Chapter 6 - Aku Tak Percaya dengan Omong Kosong Ini

"Kau sudah konsultasi ke psikiater?" Secangkir teh yang tersisa setengah ia taruh perlahan. Sepasang mata hitamnya mengamati Ji In yang menunduk hirup aroma minyak angin di kedua telapak tangan.

"Sudah, Sunbaenim," elaknya oleskan minyak tersebut ke salah satu tangan.

"Bagaimana katanya?"

"Saya harus istirahat sebenarnya," sejenak Ji In mau rilekskan pikiran dengan wangi menthol, "tapi saya tak mau kecewakan beliau."

"Ji In-ah...." Yong Moon mendesah berat. "Aku jadi merasa egois kalau kamu paksakan diri untuk bekerja hari ini. Lihatlah, sampai sekarang mukamu pucat sekali."

"Tak apa." Uluran tangan Yong Moon ia tepis secara halus. "Saya sudah sadar belum sarapan," jawabnya menarik kedua sudut bibirnya selagi bergelayut malu-malu.

"Beneran gak apa-apa?" Dahi Yong Moon berkerut, balik sesap minuman wangi melati dengan pelan. "Tapi muka pucat kamu kayak habis beraktivitas berat. Padahal----"

"Saya beneran baik-baik saja, Sunbaenim!" Ji In terselamatkan berkat langkah sepatu milik kepala polisi yang membawa segepok kertas.

"Maaf, saya terlambat," katanya menaruh tumpukan kertas yang diikat menggunakan benang kasur. "Kita langsung saja pada misi. Kali ini kita tak berurusan dengan dunia perundungan. Banyak warga----termasuk warganet----yang layangkan protes atas sebuah saluran TV."

"Jangan bilang soal acara survival idol itu?" Yong Moon menebak asal. "Mentang-mentang negara kita dikenal gudangnya idol, mereka sampai adakan acara tak berguna itu. Tak kapok sama kejadian waktu itu."

"Kejadian ... waktu itu?" Ji In mengernyit bingung, menghirup minyak angin lagi. "Kejadian yang mana, Sunbaenim?"

"Insiden acara Make Me Idol." Dia menyipit dingin, lantas minum teh hingga titik penghabisan. "Bahkan aku sendiri yang tak berminat jadi idol pun tak mau mengingatnya lagi."

Manik cokelat Ji In menciut seketika. Ia coba genggam cangkir teh miliknya, getaran menular hingga tak dapat dihentikan. Ingatan Ji In menerawang pada isi data curian hasil misi tadi.

Ini tak mungkin!

****

Semua orang berjas tergeletak muntahkan air liur, beberapa justru keluar darah. Noda merah itu mengenai belati Ji In yang berselimutkan sarung tangan karet. Senjata tersebut ia lemparkan dan tepat hancurkan kamera pengawas. Tak sampai di situ, alat pemindai kartu masuk pun Ji In rusaki tiada ampun. Sisa asap dari pil ukuran puntung rokok mengharuskan Ji In tetap gunakan masker darurat: sapu tangan yang ia bawa untuk mengelap keringat.

"Jangan bercanda." Terkekeh pun tiada gunanya, selagi mata pancarkan kecemasan. Jemari lentik Ji In terus menari bersama tetikus, menampilkan puluhan dokumen dan pesan dari beberapa pihak.

"Ini terlalu kejam." Air mata meluncur di pipi Ji In. Senyum pun telah lama lenyap. "Bagaimana aku bisa bertahan hidup dari kekejaman dunia hiburan? Bagaimana dengan kehidupan Na Byul dan pihak agensi yang kuikuti? Agensi beliau kecil.... Tak dapat menguasai dunia hiburan dengan keringat dan darah ketimbang mereka yang ambil cara curang."

"Ji In, cepat keluar!" Suara Yong Moon tiba interupsi Ji In. "Kau sedang ngapain sekarang? Jangan buang-buang waktu!"

Namun, wanita ini tak dapat jawab. Tubuhnya tak lagi menahan beban, merosot memandang salah satu telapak tangan dengan noda darah. Setitik cairan asin pisahkan ribuan sel darah merah di tangan Ji In.

"Ji In-ah? Kau dengar?" Mendadak bunyi denging berkuasa, tak dengar apapun yang ada di sekitar maupun dari handsfree. Nyeri di kepala mulai terasa menyakitkan, membayangkan Na Byul yang masih tertawa meski mukanya pucat dan tak sarapan demi menjadi seorang idol, atau atasan agensi yang cari orang ke sana kemari tak pandang umurnya telah siap untuk bersantai menunggu kematian.

