Part 16 - Ada Yang Beda
Hola. Maaf baru bisa update.
Bacanya pelan-pelan ya. Resapi baik-baik. Jangan cuma dialognya doang.
Author note di bawah di baca juga ya. Ada hal PENTING yang harus aku sampaikan.
Jangan lupa dukung dengan vote dan komentar yang banyak!
Jangan silent readers! Yang siders nanti pantatnya bisulan.
Play List|| Semua Tak Sama - Padi
Happy Reading.
______
Setiap momen dalam hidup, tidak akan terjadi berulang kali. Untuk itu, manfaatkanlah sebaik mungkin, apa yang terjadi padamu sekarang.
***
"Gila, bocah kemaren sore langsung dapet endors aja, nih. Mana followers-nya lebih banyak dari gue lagi sial." Leda mengumpat, ketika mendapati foto-foto Alora di beranda Instagram miliknya. "Gak gue follow, nongol mulu muka cewek sok cantik ini."
"Bahkan, majalah yang ada foto gue aja kalah sama majalah yang ada fotonya dia. Padahal, sama-sama produk dari Queen and King Boutique." Rasa iri begitu menggebu di dalam Leda. Pasalnya, dia yang sudah jadi model lama, dikalahkan oleh Alora yang baru bergabung beberapa hari yang lalu.
Bahkan, majalah yang ada foto Alora lebih laris terjual dipasaran dibanding yang ada foto dirinya. Bukan hanya itu, brand-brand ternama baik produk kecantikan ataupun pakaian juga meng-endorse Alora. Bahkan, gadis itu jadi ambassador salah satu produk perawatan wajah.
"Gue gak follow nih orang, tapi berandanya isinya dia mulu. Mana followersnya dia jadi banyak pula."
Alteza yang baru datang ke kantin, langkahnya terhenti kala tidak sengaja melihat foto Alora di dalam ponsel milik Leda. Bahkan, cowok itu juga mendengar gerutuan dari gadis blasteran tersebut. Meski sedikit.
Tangan Alteza langsung mengambil ponsel Leda dari belakang, membuat gadis itu terkejut dan langsung menatap ke arahnya.
Alteza sama sekali tidak peduli dengan Leda yang mengoceh karena dia mengambil ponsel gadis itu tanpa permisi. Alteza mengamati sebuah foto di mana Alora sedang tersenyum sambil memegang salah satu produk perawatan wajah.
Ternyata benar, gadis itu sudah terkenal sekarang. Pantas saja Alora tampak begitu sibuk. Bahkan, ketika Alteza datang ke apartemen, Alora tidak ada di sana.
Terakhir kali bertemu, hanya di taman waktu itu. Setelahnya, mereka hanya mengabari lewat media sosial.
"Jangan mencintaiku."
"Karena aku tidak nyata untukmu."
Sial. Entah kenapa ucapan Alora waktu itu masih terngiang di telinganya.
Lagipula, mana mungkin Alteza mencintai Alora, kan?
Alora itu hanya tokoh fiksi ciptaannya. Tidak lebih.
"Teza, lo ambil ponsel gue buat apa, sih? Oh gue tau, lo pasti mau nulis nomor WA lo di situ, ya? Biar kita gampang komunikasinya." Leda yang sudah berdiri di depan Alteza itu tersenyum lebar. Berharap kalau Alteza memang menuliskan nomor WA untuknya.
Lamunan Alteza tersentak. "Pede lo."
Setelah mengembalikan ponsel pada pemiliknya, Alteza pergi dari sana. Dia langsung memesan makanan untuknya.
Hal tersebut tidak luput dari perhatian Vaela. Gadis itu tersenyum smirk, lalu menghampiri Leda yang masih kesal di tempat.
Vaela melipat tangannya di depan dada. "Leda, Leda. Makanya, jadi cewek itu, jangan terlalu naif akan cinta yang meledak-ledak."
Leda menyeringai. "Lo lagi nyindir diri sendiri?"
"Maksud lo?"
"Lo pikir gue bodoh? Lo sebenernya suka, kan, sama Alteza?"
Vaela bungkam.
"Kasian. Kejebak friendzone."
Leda melangkah pergi, sebelum itu, dengan sengaja dia menabrakkan bahunya di bahu Vaela.
Vaela menoleh pada Leda yang sudah berjalan menjauh. Lalu bergumam, "Lo benar, Leda. Gue memang suka Alteza lebih dari teman."
