21

"Aku siap nikah sama kamu," kata Dea sambil menatap serius ke warah Alam. 

"Kamu yakin dengan keputusan ini? Jangan sampai kamu nyesel di kemudian hari. Menikah bukan perkara mudah. Bukan juga untuk coba-coba." Alam mengingatkan. Ia tidak mau jika kemudian hari Dea akan menyesal menikah dengannya. 

"Aku yakin. Aku serius dengan kata-kataku," ucap Dea yakin. Pasca kehilangan ayahnya, sudah beberapa kali ia mimpi didatangi tiga harimau berbeda warna. Dan selalu pernikahan yang mereka bahas. 

Dea menerima pernikahan tersebut bukan karena terpaksa atau takut. Setelah ia pikir baik-baik, menikah dengan Alam bukan pilihan buruk. Toh ia sudah mengenal pribadi Alam dengan baik. Laki-laki itu memiliki sifat yang Dea suka. 

Tanggung jawab. 

Mandiri. 

Dan masih banyak yang lainnya. 

Keduanya sedang duduk di teras kontrakan Alam. Sepulang kerja, sengaja Dea mampir ke rumah Alam untuk membicarakan hal ini. 

Dan kebetulan sekali Alam ada di rumahnya, karena hari ini ia libur. 

"Baiklah. Besok malam aku akan ke rumah kamu buat minta izin ke Mamak kamu. Semoga beliau nggak shock, dan merestui hubungan kita tentunya," kata Alam pada akhirnya. 

"Mamak sudah tau, aku sudah bilang duluan. Dan beliau setuju."

Alam menatap Dea tak percaya. "Mamak sudah tau? Kamu sudah ngomong duluan?" tanyanya tanpa berkedip karena saking tak percayanya. 

"Iya."

"Mamak juga tau kalau nantinya anak kita akan menjadi Cindaku?" tanya Alam. Ia tak mau nanti mertuanya akan kecewa dan berubah pikiran di kemudian hari.

"Iya. Tau. Aku sudah cerita semuanya sama Mamak. Nggak ada yang aku tutupin satu pun. Termasuk kalau ternyata Mamak itu tingkas juga," ucap Dea meyakinkan Alam. Ya, ia memang sudah menceritakan semuanya kepada Anis. Dan Anis sebagai orang tua yang dewasa dalam berfikir, menerima semuanya dengan ikhlas. 

Cukup sekali ia berbuat kesalahan karena meninggalkan Deni hanya karena suaminya itu Cindaku. Padahal jelas, tidak ada yang salah menjadi Cindaku. Toh tujuan Deni menjadi Cindaku adalah untuk menjaga hutan, bukan untuk hal buruk yang dilaknat Tuhan. Itu tidak salah, bukan? 

"Aku lega kalau gitu. Bagaimana pun restu orang tua sangat berharga." Alam menarik nafas lega. Ia kembali menatap Dea. "Mas kawin apa yang kamu minta?" tanyanya langsung pada pokok permasalahan, karena pernikahan mereka harus dilaksanakan segera. Itulah perintah dari ketiga harimau tersebut. 

"Separangkat alat sholat aja," jawab Dea yakin. Ia tak mau membebani Alam dengan mas kawin yang aneh-aneh. Karena ia tahu betul bagaimana kondisi keuangan Alam. Nikah itu untuk beribadah, bukan? Lantas untuk apa dipersulit jika bisa mudah? 

"Hanya itu?"

"Iya."

Keduanya terus sibuk membicarakan soal pernikahan. Baik dari segi keuangan, sifat baik dan buruk dari masing-masing, dan masih banyak lainnya. Mereka membicarakan itu tujuannya hanya satu, agar masing-masing dari mereka tidak merasa sedang membeli kucing dalam karung. Supaya tidak ada penyesalan di kemudian hari. 

"Aku pulang duluan kalau gitu, sudah terlalu sore," pamit Dea, ia berdiri lalu memakai sling bagnya yang tadi sempat ia lepas. 

"Aku antar."

"Nggak usah, aku naik angkutan umum aja," tolak Dea. 

"Nggak boleh nolak calon suami," kata Alam tegas. Ia lalu masuk ke dalam rumahnya untuk mengambil kunci motor dan mengunci pintu. 

Karena tidak mau ribut, akhirnya Dea menuruti saja keinginan Alam. 