Sekonyong-konyong tangan terkepal, juga tatapan Ji In tersimpan sejuta amarah.

****

Semakin diterkam, cangkir teh milik Ji In pecah mengundang perhatian banyak orang, termasuk Yong Moon yang spontan mengelus pundak bawahannya. Beberapa serpihan kaca torehkan luka gores yang menganga di telapak tangan.

"Ji In, kau baik-baik saja?" Amarah Ji In tak lagi mereda walau Yong Moon asyik lancarkan mantra penenang.

"Lanjutkan penjelasan misinya," kata Ji In tanpa alihkan pandangan pada setumpuk kertas pengaduan.

"Baiklah kalau kamu masih sanggup lakukan misi ini, Ji In." Dia duduk sambil berdeham singkat. "Semua tumpukan kertas ini mengarah pada saluran TV yang tayangkan acara survival idol boygroup."

Tatapan Ji In mulai melunak sedikit. Nama FiveV muncul di ingatannya sebagai peserta di survival idol boygroup. Tetap saja data di dokumen itu masih tak dapat diterima dengan baik.

"Sebagian besar bilang ada kecurangan di babak pemeringkatan love sebagai suara untuk mendukung idol mereka," sambungnya mengurai tali yang mengikat ratusan lembar kertas. "Mereka bilang grup Reveals berbuat curang sehingga FiveV yang dikenal grup boyband paling tenar se-Asia jadi tersingkirkan, tapi pihak sana membantah protes tersebut karena selisih jumlah love milik Reveals dengan FiveV sangat tipis, sehingga tak dapat disebut curang.

"Dan kebetulan sekali kita ada misi mencuri data rahasia dari saluran TV sana." Ucapan pria itu terngiang di kepala Ji In yang mengurung diri di ruang kerja sangat rahasia dalam rumah, mengecek objek yang beliau maksud semasa diskusi misi di kantor. "Ada kemungkinan kita dapat secuil informasi tentang kecurangan acara survival idol boygroup."

"Memang beda tipis selisih love-nya," kata Ji In benarkan letak kacamata bingkai bulat, menyipit saksikan beberapa data love yang masuk. "Tapi kebanyakan love untuk FiveV berasal dari akun palsu."

Ia lirik beberapa kertas yang telah difotokopi. "Tapi banyak orang sebut Reveals lah yang berbuat curang," tambahnya bertopang dagu. "Mungkin tak ada salahnya aku periksa tentang FiveV."

Ponsel Ji In berdering kala mengetik kata kunci di komputer, lantas usap ikon hijau seasalnya.

"Ji In-ah?" Suara berat muncul di sana.

"Ada apa, Tuan Lee?" tanya Ji In tanpa alihkan perhatiannya pada ponsel.

"Aku hanya ingin memastikan kalau kamu ingat dengan jadwal podcastmu yang baru."

"Yang baru?" Alis Ji In saling berjumpa terhimpit lipatan lemak di kening. "Apa ada perubahan jadwal, Tuan?"

"Iya." Ji In baru selesai temukan beberapa akun instagram member FiveV. Dua orang punya akun youtube resmi. "Karena alasan mendesak, pihak agensi yang kendalikan jadwal promosi FiveV harus mundurkan tanggal hadir di podcastmu."

Ada dua kemungkinan dia ubah jadwal FiveV, pikir Ji In segera menangkap layar berisikan gambar penting untuk bahan analisa. "Apa mereka sudah tetapkan jadwal baru untuk podcast saya?"

"Sampai sekarang belum ada kabar perihal tanggal pastinya," jawab dia timbulkan kepalan tangan dengan urat yang nampak samar. "Tapi tetap siap siaga buat pertanyaan saat wawancara dengan FiveV nanti."

"Topiknya sama seperti jadwal lama?"

"Iya." Pencarian Ji In berakhir dengan bersandar di pangkuan kursi, membiarkan salah satu foto member FiveV yang tersenyum manis muncul bak badut horor, menghapus nyali yang Ji In jaga kuat-kuat.

"Baik, terima kasih atas informasinya, Tuan Lee." Ponsel otomatis menyala pamerkan banyak pesan, tapi Ji In tak peduli. Kepalan tangannya kian kuat hingga buku-buku jarinya memucat.

"Jadi kau member FiveV paling tenar, Woo Ji-ya?" Terbitlah senyum miring di bibir semerah mawar. "Biar aku dorong kamu ke jurang neraka maya lewat misi abadiku." []

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top