"Dan asal lo tau, mencintai diam-diam itu menyenangkan meskipun menyakitkan."
***
Senyum merekah terbit di wajah cantik Alora. Bagaimana tidak? Pasalnya, dia merasa De Javu kembali ketika bekerja menjadi model. Bahkan, Alora mendapat kontrak kerja yang bayarannya lumayan. Jauh lebih besar dibanding dunia asalnya.
Meskipun ini nyata, tapi semuanya hanyalah fana. Cepat atau lambat, Alora harus kembali ke dunia asalnya. Entah dalam keadaan hidup bahagia, ataupun mati karena celaka.
"Kalau Mama sama Papa masih hidup, pasti mereka bangga sama aku."
"Tapi kan, Mama sama Papa cuma tokoh buatan Alteza. Begitupula aku." Alora tersenyum kecut.
Mendengar ketukan pintu apartemen, lantas Alora membukanya. Ternyata itu seorang kurir yang mengantarkan gaun dari Raynar.
Cowok itu ingin mengajak Alora makan berdua, untuk merayakan kesuksesan kerja sama keduanya.
"Padahal aku bilang bisa pakai bajuku sendiri, pakai dikirimin gaun segala. Pasti mahal nih."
Baru saja diomongin, si empunya langsung menelepon. Panjang umur sekali orang ini.
"Halo, Ra, gaunnya udah sampai?"
"Udah, Ray. Harusnya kamu gak perlu kasih saya gaun semahal ini."
"Gapapa. Gaun itu cocok untuk orang cantik sepertimu. Gimana, suka gak?"
"Suka. Ini gaunnya bagus."
"Mama yang rancang itu."
"Desain Bu Ratu patut diacungi jempol. Makasih, Ray bajunya."
"Sama-sama. Jangan lupa dipakai nanti. Saya jemput satu jam lagi."
"Oke."
****
Alora mengenakan dress selutut lengan panjang bewarna cream yang diberikan oleh Raynar. Meski modelnya sederhana, tetapi pakaian berbahan satin itu terlihat kontras dengan kulit putih Alora.
Gadis itu membiarkan rambutnya tergerai indah, tidak lupa dengan jepitan mutiara di salah satu sisi rambutnya.
Saat Alora hendak keluar, di terkejut dengan kehadiran Alteza yang tiba-tiba.
"Teza, kamu ngapain di sini?"
Alteza yang masih terpana dengan penampilan Alora langsung menjawab, "Gue mau ambil barang yang ketinggalan di sini."
"Lo tumben dandan rapi, mau ke mana?" Alteza menurunkan egonya untuk bertanya.
"Ada janjian mau makan sama Raynar."
"Baru jam empat sore juga, mau makan aja." Alteza teringat sesuatu. "Oh ya, gue lupa. Lo, kan, sehari makannya empat kali."
"Biarin. Yang penting aku tetap langsing dan gak gendut." Alora menjeda. "Gimana penampilanku, bagus gak?"
"Teza, bagus gak? tanya Alora ulang dengan senyum indahnya.
"Cantik."
"Kalau dilihat dari ujung sedotan," lanjut Alteza, yang membuat senyum Alora memudar.
"Sana minggir." Alteza langsung melesak ke dalam, tanpa peduli Alora yang kesal akan jawabannya.
Alora langsung turun ke bawah, ketika mendapati pesan kalau Raynar sudah menunggunya di parkiran. Cowok dengan stelan kemeja putih dan jas hitam itu membukakan pintu untuknya. Sampai akhirnya, mobil tersebut meninggalkan halaman gedung apartemen.
"Kamu cantik pakai baju itu," puji Raynar.
"Makasih."
"Orang yang dapatkan kamu nanti pasti bakal beruntung, Ra."
Alora tersenyum kecut. Dia tidak tahu akhir hidupnya nanti akan seperti apa. "Akan lebih beruntung kalau yang dapatkan kamu nanti. Udah tampan, mapan, YouTubers lagi."
"Sayangnya, orang yang seharusnya beruntung, udah gak ada, Ra."
"Maksudnya?"
"Orang yang saya cintai, sudah dijemput dahulu oleh Tuhan." Raynar mencengkeram stir mobilnya erat. "Sayangnya, saya gak bisa menuruti permintaan terakhir dia waktu itu."
