padaku Iblis!" teriaknya mengerikan.

Perlahan tapi pasti, Grehana menyait pergelangan tangannya dan keluarlah darah segar yang bercucuran. Dengan cepat tetes demi tetesan itu ia masukkan ke dalam kuali besar yang ada di depannya.

"Kau akan segera jatuh Arthur!" Grehana tertawa girang. Dan dari dalam kuali besar itu, muncul asap tebal berwarna hitam keunguan yang menyerupai sosok makhluk yang sangat dibenci oleh rakyat Nosweil. Tidak, bukan hanya rakyat Nosweil, tapi semua warga Ewqobia. Yakni, ras Demon.

Grehana berencana untuk memanggil bangsa iblis untuk membantunya dalam upaya menjatuhkan kekuasaan Dewa Arthur. Dengan imbalan mereka bisa melahap sayap para Peri di Nosweil tanpa tersisa.

"Grehana, tetes darahmu belum cukup untuk memanggil bangsaku!" ucap sosok asap yang kini sedang berbicara pada Grehana. Grehana yang mendengar ucapan sosok itu kini menyait tangannya lebih dalam. Dan kini, darah dari pergelangan tangannya semakin keluar dengan deras.

"Kalian harus menjanjikan kemenangan untukku!"  Grehana mendesis menahan sakit.

Dan benar saja, sosok asap itu perlahan berubah wujud menjadi gumpalan daging yang terlihat sangat menjijikan. Dan rasa sakit yang dialami Grehana kini mulai tergantikan dengan kesenangan yang tak sabaran.

Perlahan, sosok yang tadinya asap hampir berubah wujud menjadi iblis sejati. "Ah! Ayo cepatlah! Aku akan menjadi penguasa !" ucap Grehana dengan mata yang berbinar melihat perubahan mahkluk di depannya.

"Ayo cepat-"

BRAK...

Pintu ruangan tempat Grehana berada kini terhempas. Grehana yang tengah memegangi tangannya kini tersentak kaget. Pasalnya, telah berdiri Arthur dan Stepha di depan pintu markas miliknya. Dan yang membuat Grehana kaget, Arthur menampakkan sayapnya yang besar.

Dengan satu kali ayunan tangan, Arthur yang memegang status raja melancarkan sihirnya ke sosok yang amat dibencinya itu. Dan dengan satu kediapan mata, iblis panggilan Grehan lenyap. "A-apa yang kau lakukan hah?" Grehana murka. Matanya membulat sempurna. Kepalan tangannya kini siap menghantam Arthur kapan saja.

"Seharusnya kau tak melakukan ini Grehana. Aku memercayaimu," Arthur berjalan mendekat ke arah Grehana. Matanya menatap tajam peri wanita yang sangat ia cintai itu.

"Jangan mendekat! Aku tak sudi!" Grehana melangkah menjauhi Arthur. Dan betapa hancurnya hati Arthur mendengar penuturran Grehana. Emosi perlahan mengambil alih dirinya.

"Kau akan merasakan hukumanmu, Menteri Grehana Mocaleo. Atas hukumanmu mengkhianati Nosweil-" ucapan Arthur menggantung. Stepha yang sedari tadi diam kini merasa heran.

"Tutup mulutmu raja kotor!" Grehana melancarkan sihirnya pada Stepha dan Arthur. Ia mencoba untuk kabur. Kini Grehana tengah menampakkan sayapnya. Dan berusaha terbang menjauh dari Arthur yang kini menatapnya nyalang.

"Kau tak bisa kemana-mana, Grehana. Pergilah ke dunia yang akan memberimu penderitaan!" dengan satu kali ayunan tangan, Arthur melenyapkan sosok Grehana. Kini, keheningan melanda di ruangan yang gelap itu.

Stepha yang melihat kejadian itu sontak kaget dan terduduk. "Apa yang kau lakulan padanya Tu-tuan?"

Arthur hanya diam, tak menjawab pertanyaan Stepha yang kini sudah duduk tersungkur di lantai markas milik Grehana.

💐💐💐

Inggris, 1987

Grehana merasakan pusing yang teramat pada kepalanya. Cahaya mentari menerobos masuk pelupuk mata. Ia terbangun dari tidurnya. Dan matanya membulat sempurna kala mengingat apa yang sudah Arthur lakukan kepadanya.

Ia segera bangkit dari tidur. Matanya kini tak luput melucuti tempat ia berada saat ini. Seketika ia berdecih sebal. Mengetahui kalau Arthur telah membuangnya ke hutan Bumi. Tempat yang sangat tak ingin Grehana kunjungi. "Sialan kau Arthur!" umpat Grehana.
Hanya saja tentunya ia menyadari kalau ia bukan berada di dataran Moafa tempat manusia berada. Bumi adalah tempat manusia yang memang tidak sama sekali tersentuh bahkan mengetahui sihir.

Teringat akan suatu hal, Grehana bergegas mengarahkan telunjuknya ke sebuah batu yang ada di depannya. Mulutnya bergerak pelan. Seketika batu tersebut hancur.

"Ah! Untung saja dia tidak menyegel kekuatanku." Grehana menghela nafasnya panjang. Ia meruntuki nasibnya yang kini terbuang jauh dari asalnya.

"Bagaimana ini? Harus kemana aku?" tanya Grehana seorang diri.

Beberapa saat setelahnya Grehana beranjak dari duduknya. Ia memutuskan untuk pergi dari tempat yang sedang ia tempati. Dengan kekuatanya, Grehana terbang cepat keluar dari hutan dan sudah sampai di pinggiran pusat kota. Ia berhenti di balik sebuah pohon besar di pinggir jalan. Dirinya memerhatikan gerak-gerik orang-orang yang berlalu lalang.

Grehana agak sedikit bingung, pasalnya pakaiannya ia sadari tak selaras dengan pakaian orang-orang yang ada di sana. Dengan cepat ia mengganti pakaian dengan kekuatannya. Kini, Grehana tampak seperti gadis modis dan tentunya sangat cantik.

"Sekarang sudah cukup. Saatnya mencari tempat untuk tidur." Grehana melenggang anggun di trotoar jalan. Tak luput setiap pasang mata memandanginya kala berpapasan dengannya. "Tatapan yang sangat kotor." Ucapnya dalam hati.

Bruuk...

Tubuh Grehana terhempas seketika. Pasalnya, seorang pria baru saja menabraknya.

"Hei! Kau punya mata?" Grehana menyipitkan matanya. Menatap lekat laki-laki yang baru saja menabraknya.

"Ah ma-maaf. Kau tidak apa-apa?" laki-laki berbadan tegap dengan netra hitam pekat itu mengulurkan tangannya pada Grehana.

Dengan perasaan sedikit tertarik, Grehana menyeringai. Ia merasakan sudah menemukan orang yang tepat untuk ditumpanginya.

Grehana menerima uluran tangan itu, kini mereka berdua tengah saling berhadapan. "Siapa namamu?"tanyanya dengan senyum manisnya.

NAH GUYS DIINGETIN LAGI KALAU CERITA GREHANA INI ADALAH SERIES KE DUA DARI "Ewqobia series" 😚😚

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top