Part 5 - Masalalu Alteza

Hai semua.

Apa kabar?

Jangan lupa follow ya. Biar gak ketinggalan info updatenya.

Vote dan komennya juga dong. Jangan silent readers.

Happy Reading.

___________

Sebagian orang, lebih memilih menuangkan apa yang dia rasakan ke dalam tulisan. Sebab, kalau diceritakan, belum tentu ada yang sudi meminjamkan telinganya untuk mendengarkan.
****
📒📒📒



"Oke, Baby."

Alteza terdiam, ketika sadar akan ucapannya sendiri. Panggilan itu mengingatkannya akan kenangan masa lalu. Ketika dia memanggil seorang gadis yang kala itu dekat dengannya.

Bukan hanya dekat, bahkan, singgah di hati seorang Alteza. Ya, Alteza memiliki rasa pada gadis tersebut. Keduanya cukup dekat, dan sering melakukan hal-hal romantis layaknya dua orang yang berpacaran.

Sayang di sayang. Gadis tersebut mendekati Alteza karena dia hanya ingin mengenal lebih jauh sosok Akriel melalui adiknya. Alteza hanya dimanfaatkan.

Estrella Kelaika. Nama gadis tersebut. Semenjak Alteza tahu bahwa Estrella tidak punya rasa yang sama sepertinya, Alteza membatukan hatinya. Dia tidak ingin menjalin hubungan dengan perempuan lebih dari sekadar teman.

Dan pengkhianatan-pengkhianatan yang Estrella lakukan padanya. Dia tuangkan ke dalam cerita. Lebih tepatnya, kisah I'm Into You.

Ya, Alora sendiri merupakan bentuk Alteza dalam wujud perempuan.

"Eh? Kamu manggil aku apa tadi? Baby?" Alora membeo. Dia baru ngeh setelah sekian detik terdiam sambil mencerna seperti yang Alteza lakukan.

Sontak, Alteza pun sadar dari lamunannya kala mendengar suara Alora. Dia menoleh pada gadis itu dengan mata tajam. "Lupain!"

"Galak banget, sih, Kak." Alora mencebik. Dia kembali mengikuti Alteza yang pergi dulu darinya.

"Gak usah panggil, Kak. Panggil nama aja."

"Oke, Nama."

"Ck, maksud gue Alteza. Bego banget, sih, lo."

"Kalau aku bego? Kamu juga bego dong? Kan, kamu yang buat aku."

Alteza menggeram. "Bisa diem gak?!"

Keduanya berada di lantai dua, untuk mencari makanan. Alteza membawa Alora ke restoran favoritnya, tanpa bertanya lebih dahulu apa kesukaannya.

Alteza yang membentuk tokoh itu, tentu dia tahu kalau Alora pemakan segala. Maksudnya, makanan apa saja yang penting kenyang.

"Mau makan apa?" Alteza membuka buku menu.

"Terserah kamu. Yang penting dibayarin." Alora meringis.

Alteza mendengus. Dia memesan dua porsi shusi dan takoyaki chasse serta dua mango tea. Meski dalam novel Alora seorang model, dia tidak pernah membatasi makannya. Yang penting, rutin saja berolahraga.

Sambil menunggu pesanan datang, Alteza memainkan ponselnya, sedangkan Alora mengetuk-ngetuk meja sambil melihat sekeliling.

"Eja?"

Alteza mendongak, kala mendengar suara yang begitu familier di telinganya. "Ella?"

Alora ikut menoleh, menatap Alteza dan cewek itu bergantian. Gadis rambut hitam sepunggung yang memakai tank top putih dibaluti kemeja putih dan celana jeans sepaha itu sepertinya tampak akrab dengan Alteza.

"Udah lama, ya, kita gak ketemu. Kamu apa kabar?" tanyanya, dengan senyum yang menghiasi wajahnya.

"Lo bisa lihat sendiri," jawabnya cuek.

Senyum yang menghiasi wajah gadis itu luntur. Dia duduk di depan Alteza. "Kamu masih marah, ya, sama aku? Aku minta maaf."

