Part 25 - Permintaan Maaf
Selamat datang di lapak My Fictional Protagonist
Apa kabar kalian?
Akhir tahun pada liburan ke mana, nih?
Sebelum baca, jangan lupa bayar parkir dulu ya. Caranya vote dan komen di setiap paragraf.
Pencet bintang di pojok kiri bawah itu gratis kok.
Yang baca diam-diam nanti pantatnya bisulan.
Happy Reading.
***
Jangan menjadi keras di dalam kehidupan yang tak selaras. Lantas, siapa nanti yang akan mengajarkan kelembutan?
***
Baskara mulai menampakkan dirinya, menyapu embun sisa semalam. Celah cahayanya menyapa seorang laki-laki yang sedang tertidur di kursi sambil memegangi tangan seorang gadis.
Semalam, Alora mimpi buruk, dia sulit memejamkan matanya. Sehingga, Alteza menemani gadis itu hingga dia sendiri ikut tertidur.
Melihat Alora masih pulas, Alteza lantas bangun. Dia pergi ke kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian. Lalu membuat nasi goreng untuk sarapan Alora nanti.
Semalam, Alteza sudah menghubungi Cakra dan yang lain. Mereka ingin mendatangi rumah Raynar. Meski Alora baik-baik saja, Raynar harus bertanggung jawab atas tindakannya.
"Halo, Estrella, gue boleh minta bantuan lo? Tolong temani Alora, ya, gue ada urusan soalnya. Nanti ada Bang Riel juga," ucap Alteza di telepon.
"Jagain bayi gue baik-baik, jangan sampai lecet."
Panggilan Alteza matikan sepihak, sebelum akhirnya dia meraih kunci mobil milik Akriel yang dia pinjam sejak kemarin.
***
"Bangsat!"
Cakra tersentak mendengar umpatan yang dilontarkan temannya. Selama bersama dengan Alteza, baru pertama kali ini dia mendengar cowok itu mengeluarkan kata-kata kasar.
"Demi apa, Za, lo bisa ngumpat juga ternyata?"
Saat ini, mereka sedang berada di kafe yang tidak jauh dari apartemen. Sebelum pergi ke rumah Raynar, mereka berkumpul dulu di kafe sambil menunggu yang lainnya datang. Selain Alteza dan Cakra, ada Vaela, serta Leda di sana yang baru saja datang.
"Lo kenapa, Za? Muka lo kelihatan lagi marah gitu?" tanya Vaela dengan hati-hati, digandrungi rasa penasaran setengah mati.
"Iya, bikin kaget aja tiba-tiba teriak gitu," timpal Leda yang hampir tersedak saat meminum jus alpukat.
"Kalian lihat, deh. Postingan terbarunya Raynar. Playing Fictim banget dia. Nuduh-nuduh Alora yang goda dia duluan. Emang bener-bener nih orang minta digorok lehernya."
Refleks mereka semua mengecek ponselnya. Lebih tepatnya pada Instagram story milik Raynar. Cowok itu memberi petuah bahwa dia digoda oleh Alora pada saat di puncak kemarin. Ada kata-kata tak senonoh yang melibatkan Alora sebagai tersangka.
Raynar juga bilang kalau Alora sengaja memakai piyama pendek dan berdandan cantik untuk menggodanya, padahal itu adalah idenya sendiri.
"Gila, gue pikir, setelah lo jelasin alasan lo ke dia, tentang lo yang gak bisa ikut dia menemui pacarnya, Raynar ngerti. Ternyata malah semakin menjadi-jadi," ucap Cakra.
"Ribet banget, sih, Cak, bahasa lo." Leda melototi Cakra tajam.
"Yaudah, mendingan sekarang kita ke rumah Raynar aja. Buat perhitungan sama dia." Vaela mengeluarkan pendapatnya.
***
Setelah menempuh perjalanan selama sepuluh menit, mereka sampai di rumah mewah berlantai tiga itu.
Saat akan masuk, mereka ditahan oleh satpam, katanya harus membuat janji dulu dengan si pemilik rumah. Namun, Alteza menyelonong masuk, bahkan sampai mengetuk pintu berkali-kali. Padahal ada bel di rumah tersebut.
Siapa sangka, yang membuka pintu adalah Ratu langsung. Bukan pelayannya.
"Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut?" tanyanya heran, karena banyak anak muda yang berkunjung di rumahnya.
"Maaf, Bu, saya sudah berusaha menahan, tetapi mereka menerobos masuk," ucap pak satpam.
"Gapapa, kamu kembali bekerja saja ya, biar mereka saya yang urus," perintah Ratu. Dengan sikap tenang, Ratu menatap empat anak muda di depannya secara bergantian. "Kalian, ada apa ke sini?"