***

Hari yang ditunggu tiba. Pernikahan Dea dan Alam dilaksanakan di KUA terdekat. Tidak ada pesta atau hal yang berbau kemewahan. Karena mereka berdua sadar, kondisi keuangan masing-masing dari mereka belum kuat. Kalau maksa diadakan pesta, dana dari mana? Mereka tidak mau berpesta hasil dari ngutang. Bagi mereka, lebih baik tidak pesta asal tidak memiliki hutang. 

Setelah menikah, Alam membawa Dea tinggal di kontrakannya.

Awalnya Dea keberatan untuk meningkatkan ibunya sendirian. Namun setelah dipertimbangan baik-baik, akhirnya ia setuju. Toh jarak rumah mereka tidak terlalu jauh. Dan juga Anis memiliki tetangga yang baik-baik, sehingga Dea tidak perlu cemas memikirkan kondisi ibunya yang sendirian. 

"Apa perasaan kamu sekarang?" tanya Alam ketika mereka hendak tidur. 

"Perasaan? Senang pastinya," jawab Dea berbohong. Sejujurnya perasaan ia saat ini adalah takut. Ia takut apakah pernikahan tanpa rasa cinta ini bisa berhasil? Tapi tentu saja ia tak berani mengatakan itu kepada Alam, karena ia tak mau membuat Alam tersinggung. 

"Aku juga," balas Alam sambil menyentuh tangan Dea ragu-ragu. Ia takut akan mendapatkan penolakan dari Dea, namun ternyata tidak. Istrinya itu hanya diam saja. 

Dea tersenyum samar di balik cahaya lampu tidur yang remang-remang. Semoga saja apa yang dikatakan Alam sebuah kejujuran. Semoga saja laki-laki itu tidak sedang berbohong sepertinya tadi. 

"Selamat tidur." Alam mencium kening Dea cukup lama. Ia harus melakukan itu supaya tidak ada lagi kecanggungan di antara mereka. Toh sekarang mereka sudah resmi menjadi pasangan suami istri. 

Deg. 

Jantung Dea seperti sedang ber-trampolin dengan cepat. Ada aliran listrik kecil yang menjalari tubuhnya. 

"Makasih," ucap Dea pelan. 

Keduanya lalu tertidur dengan membawa pikiran masing-masing. 

Hari demi hari terus mereka lalui. Dea pun sekarang sudah tidak bekerja di perusahaan lagi. Ia di PHK karena perusahaannya sedang mengalami kondisi buruk, akibatnya terpaksa memangkas karyawan supaya tidak over budget. 

Beruntungnya Dea dipecat, jadi ia tak perlu memikirkan bagaimana jika nanti perutnya membengkak karena hamil. 

Sekarang yang Dea lakukan adalah berjualan online. Ia menggunakan jasa Google Ads untuk mengiklankan produknya. Dan hasilnya luar biasa. Ia bisa mendapatkan penghasilan hanya dengan di rumah saja. 

Ia tidak menyetok barang. Melainkan menjadi reseler beberapa produk terkenal. Sehingga ia tak perlu repot untuk packing dan segala macamnya. 

Selain berjualan, kegiatan rutin Dea lainnya adalah melakukan taspack. Setiap empat hari sekali Dea selalu mengecek apakah di dalam perutnya ada janin atau tidak. 

Hubungannya dengan Alam pun semakin hari semakin membaik. Dalam artian mereka semakin mesra dan tidak secanggung dulu. 

"Hai, belum tidur?" tanya Alam saat Dea membukakan pintu untuknya. Biasanya pukul sepuluh malam Dea selalu sudah tidur, dan Alam akan masuk ke rumah dengan memakai kunci cadangan yang ia bawa. 

"Belum. Sengaja banget nungguin kamu pulang," kata Dea sambil cengar-cengir. 

"Ada apa, hm?" tanya Alam lembut. Ia mencium kening Dea dengan lembut.

"Merem!" titah Dea. 

"Ya udah, nih." Alam pun memejamkan matanya setelah menutup pintu. Keduanya masih berdiri di ruang tamu kontrakannya. 

Dea mengeluarkan sebuah taspack lalu ditaruhnya di tangan Alam. "Buka mata! Liat, deh."

Begitu Alam membuka mata, ia langsung menangis haru saat melihat hasilnya positif. "Ini serius? Kita akan menjadi orang tua?" tanyanya tak percaya. 

Dea hanya tersenyum lebar melihat tingkah suaminya yang terlalu bahagia. Dalam hatinya juga bahagia karena sebentar lagi akan menjadi seorang ibu. 

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top