Lo minta maaf sekalipun, gak bisa mengobati rasa sakit gue.

Alteza tidak habis pikir, baru saja dia teringat gadis itu, tahu-tahu Estrella berada di tempat yang sama dengannya.

Dua tahun lalu mereka bersama, tentu saja membuat Alteza merasa jatuh cinta. Ternyata, Estrella hanya menjadikannya batu loncatan saja. Sudah tujuh bulan mereka tidak bertemu, bahkan berkomunikasi dengan media sosial saja tidak. Kini, dia malah berjumpa kembali dengan gadis masa lalunya.

Merasa terabaikan, Estrella mengalihkan perhatian pada gadis sebelah Alteza. "Kamu siapanya Alteza? Pacar?"

Alora menatap perempuan asing di depannya ini sambil berucap, "Bukan. Aku ini anaknya Alteza."

"Anak?" Estrella mengernyit, lalu memandang Alteza. "Dia sugar baby kamu?"

Alteza menatap Alora tajam. Karena sebuah kesalahpahaman terjadi. "Temen. Dia emang asal ceplos kalau ngomong."

Estrella tersenyum. "Akhirnya, kamu mau ngomong lagi sama aku."

Pandangannya kembali teralih pada Alora. "Hai, kenalin. Aku Estrella."

Alora menerima jabatan tangan gadis di depannya. "Alora."

"Senang bertemu kamu.
Aku harap, kamu gak melakukan kesalahan yang sama, seperti yang aku lakukan."

Alora mengernyit, dia sama sekali tidak mengerti apa yang dibicarakan cewek di depannya.

"Kalau gitu. Aku pulang duluan." Estrella berdiri dari tempatnya, kemudian memandang Alteza. "Eja, kuharap kita bisa bertemu lagi lain kali."

Alteza memandang punggung mungil yang menjauh itu dengan datar. Lalu dia mengepalkan tangannya di meja. "Gue malah harap kita gak pernah ketemu lagi."

Alora menggigit jarinya, sepertinya Alteza membenci gadis itu. Belum sempat bertanya, pesanan mereka sudah tiba. Alhasil Alora menunda sampai perutnya terasa kenyang. Kan, gak baik kalau ngomong sambil makan.

***

Alteza jenuh, Alora sedari tadi hanya melihat-lihat saja, tetapi tidak mengambilnya. Malahan, gadis itu selalu mencuri-curi pandang kepadanya.

"Lo ngapain lihatin gue? Gue tahu gue  ganteng, tapi gak usah memandang sampai segitunya kali."

"Kepedean." Alora berdehem. "Aku mau tanya boleh?"

Alis Alteza terangkat, seolah menunggu kalimat Alora selanjutnya.

"Cewek yang namanya Es Teler itu siapa kamu?"

"Namanya Estrella, bukan Es Teler."

"Ya itu deh maksudnya. Namanya susah, sih. Tapi kenapa namanya gak Es Doger, apa Es Boba aja biar mudah diingat?"

"Lo cuma mau tanya pertanyaan gak bermutu itu ke gue?"

Alora meringis. "Cuma bercanda. Habisnya kamu jutek banget jadi cowok."

"Dan lo jadi cewek kok cerewet."

Alora mengerucutkan bibirnya. "Kamu belum jawab pertanyaan aku, lho. Cewek di resto tadi siapa?"

"Gak usah bahas dia."

"Kelihatannya, hubungan kalian gak baik, ya?"

"Bisa gak, sih, lo, gak usah kepo urusan orang?!" ucap Alteza ketus. "Kalau mau belanja, ya, belanja aja. Gak usah bawel."

"Gue mau ke toko buku dulu. Nanti balik lagi. Bisa sakit kuping gue kalau denger suara lo yang berisik itu." Alteza pergi dari sana setelah mengatakan itu.

***

Jejeran buku-buku membuat emosi Alteza sedikit reda. Pertemuan dengan Estrella tadi membuatnya kacau, belum lagi pertanyaan beruntun dari Alora.