"Kami ingin mencari Raynar, Tante," kata Alteza, yang sedang berusaha menahan kilatan amarah.
"Raynar?" beo Ratu. "Ada urusan apa kalian dengan anak saya?"
"Raynar udah berbuat kesalahan, Tan. Vaela rasa, Tante tau akan hal ini," sahut Vaela, pada sahabat mamanya itu.
"Maksud kamu apa, Vaela?"
***
Ratu mempersilakan mereka masuk di dalam. Mengobrol di luar itu rasanya tidak pantas, apalagi yang di bicarakan adalah anak semata wayangnya.
"Silakan minum dulu." Ratu menyuruh pelayanan memberikan minuman pada mereka. Apalagi, dia merasakan aura ketegangan dan kekesalan empat orang di hadapannya.
"Kami di sini datang bukan untuk minum, Tante, tetapi membahas masalah Raynar." Lalu, Alteza menceritakan semuanya.
Tentang kejadian waktu di vila, alasan Raynar yang berlaku tak pantas pada Alora, dan pernyataan palsu Raynar mengenai Alora.
"Saya tahu, semua ini salah saya, Tan. Tapi saya sudah minta maaf sama Raynar. Ya mungkin, memang gak bisa membalikkan keadaan seperti semula." Alteza menjeda sejenak ucapannya. "Tapi Alora gak pantas mendapatkan semua itu, Tan, dia gak salah apa-apa."
"Jadi, Raynar melakukan semua itu?" Raut wajah Ratu terlihat terkejut.
Vaela menyahut, "Tante baru tau? Vae kira, Tante kerja sama dengan Raynar. Vae pikir, Tante sengaja menjebak Alora agar jadi model di butik Tante."
"Tante gak mungkin setega itu, Vae. Apalagi Tante juga perempuan." Tatapan Ratu beralih pada Alteza. "Saya minta maaf atas nama Raynar, atas kejadian yang menimpa Alora. Saya merasa gagal menjadi Ibu."
"Itu bukan salah, Tante. Karena saya juga salah. Tapi sungguh, Tan, saat itu keadaannya lagi genting. Mama saya butuh saya," balas Alteza.
"Saya paham."
"Emang sekarang, Raynar ke mana, Tan?" tanya Leda. "Masalah ini harus diselesaikan sekarang biar gak berlarut-larut."
Baru saja diperbincangkan, si empunya sudah nongol saja. Raynar yang baru saja masuk rumah, terkejut saat mendapati Alteza dan lainnya.
"Bagus, deh, lo, pulang. Gue minta, lo hapus postingan lo di Ig sekarang juga," tegas Cakra. Secara tidak langsung, dia juga ikut bersalah akan Alora.
"Kamu gak berhak nyuruh saya!" Raynar menoleh pada ibunya. "Ma, usir mereka sekarang juga, Ma! Mereka itu mau fitnah Ray!"
Ratu berdiri dari tempatnya, menghampiri Raynar dengan raut datarnya.
Plak
Sebuah tamparan, mendarat mulus di pipi Raynar.
"Mama gak pernah ngajarin kamu balas dendam, apalagi berperilaku tak pantas terhadap perempuan!" Ratu berteriak lantang. Merasa kecewa terhadap putranya.
Raynar merasa terkejut, seumur-umur, baru kali ini Ratu memarahinya. "Mama kenapa, sih, Ma?"
Raynar menatap tajam Alteza. "Kamu sudah bicara apa saja ke Mama saya?! Tidak puas membuat pacar saya meninggal, sekarang kamu mau memfitnah saya?"
"Diam, Ray!" Ratu kembali berteriak. "Mama malu punya anak kayak kamu. Kamu itu keterlaluan, Raynar."
"Apa yang terjadi pada Tasya itu takdir, bukan salah Alteza. Dan kamu tau itu," Ratu menjeda ucapannya. "Tasya itu udah sakit dari lama, dan sebelum kejadian itu, dokter udah pernah bilang umurnya gak akan lama."
Raynar mengacak rambutnya kesal. "Iya, Ray, tau itu. Tapi gimanapun, Alteza salah karena dia gak mau bantu Ray penuhi keinginan terakhir Tasya untuk dapat tanda tangannya."
"Itu juga bukan salah Alteza, mamanya lagi kritis saat itu." Ratu menatap putra semata wayangnya dalam. "Coba kamu bayangin, kalau ada orang yang tiba-tiba ngajak kamu pergi, padahal kamu mau nolongin Mama yang lagi sekarat. Apa yang kamu lakuin?"