Alora menunduk, ternyata dibalik wajah cerianya, Raynar menyimpan luka begitu mendalam. "Maaf, saya gak tau."
"Gapapa."
Sepuluh menit kemudian, mobil mewah itu sudah terparkir di halaman restoran mewah bintang lima. Alora dan Raynar berjalan beriringan masuk ke dalam.
"Kok sepi, ya?" Pasalnya, selain pelayan, hanya ada mereka berdua di sana.
"Saya udah booking tempat ini. Khusus buat kita berdua."
Alora terkejut, dia menatap cowok di depannya. "Kenapa harus di booking? Maksudnya, kasian orang yang mau makan di sini tapi gak jadi."
"Biar kamu nyaman. Soalnya, kalau rame-rame sama pengunjung lain, pasti kamu keganggu. Soalnya, kamu lagi naik daun, nanti banyak yang minta foto lagi. Apalagi kalau pengunjungnya cowok."
Alora mengangguk tanda mengerti. "Padahal, kalau minta foto doang gapapa. Lagian, gak semua orang di sini kenal saya."
Dengan sekali tepukan, seorang pelayan datang di meja mereka, sambil menyodorkan menu.
"Mau pesen apa?" tanya Raynar.
"Samain aja kayak kamu. Saya suka apa aja, kok."
"Kalau saya gimana? Kamu suka enggak?"
"Suka, kamu baik orangnya."
"Sama dong. Saya juga suka kamu."
Kecanggungan sedikit terjadi di antara keduanya. Sampai akhirnya suara pelayan menyadarkan mereka. "Jadi, mau pesan apa, Mas, Mbak?"
"Steak , cheese burger , salat buah , orange jus, and dessert semuanya pesan dua tiap menunya."
"Baik, mohon ditunggu." Setelah mencatat pesanan, pelayan itu kembali ke tempatnya.
"Banyak banget pesannya."
"Gapapa, Ra. Kan, untuk merayakan keberhasilan kita." Raynar tersenyum manis. "Ngomong-ngomong, saya boleh minta tolong?"
"Apa?"
"Kamu mau enggak, jadi bintang tamu di konten saya selanjutnya?" tanya Raynar, membuat Alora cukup terkejut. "Soalnya, semenjak majalah kita naik daun, banyak fans saya yang minta saya buat konten bareng kamu. Bahkan, ada yang jodoh-jodohin kita segala."
"Memangnya konten kamu tentang apa aja?" Pasalnya Alora sama sekali tidak tahu.
"Tergantung jadwalnya. Ada talk show, kulineran, jalan-jalan, gitu. Emang kamu gak pernah nonton? Jangan-jangan, kamu gak subscribe akun saya lagi?"
Alora meringis sebagai jawaban. Selama di dunia manusia sungguhan ini, dia sama sekali tidak mengikuti akun media sosial. "Saya juga gak punya akun YouTube masalahnya."
"Gapapa, besok dibuat ya. Biar kita bisa saling follow. Ya siapa tahu, hatinya juga bisa saling follow."
***
Sepulang pergi bersama Raynar tadi, Alora pikir cowok itu masih di apartemen, rupanya tidak. Setelah mengganti pakaiannya dengan sweater warna biru, serta kulot jeans, gadis berlesung pipi itu pergi ke rumah cowok galak tersebut.
Bahkan, Alora juga menenteng tiga buah paper bag yang berisi makanan di dalamnya. Raynar menyuruhnya untuk membungkus makanan untuk dia bawa pulang, meski sudah menolak, partner kerjanya tersebut memaksa. Akhirnya Alora iyakan saja. Pikirnya, bisa dia makan bersama Alteza. Alora juga ingin membagi kebahagiaan kepada cowok menyebalkan itu.
"Permisi. Selamat malam."
Pintu bercat cokelat itu dibuka oleh seorang perempuan paruh baya yang menyambut ramah kedatangannya. Tanpa basa-basi, Alora langsung ditarik masuk ke dalam.
"Alora bawa makanan, buat kita makan sama-sama. Untuk merayakan keberhasilan Alora. Karena Alora udah gak punya keluarga, Alora numpang rayain di sini boleh, Tan?"
Keduanya sedang duduk bersebelahan di sofa mewah ruang tamu.
"Gapapa, Alora. Tante sudah menganggap kamu seperti anak sendiri," jawab Anika ramah.