Tangannya meraba jajaran bukunya yang masuk top sepuluh di toko buku tersebut. Dia sendiri juga tidak menyangka bahwa karya yang sering dianggap sampah itu menjadi best seller.

"Kenapa Mama bangga sama Bang Riel yang jadi dokter, tapi dia  gak pernah bangga kalau buku gue masuk best seller? Apa karena penghasilan gue lebih kecil dari Bang Akriel?"

"Kenapa semua orang selalu pilih Akriel dibanding gue?"

"Estrella juga. Gue pikir dia tulus, ternyata otaknya bulus."

Makanya, Alteza lebih memilih menuangkan perasaannya di dalam tulisan daripada harus menceritakan kepada seseorang. Dia juga tidak mau terlalu percaya pada orang jika pada akhirnya terjadi pengkhianatan.

Dia tidak tahu, selama ini pembacanya tulus atau tidak kalau membeli bukunya. Atau karena wajahnya yang mencuri perhatian. Baginya, selama dia bisa menghasilkan uang sendiri, itu bukan masalah.

"Gue benci sama lo, Estrella. Tapi gue lebih benci diri gue sendiri, karena gue pernah sesayang itu sama lo."

Alteza pergi dari sana. Dia mengambil beberapa novel terjemahan yang untuk mendapatkan inspirasi dalam novel barunya nanti. Setelah itu, dia kembali menemui Alora.

***

Alora belanja cukup banyak hari ini. Di dunia asalnya, lemarinya selalu diisi pakaian baru setiap minggunya.

Karena Alora model, tentu saja banyak brand-brand, yang menawarinya endorse, selain dapat upah, tentu dia mendapat pakaian secara cuma-cuma.

"Udah, deh, belanja segini aja. Uang dari Alteza nanti kurang deh."

"Udah belanjanya?"

Alora terlonjak. Baru saja diomongin, eh, orangnya sudah berada di depan matanya. "Tejo, ngagetin aja kamu."

"Lo manggil gue apa tadi? Tejo? Enak aja main ganti nama orang."

"Ya anggap aja itu panggilan kesayangan dari aku. Cewek yang namanya Estrella-Estrella tadi aja kamu panggil Ella."

"Cemburu lo? Ingat, kita itu beda dunia. Gue tau, sih, pesona gue emang susah diabaikan."

Alora meringis. "Najis. Kalau kita di dunia yang sama pun, aku males sama orang judes dan kepedean kayak kamu, Mas Tejo."

"Apa iya, Mbak Ola?" Alteza ikut meledek.

"Ih, masa nama aku yang bagus kok jadi Ola? Ngeselin."

"Siapa yang mulai ganti nama orang duluan, hm?"

"Udah, deh. Aku mau bayar dulu." Alora melangkah ke kasir, untuk membayar pakaiannya.

"Totalnya 895 ribu, Mbak."

Alora tercengang, uang yang diberikan Alteza tidak sebanyak itu.

"Biar gue yang bayar." Alteza langsung mengeluarkan ATM miliknya.

Alora langsung menatap Alteza dengan senyuman khasnya. "Ternyata ayah mau juga bayarin belanjaan anaknya."

"Gak usah ge'er, gue cuma kasihan sama lo. Duit yang lo pegang, biar buat makan aja." Alteza mengambil kembali kartu ATM miliknya yang diserahkan tukang kasir. Begitu juga dengan belanjaan Alora.

"Nih, bawa."

"Kirain mau dibawain." Alora menerimanya dengan wajah cemberut.

"Yang belanja lo. Bukan gue." Alteza menjeda. "Lagian, emang gue pacar lo apa, sampai-sampai harus bawa belanjaan lo segala."

Alora berjalan mundur, matanya yang berbinar menatap Alteza seraya berkata, "Jadi, kalau misal kita pacaran, kamu mau dong, bawain belanjaan aku?"

"Ogah. Pacaran, kok, sama tokoh fiksi."

***

Alteza baru kembali pukul empat sore. Dia tadi tidak langsung pulang, melainkan berada di apartemen untuk menulis ulang novel Im Into You yang beberapa bagiannya hilang. Menurutnya, menulis ulang lebih menyenangkan daripada revisi.