"Mama ngomong apa, sih, Ma? Jelas Ray pilih Mama-lah. Mama orang terpenting dalam hidup Ray."
"Itu juga yang Alteza pilih, Ray. Jadi sekarang kamu paham, kan?" Ratu menyentuh pundak anaknya. Membelainya penuh sayang.
"Jadi, kapan lo mau memperbaiki nama baik Alora?" tanya Alteza, Yeng tiba-tiba mendekatinya.
***
Saat ini Alteza sedang berada di tempat peristirahatan terakhir kekasih dari Raynar. Cowok itu sudah memberi klarifikasi di akun media sosialnya, dan meminta maaf yang sebesar-besarnya.
Namun, dia juga meminta syarat kepada Alteza. Agar cowok itu mau datang di makan Tasya. Memberi buket bunga, dan buku barunya yang telah ditandatangani.
Alteza berjongkok, menatap batu nisan tersebut. "Hai, Tasya. Gue Alteza. Sebelumnya gue gak pernah ketemu sama lo atau lihat wajah lo. Tapi, gue mau berterima kasih karena lo sudah menjadikan manusia yang gak sempurna ini sebagai penulis favorit lo."
"Dan maaf, karena gue baru temui lo sekarang. Sebenarnya, gue waktu itu cariin lo, orang yang kepingin banget ketemu gue. Tapi, ternyata Tuhan selalu menang, ya? Dia ambil lo lebih dahulu."
"Gue udah penuhi permintaan lo meskipun telat. Semoga lo tenang di sana, ya." Lalu, tangan Alteza menengadah, melangitkan doa untuk Tasya.
Setelahnya Alteza berdiri, membiarkan Raynar berdoa untuk almarhumah kekasihnya.
Beberapa menit kemudian, Raynar selesai berdoa. Dia menepuk hangat bahu Alteza. "Makasih, udah penuhi permintaan saya. Dan maaf, sudah salah paham terhadapmu dan menjebak Alora."
"Gue juga minta maaf." Alteza tersenyum hangat.
"Boleh antar saya ketemu pacar kamu? Saya mau minta maaf ke dia."
"Maksudnya Alora?" beo Alteza. "Gue sama dia gak pacaran."
"Masa? Padahal kalian cocok, lho." Raynar tersenyum. "Saya masih ingat gimana kamu nonjok saya demi Alora. Mata kamu penuh kilatan amarah karena menyayangi dia."
Alteza terdiam. Mungkinkah dia menjatuhkan hatinya pada Alora? Tokoh ciptaannya sendiri?"
***
Meski masih ada sedikit trauma, Alora berusaha menahan diri ketika Raynar bicara padanya. Cowok itu tulus meminta maaf padanya. Bahkan, Raynar sampai menitihkan air mata.
"Aku udah maafin kamu, kok."
"Makasih, Alora. Setelah ini, saya mau pindah ke luar negeri. Buat melanjutkan studi S2 di sana. Lagipula, saya malu pada fans saya karena bertindak bodoh," ucap Raynar.
"Oh, iya, kalau kamu mau mau gabung di model butik mama saya lagi gapapa. Kali ini dijamin aman." Raynar berucap tulus.
"Alora udah gak minat jadi model. Duit gue udah cukup biayain hidup dia." Alteza yang berdiri samping Alora, langsung merangkul gadis itu. Seolah tidak mau Alora terjebak dalam jurang yang sama.
Raynar yang melihat itu tersenyum. "Posesif amat sama pacarnya."
"Lalu gitu, gue pamit dulu, ya." Raynar melangkah keluar.
"Kalian mau rangkul-rangkulan sampai kapan?" tanya Akriel, yang sedari tadi diam mendengarkan.
Sontak saja, Alteza melepaskan tangannya dari Alora. "Jangan ge'er, gue ngomong kayak tadi, karena gak mau lo repotin lagi, bukan peduli."
"Peduli juga gapapa."
"Teza, lo jangan denial sama perasaan lo sendiri, deh," ucap Estrella. "Kalau suka bilang aja."
"Suka? Yakali gue suka sama cewek kayak dia." Alteza menatap Alora dengan tatapan yang sulit dibaca.
Alora mendengkus. Lalu, dia menyunggingkan senyum tipis. "Kalau aku yang suka sama kamu, gimana?
TBC
Tolong ramaikan ya gaes. Bentar lagi mau tamat.
Ini udah menuju ke puncak konflik soalnya
Semakin ke bawah, kenapa pembaca semakin berkurang ya? Apa feel ceritanya udah hilang kah?
Apalagi vote dan viewer selalu jomplang.
Jangan lupa vote komen dan share ya, jangan silent readers.
Love you readers
Dedel
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top