24

Hari demi hari Dea lalui dengan sangat berat. Bahkan sekarang badannya cukup kurus, sangat bertolak belakang dengan kebanyakan ibu-ibu yang baru melahirkan. 

Kalau biasanya ibu-ibu yang baru melahirkan badannya akan bertambah besar, kasus Dea kali ini berbeda. Badannya kurus, efek tidak berselera makan dan banyak pikiran. 

Sekarang usia Delaci sudah genap satu bulan. Bayi perempuan itu tumbuh sehat dan aktif. 

"Mamak nggak sarapan dulu? Dea sudah masak lho."

"Aduh ... maaf, De. Mamak buru-buru. Mau survey calon nasabah," sahut Anis. Ia buru-buru mengambil tas dari atas bangku lalu pergi ke kantor. 

Dea hanya bisa melihat kepergian ibunya dengan tatapan kosong. Ia sudah masak nasi uduk kesukaan ibunya, tapi malah tidak dimakan. Ibunya hanya sempat meminum air putih satu gelas saja. 

Hal itu terjadi karena tadi malam Anis begadang mengerjakan tugas kantor yang menumpuk, dan ia baru tidur pukul tiga dini hari. Akibatnya ia terlambat bangun. Lalu tidak sempat sarapan. 

Suara tangis Delaci dari dalam kamar membuyarkan lamunan Dea. Ia buru-buru lari ke dalam kamar untuk mengecek kondisi anaknya. 

"Anak Mamak yang cantik .... Cup cup cup. Kenapa nangis, Nak?"

Dea memang sangat suka mengajak bayi merah tersebut bicara. Walaupun faktanya bayinya itu belum bisa diajak untuk bicara. 

Delaci tetap saja menangis meski sudah digendong oleh Dea. "Kenapa, Nak? Ngomong sama Mamak. Biar Mamak nggak bingung," kata Dea sambil menimang-nimang Delaci. 

"Bau apa ini?" Dea mengendus-ngendus ke sembarang arah. Indera penciumnya mencium aroma yang tidak sedap. 

"My baby Dela .... Ternyata kamu buang air besar. Kenapa nggak ngomong dari tadi, Nak?"

Begitu menyadari anaknya telah buang air besar, Dea langsung membawa Delaci ke dalam kamar mandi. Lalu membersihkannya, kemudian menggantinya dengan popok yang baru. 

Setelah Delaci tenang, Dea memutuskan untuk membuka komputer lalu mulai bekerja.

Cukup banyak orderan yang masuk. Sehingga ia sedikit kewalahan. 

Saat sedang sibuk mengurusi orderan, Delaci kembali menangis. 

Dea menghentikan aktivitas lalu mulai menyusui bayi merah yang belum bisa bicara tersebut. Dea tidak tahu mengapa anaknya menangis, tapi menurut feeling-nya, Delaci menangis karena lapar. Oleh karena itu, ia menyusuinya. 

Setelah Delaci kembali tenang, Dea melanjutkan pekerjaannya. Namun di tengah-tengah pekerjaannya, perutnya berbunyi. Cacing di dalam perutnya demo meminta jatah. 

Sebenarnya Dea tidak berselera makan, tapi ia memaksa untuk makan. Karena ia tidak mau dirinya kekurangan gizi, lalu anaknya ikut kekurangan gizi juga karena ulah ibunya. 

Pasalnya Delaci masih membutuhkan ASI. Jadi Dea harus tetap menjaga kondisi tubuhnya. 

Dea mengambil makanan lalu membawanya ke kamar. Ia makan di kamar. 

Di tengah-tengah makan, Delaci menangis lagi. Dan ternyata anaknya tersebut kembali buang air besar. 

"Kenapa buang air besar lagi, Nak? Kamu sakit? Diare?" tanya Dea sambil membersihkan kotoran anaknya. 

Dea tidak melanjutkan makannya karena ia sudah kehilangan nafsu untuk makan. 

Ia lalu membawa Delaci ke klinik terdekat untuk memeriksakan kondisi anaknya. Karena ia takut anaknya terserang diare atau sakit perut. 

OMG! Antrinya panjang banget! batin Dea saat melihat antrian di klinik ya ia datangi sangat membludak.

"Ini anak atau adiknya, Mbak?" tanya seorang ibu yang duduk di samping Dea. 

"Anak, Bu," jawab Dea ramah. 

