Chapter 12 - Aku Akan Tuntaskan Masalahmu

Semuanya berawal dari sebuah acara survival idol wanita. Lee yang masa itu masih awet muda datang menemui seorang gadis jangkung dengan seragam sekolah.

"Kau yakin mau ikut acara ini?" tanyanya menatap gelisah, terkadang tangan terulur selipkan rambut ke sela daun telinga dia. "Padahal kamu udah tenar banget di bidang model. Bahkan kamu baru terjun ke dunia idol lewat acara survival yang kamu maksudkan."

"Papa gak usah khawatirkan aku," katanya menggenggam erat tangan besar Lee yang berhias banyak bekas luka. "Kalau Papa lihat aku sukses di bilang model, kenapa tidak coba buat Papa bangga dengan kemenangan di acara idol ini? Apa lagi Papa bilang, aku terjun ke sini dari nol. Tahu-tahu aku menang kan bisa bikin Papa pensiun dari pekerjaan."

Senyum simpul terbit di bibir pucatnya. "Baiklah jika itu maumu, sayang...."

Mau seberapa sayangnya dia pada sang papa, dia tetap tak mengetahui gelagat Lee yang terus mengawasi bayangan hitam itu. Siluet itu bersembunyi di sudut kegelapan yang takkan pernah terjamah oleh orang awam kecuali mata-mata dan penjahat.

Lee menyebut hari itu sebagai insiden 'pride for seven deadly sins'. Selagi gadis semata wayangnya berjuang demi sebuah senyuman berhiaskan air mata dari wajah Lee, pria jangkung ini bekerja tiada henti, menyebarkan pernyataan membanggakan yang mengundang tawa bagi orang lain.

Lee berkata, "Suatu hari putriku bakal muncul di TV dengan tarian dan senyum yang mengagumkan!"

Namun, mereka tetap tertawa dan menganggap perkataannya hanya lelucon belaka. Tak sedikit pula hari-hari Lee diriuhkan hujan ejekan. Bila ia simpulkan, kebanyakan menyebut Lee 'si monyet yang pandai berbual'. Pria itu tak peduli, selagi ungkapan yang menjunjung nama anaknya sebagai hal positif mampu tebarkan semangat.

Semangat yang takkan pernah lenyap dan berharap abadi. Sehari pun tak ia lewatkan untuk berkomunikasi dengan dia lewat sambungan telepon, topiknya sebatas 'bagaimana kabarmu hari ini?' atau 'kalau badanmu ada yang sakit, papa langsung belikan obat detik ini juga'.

Hingga hari itu, dia mulai menolak panggilan masuk Lee. Babak eliminasi juga sudah mulai. Sejak awal, firasat Lee selalu buruk dan terjawab dari tayangan TV tempat anaknya adu tari dan vokal di depan juri serta penonton. Makin ke sini, mata pria tua ini mampu menangkap objek yang mengurangi kecantikan sang anak.

Sekujur tubuhnya penuh luka memar.
Muncul luka lecet yang mengering di sudut bibir.
Tiap bergerak, dia sering berekspresi macam tahan sakit sehingga meminimalisir.
Bahkan dia punya lingkar hitam di mata.

Sebab kejanggalan itu, Lee jarang soraki nama anaknya. Pikiran bercabang. Siang-malam sibuk cari informasi pasal daftar peserta di acara pencarian idol bernuansa survival. Tak lupa ia layangkan ratusan pesan per hari, berharap dia mau baca dan membalasnya.

'Aku gak apa-apa....' Hanya satu balon chat. Itupun per hari. Lee berusaha supaya berpikir positif. Misal, mungkin dia sibuk latihan dan menjalin komunikasi dengan teman-teman baru. Sayangnya dugaan Lee selalu buruk. Ia mulai bertanya-tanya soal hal negatif yang menimpa dia lewat pesan, seperti 'apakah terjadi perundungan di sana?' atau 'kamu sering jatuh pas latihan dance?' atau apapun yang dirasa perlu.

Tetap saja dia balas demikian. Aku-gak-apa-apa. Lee sungguh tak puas, lantas kerahkan seluruh tenaga dan waktu yang ia punya untuk menyelidiki misteri anaknya dapat luka. Hipotesa sementara mengatakan kalau dia mendapatkan perundungan dengan alasan belum diketahui. Satu rencana berupa janji temu dengan gadis itu berakhir gagal. Bukan dilarang, melainkan dia yang enggan berjumpa.