Namun, tidak semua bagian dia tulis ulang. Ada pula yang copy paste dari draf lama miliknya. Pada dasarnya, menulis ulang itu melelahkan. Apalagi projek novel yang digarapnya kurang lebih ada 300 lebih halaman.

Lagi-lagi, konsentrasi Alteza buyar. Bertemu Estrella membuat sakit hatinya kembali menguak. Dulu Alteza menggunakan hal itu sebagai inspirasi dalam menulis, tetapi sekarang rasanya berbeda. Bukan karena dia masih menyukai Estrella, tetapi karena alasan lain yang dia sendiri pun tak tahu apa. Sangat sulit dijelaskan.

"Teza, habis darimana lo?"

Suara Akriel menjadi penyambut utama Alteza saat pulang.

"Apartemen."

"Berdua doang sama Alora?" tebaknya, mendapat anggukan dari Alteza. "Lo gak ngapa-ngapain dia, kan?"

Sontak, mata Alteza membola. "Lo pikir gue cowok apaan? Lo gak percaya sama adek sendiri, Bang?"

"Gak gitu maksudnya. Maksud gue, dia baru pulang dari rumah sakit. Gue khawatir lo nyuruh-nyuruh dia buat bersih-bersih apartemen atau apa gitu."

Alteza tertawa kecil, lalu duduk di depan Akriel. "Khawatir banget kayaknya."

"Wajar dong khawatir, kan, dia pasien gue."

"Mantan pasien," ralat Alteza. "Ngomong-ngomong, tumben udah pulang?''

"Gue pulang cuma buat bersih-bersih, nanti malem balik lagi."

"Sibuk banget, lo. Jangan terlalu diforsir, kali."

"Gimana, ya, gue, kan, dokter baru. Jadi harus banyak belajar dari Bokap dan dokter-dokter yang lain."

"Emang lo habis lulus kedokteran langsung kerja gak capek apa?"

"Capek, sih. Tapi ini demi masa depan gue juga. Entar, kalau semisal gue berumah tangga, keluarga gue mau gue kasih makan apa? Infus doang? Kan, gak mungkin," lanjutnya dengan terkekeh.

"Gue istirahat dulu, Za. Nanti jam setengah enam tolong bangunin." Akriel langsung pergi ke kamarnya.

Mendengar perkataan Akriel, Alteza jadi teringat percakapannya dengan Estrella tujuh bulan yang lalu.

"Aku suka Kak Akriel bukan hanya karena dia nantinya bakal jadi dokter. Tapi memang hati aku maunya dia."

"Aku juga mau realistis, Eja. Gaji dokter memang besar. Nanti, kalau semisal aku sama kamu, bakal dikasih makan apa? Buku? Kan, gak mungkin."

"Maaf kalau aku terkesan memanfaatkanmu, kamu baik, Eja. Dan pantas mendapat yang lebih baik dariku."

Alteza mengepalkan tangannya, kala mengingat kalimat menyakitkan Estrella yang menghina pekerjaannya.

"Gue tau gaji penulis kecil. Tapi bukankah penulis juga bisa sukses?"

"Menjadi penulis itu bukanlah dosa, tapi kenapa orang-orang selalu menganggapnya sebelah mata?"




TBC


Alteza adalah aku, ketika berada di lingkunganku.

Gaji penulis itu emang gak banyak gaes, tapi kalau buku yang udah terbit sampai ribuan ya lumayan.

BTW, cerita aku yang Antara Cinta dan Lara sedang PO lho. Yakin gak mau beli? Soalnya versi novel beda sama wattpad. Lebih rapih dan gak plot hole.

Info lengkapnya, di Instagram aku ya.

Semoga suka sama part ini ya.

Jangan lupa, vote, komen, dan share ke teman-teman kalian.

Kalau bantu promosi juga boleh. Hehe. Ke temen-temen kalian atau lewat tiktok biar fyp.

Love you readers

Dedel

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top