"Kebobolan kayaknya. Masih kecil udah punya anak," bisik ibu lainnya yang duduk di sebelah ibu-ibu tadi. 

"Iya kayaknya," balas ibu pertama tadi. Sambil berbisik tentunya. 

Walaupun bisik-bisik tersebut pelan, tapi tetap terdengar sampai ke telinga Dea.

"Kalau bisik-bisik yang kecil, Bu. Jangan sampai orang yang diomongin dengar," kata Dea sambil tersenyum ramah. Padahal di hatinya sangat kesal dan ingin mencabik kedua ibu tersebut. 

Muka kedua ibu tadi langsung berubah merah karena malu. Keduanya lalu pergi mencari tempat duduk yang lain. Jauh dari Dea. 

Dasar, ibu-ibu tukang gosip! maki Dea dalam hati. 

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya tiba giliran ia dipanggil. 

"Anaknya kenapa, Bu?" tanya seorang dokter perempuan yang masih muda. 

"Buang air besar dua kali, Dok. Padahal belum ada dua jam," terang Dea. 

Dokter anak tersebut langsung memeriksa keadaan Delaci. Ia fokus memeriksa sampai beberapa menit. 

"Tidak apa-apa, Bu. Bayi Ibu tidak sakit. Dia baik-baik saja," kata dokter tersebut sambil tersenyum ramah. "Ini cuma efek kekenyangan saja," lanjutnya lagi. 

Dea mengangguk-anggukkan kepalanya. 

Setelah urusannya selesai, Dea langsung pulang menuju rumahnya menggunakan taksi online. 

Syukurlah Delaci baik-baik saja. Ingatkan Dea untuk tidak menyusui Delaci terlalu kekenyangan. 

"Dari mana, De?" tanya Anis yang sudah berada di meja makan sambil menyantap nasi uduk. 

"Klinik, Mak. Kirain Delaci kenapa-napa, abisnya dia tadi BAB dua kali. Ternyata dia baik-baik aja," kata Dea. Ia mengambil duduk di seberang ibunya. "Mamak pulang?" 

"Iya. Mamak lapar bukan main. Tadi abis survey nasabah dekat sini. Jadi mampir pulang buat makan," kata Anis. Ia menyantap makanannya dengan lahap. Karena perutnya memang sudah sangat lapar sekali.

"Pelan-pelan, Mak. Nanti kesedak."

"Uhuk .... Uhuk ...."

Belum juga bibir Dea mingkem sempurna, Anis sudah tersedak akibat makan terlalu buru-buru. 

"Mamak benar-benar kelaparan, De," ujar Anis setelah batuknya reda. 

Dea hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan ibunya. Coba saja kalau Dea yang makan seperti itu, pasti ibunya akan ceramah panjang lebar. Tapi nyatanya ibunya sering makan seperti itu juga. 

"Mamak mau langsung ke kantor lagi," pamit Anis di sela-sela aktivitas mencuci tangan di wastafel. 

"Tunggu makanannya turun dulu, Mak."

"Nggak sempet, De. Ini udah lewat jam istirahat," kata Anis. Ia lalu buru-buru kembali lagi ke kantor. 

Memang sekarang sudah pukul dua siang. Sudah lewat jam istirahat. Oleh karena itu, Anis harus buru-buru kembali ke kantor. 

Sepeninggal Anis, Dea membereskan rumah, karena sekarang Delaci sedang tertidur pulas. 

"Aku kangen kamu," bisik Dea saat ia membersihkan bingkai foto pernikahannya yang ada di dekat televisi. 

"Kamu apa kabar? Nggak pengen nemuin aku barang lewat mimpi aja?" Dea bermonolog sambil menatap foto pernikahannya. 

Tanpa sadar air matanya menetes deras. Pandangan matanya sampai mengabur akibat air mata yang terlalu banyak. 

"Yang tenang di sana, Lam. Aku sayang kamu," lirih Dea sambil menangis pilu. 

Dea langsung mengelap air matanya menggunakan punggung tangan saat ia mendengar suara Delaci yang menangis. 

Dengan langkah lebar, ia memasuki kamar anaknya tersebut. 

"Ya ampun, digigit nyamuk," ujar Dea saat ia melihat sebuah bintik kecil di pipi kanan anaknya. Dengan sigap, ia langsung menyalakan anti nyamuk elektrik.  Lalu menenangkan anaknya. 

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top