Putuslah harapan Lee. Hari-harinya berjalan dengan lesu.

"Hei." Seorang wanita berambut lurus semampai datang sambil bergelayut macam pekerja klub malam. "Lemas sekali. Mau makan siang bareng?"

Lee bergeming, bahkan makin ambruk di meja. Aksi wanita itu pula belum usai. Dia duduk silangkan kaki di sisi meja Lee, sengaja pamerkan paha mulus nan putih yang berjarak amat dekat dengan mata Lee.

"Masih pikirkan anakmu?" Sekali lagi dia bertanya. Kali ini Lee mengangguk lemah, mengundang senyum lembut yang ma. "Aku mengerti. Sebagai orang tua, mengkhawatirkan anak itu hal yang wajar. Bagaimana kalau aku bantu menyelidiki soal anakmu? Sebagai gantinya...."

Lee mau saja disentuh jemari ramping dia, meminta untuk saling bertatapan. "Kau harus mau menemaniku makan malam di luar. Toh, jika kelakuan kita ketahuan sama anakmu, dia gak akan mikir kalau kamu selingkuh, melainkan aku adalah wanita bangsat yang pantas disebut ibu ketimbang sosok elegan yang melahirkan dia tapi mendidik anak dengan kekerasan. Selain itu, kau sendiri yang ajukan perceraian padanya. Jika dia marah karena aku, setidaknya aku bisa pasang tameng dengan bukti perceraianmu dan kebencian anakmu padanya. Aku benar, bukan?"

Tetap diam seribu bahasa. Akan tetapi, ia membenarkan ucapan wanita itu. Sejak bekerja bersamanya, wanita seksi inilah yang berbaik hati pada gadis kesayangan Lee. Tanpa sepengetahuannya pun, dia suka bercerita tentang kehebatan wanita yang tengah menggoda Lee sekarang ini.

"Baiklah." Kalimat itu terlontar hampir tak bersuara. Penyelidikan dimulai dari kekuatan Nyonya Ahn----wanita seksi tadi----yang mengunjungi lokasi acara survival idol terlaksana. Lee mengawasi dalam mobil, siap tajamkan pendengaran yang tersumpal handsfree.

Tak lama berselang, ia mendengar isak tangis sang anak dan bentakan Nyonya Ahn di antara caci maki para gadis. Suara berat pria pula hadir sumbangkan kemarahan Nyonya Ahn yang lebih ganas.

"Jangan pernah berpikir kalau kalian bebas sakiti dia saat aku dilarang berkunjung! Babi seperti kalian kini sedang berhadapan dengan seekor singa yang terus kelaparan sampai tulang kalian lenyap diinjak-injak! Camkan itu!"

"Beraninya wanita jalang kayak kamu ada di sini, tiba-tiba bentak kami. Aku bisa laporkan tindakanmu ke polisi!"

"Silakan! Bahkan polisi saja tunduk padaku. Dan pastinya kau sedang memikirkan untuk sogok aparat keamanan itu dan menuduh saya berbuat keji, kan?" Tawa Nyonya Ahn membahana macam orang sinting. Lee yang mendengarnya saja langsung merinding. "Silakan! Silakan kamu sogok seribu polisi yang ada di muka bumi ini! Toh, dugaan saya tentang kamu juga bakal ditebak begitu mudah. Sekarang juga saya punya bukti berupa Nona Lee tentang perbuatan kalian yang tak manusiawi.

"Perundungan, penganiayaan, sampai tindakan mengotori hasil suara dalam pemilihan calon idol yang lolos ke babak berikutnya...." Tentu Lee terperangah. Nyonya Ahn dan segala kelebihan yang mendukung profesi ... berhasil mengulik fakta tersembunyi milik anaknya. "Sampai kalian jadi idol resmi dan digemari jutaan orang, hak saya dalam menuntut kamu tetap berlaku. Mungkin kalau suasana hati saya sedang buruk, saya bisa laporkan kasus ini secepatnya."