"Ngomong-ngomong. Tante di rumah sendirian?" Pasalnya rumah ini terlihat sepi. Apalagi kalau menjelang malam begini, asisten rumah tangga sudah pulang ke rumah masing-masing.
"Enggak. Ada Alteza di kamarnya. Bentar lagi, Mas Arshad sama Akriel juga pulang." Anika melirik jam dinding di ruang tamunya. "Bentar lagi jadwal makan malam, nih. Tante masak dulu ya."
"Aku bantuin, ya, Tan?" tawar Alora.
"Gak usah. Tante juga gak masak banyak, kan, kamu juga udah bawa makanan." Anika berdiri dari tempatnya. "Mendingan, kamu ke kamar Alteza aja, suruh dia buat turun. Soalnya tuh anak, suka telat makan kalau udah nulis naskah mah."
"Ke kamar Alteza?" Alora membeo.
"Iya. Kamarnya sebelah ujung di lantai dua. Tolong panggilan ya, Ra?"
Merasa tidak enak kalau menolak, akhirnya Alora mengangguk. Dia langsung ke lantas atas, menuju kamar Alteza.
Dengan ragu-ragu, Alora mengetuk pintu itu. Sudah berulang kali, tetapi tidak ada jawaban dari dalam. Tangan Alora berusaha membuka engsel pintu, rupanya tidak dikunci.
Alora melihat sekeliling kamar Alteza, cukup rapi untuk kamar cowok. Ada lemari berisi buku-buku juga di sana. Kebanyakan berisi novel koleksi.
"AAAAAAAAA!"
Saat sedang melihat-lihat, Alora dikejutkan dengan kemunculan Alteza dari kamar mandi. Cowok itu hanya mengenakan handuk putih di pinggang. Dengan rambut yang masih basah karena habis keramas.
"Ngapain lo di sini? Ngintipin gue, ya?" Sama seperti Alora, Alteza juga terkejut. Bahkan sampai menyilangkan kedua tangannya di bahu.
"Enak aja. Aku disuruh Tante Anika manggil kamu buat makan malam. Karena aku ketuk gak ada jawaban, jadi aku masuk aja," jawab Alora, sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya sembari berpaling ke arah lain.
"Turunin tangan lo. Gue udah pakai baju."
Perlahan, Alora menurunkan tangannya. Benar saja, Alteza sudah memakai baju. Meski hanya kaos putih polos, serta celana kolor selutut, cowok itu terlihat tampan. Apalagi dengan rambut yang masih basah.
"Ngapain lihatin gue?"
"Karena kamu ganteng. Eh." Alora menutup mulutnya sendiri. Dia keceplosan bilang itu.
"Udah tau." Alteza tersenyum miring. "Lo kenapa bisa ada di sini? Sana, jalan aja sama partner kerja lo itu."
"Raynar maksudnya?"
"Siapalah namanya. Gue gak peduli juga." Alteza duduk di ranjang miliknya.
"Kamu ngomong gitu, seakan-akan cemburu tau." Alora ikut duduk di samping Alteza.
"Dih, yakali gue cemburu. Lo itu cuma tokoh fiksi."
"Dan kita, adalah ketidakmungkinan yang tidak akan pernah disatukan," lanjut Alteza.
Alora mengangguk membenarkan. "Tapi, kalau salah satu di antara kita ada yang mencintai gimana?"
TBC
Harap dibaca!
Maaf ya. Aku baru bisa update lagi. Soalnya ada tugas negara yang harus diselesaikan. Apalagi bentar lagi masuk bulan Oktober. Tambah repot nantinya.
Sambil nunggu cerita ini update, aku ada cerita baru lho. Genrenya hampir mirip-mirip sama ini. Cuma yang dilapak sebelah khusus buat yang udah punya KTP. Judulnya Dealing With A Protagonist Villain. Jangan lupa mampir ya. Vote dan komennya ditunggu.
Soalnya, ada salah satu tokoh di sini yang main juga di sana. Hayo tebak siapa? Meski begitu, dua cerita ini gak berkaitan sama sekali ya.
Biar aku cepet update , kalian komen dong, biar aku ada semangat. Siapa tahu ada ide buat part selanjutnya. Jangan siders.
Gimana tanggapan kalian tentang part ini?
Jangan lupa vote dan komennya ya.
Love you readers
Dedel
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top