Usai kunjungan tersebut, Nyonya Ahn belum serahkan laporan itu. Dia berkata, "Tak usah buru-buru, Tuan Lee. Jika kamu dengar dampratan saya dengan mereka, dugaan pelaku sogok aparat kepolisian dengan uang akan menjadi penghalang. Bukti yang sudah kita kumpulkan----meski tak kuat----bisa hilang begitu saja. Lebih baik tunggu."

Baik, Lee menurut. Ia tunggu dengan lakukan kegiatan seperti biasa sampai babak final. Di sisi lain, Lee bersyukur dia resmi jadi idol sesuai tekad awal. Hanya saja, keresahan Lee yang melihat banyak luka memar di tubuh dia menular pada Nyonya Ahn. Wanita itu tetap minta Lee agar tidak gegabah dalam mencari sosok yang dipercaya akan kejujuran.

"Kita tak boleh ambil cara kotor, apapun kasusnya dan di mana posisi kita saat laporkan kasus. Polisi, pengacara, sampai hakim dapat disogok. Mereka telah mengotori tugas mulia itu dengan segepok uang dan koin haram." Berdasarkan penalaran, Lee membenarkan maksud Nyonya Ahn.

Selang beberapa bulan, panggilan Lee selalu diakhiri dengan penolakan. Pria paruh baya itu tetap menghubungi anaknya. Penampilan dia dari waktu ke waktu makin memprihatinkan. Sampai akhirnya....

"Lee! Lee!" Nyonya Ahn berteriak di luar. Lee sedang mengurus dokumen saat itu. Tak ada angin tak ada guntur, dia tampakkan suara paling langka: memekik macam orang dikejar penagih utang. Namun, ia mendengar jeritan paling melengking dibanding milik Nyonya Ahn.

"Lee! Kita harus minta anakmu untuk hiatus di bidang idol!" Secara tiba-tiba wanita berbadan aduhai itu masuk menggaet gadis yang teramat kurus. Dia menangis dan tertawa dalam waktu yang sama, membuat bulu kuduk Lee meremang.

"Kita harus bawa dia ke tempat rahabilitasi, Lee. Mau-gak-mau," kata Nyonya Ahn beruraian air mata. Rubuhlah tubuh tegap Lee, meratapu anak semata wayang yang tertawa dan lemas di pelukan Nyonya Ahn, meracau hal yang tak dipahami.

****

"Sampai sekarang ... dia masih direhabilitasi?" tanya Ji In melengos tahan genangan air di pelupuk mata.

"Iya," jawab Lee tersenyum lemah. "Sudah 3 tahun dia ada di sana, tapi tak ada kabar kalau gangguan jiwanya mulai pulih. Bahkan saya tak bisa lanjutkan penyelidikan diam-diam mengenai kasus anak saya."

"Lau nyonya Ahn? Anda masih menjalin komunikasi dengannya?"

"Nyonya Ahn? Sebentar...." Secepat kilat ia periksa ponselnya. "Sekarang juga saya perlihatkan padamu, kalau saya jarang main ponsel saking sibuknya mengurusi agensi ini. Malahan dia yang suka kirim pesan untuk sekadar buka komunikasi."

"Saya ... turut prihatin," ucap Ji In merunduk lesu. "Kalau boleh tau, anak anda merupakan member grup apa?"

Sejenak Lee memandang sayu. Namun akhirnya dia menjawab, "Freely."

Ji In langsung angkat kepala, mendelik dalam arti bukan kaget. Seperti ada dendam yang menggelora di balik bola mata dia. Bahkan ia baru melihat Ji In tersenyum amat semangat.

"Sepertinya tidak masalah kalau saya ungkapkan satu fakta tentang saya." Macam itulah katanya. "Sebelum menjabat sebagai penyiar podcast dan member Wishes, saya adalah seorang reserse polisi yang suka dianggap sebagai detektif dan mata-mata. Saya bisa bilang ada di pihak anda, karena tim kami juga sedang menangani kasus mengenai salah satu member Freely. Syarat agar kasus anak anda terpecahkan sangat simpel."

Ji In berdiri dengan tatapan dingin. "Anda hanya perlu percaya pada saya dan selalu berikan informasi mengenai Sun Lee dan grup Freely yang mencurigakan." []

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top