PERASAAN BUKANLAH MAINAN

***
Wanita itu masih saja terdiam akan pertanyaan sang kaisar, ia tidak boleh gegabah dalam mengutarakan perasaannya. Mungkin ia sedikit terganggu dengan aktifitas kaisar dan selir yang tengah berciuman tapi bukan lantas ia menganggap dirinya mulai menyukai sang kaisar.

"Nona Yun..."

"Kau kira aku pergi meninggalkanmu karena aku cemburu padamu? Kau salah Yang Mulia. Aku hanya tidak ingin mengganggu privasimu. Silakan kau lakukan apa saja yang kau suka karena aku memang tidak memperdulikannya." ujar Nona Yun dengan nada ketus meskipun ia mengucapkannya dengan napas naik turun karena emosinya yang tak stabil.

Kaisar Qiang memperhatikannya cukup dalam, setiap ucapan wanita itu ia menyimaknya dengan hati-hati. Bahkan ketika wanita itu dengan tidak sengaja menunjukkan padanya bahwa memang ia tengah cemburu total akan kejadian baru saja.

"Jangan menahanku Yang Mulia, lanjutkan apa yang menjadi kesenanganmu. Aku akan datang lagi nanti." ucap Nona Yun sambil menepis tangan Kaisar Qiang yang menahan wajahnya.

Tes.

Airmatanya mendadak meleleh, Nona Yun tak tahu bahwa apa yang dirasakannya kini membuat matanya tersakiti. Ia buru-buru menyekanya namun lagi-lagi Kaisar Qiang menahan tangannya, memperhatikan butiran demi butiran airmata wanita itu membasahi pipinya yang lembut.

"Kau selalu menyangkal perasaanmu Nona Yun, katakan saja kau juga menyukaiku. Kenapa kau senang sekali merasakan sakit?" gumam Kaisar Qiang tak habis pikir.

Pria berpakaian sutera mahal itu segera meraih kepala Nona Yun dan mendekapnya di dadanya yang bidang. Ia melakukannya dengan segenap hati, hanya dengan Nona Yun-lah ia menawarkan dadanya untuk tempat bersandar.

"Aku akan melindungimu, Nona Yun. Jadilah seperti yang biasanya." bisik Kaisar Qiang sambil membelai rambut Nona Yun yang halus.

Wanita itu menurut saja, ia menyandarkan kepalanya di sana karena ia tahu hatinya memang membutuhkan ketenangan yang luar biasa. Ia terdiam ketika Kaisar Qiang perlahan meraih dagunya dan mengangkat wajahnya agar menatapnya.

"Apakah kau mulai merasakan cemburu pada Selir Won?"

"Kau bicara apa? Aku tidak cemburu." sahut Nona Yun mengelak seraya menggeleng.

"Lalu kenapa kau menangis? Kau menangisi apa? Kau pasti cemburu bukan? Aku beritahu Nona Yun, aku tidak pernah menyukai Selir Won. Aku berani bersumpah." ujar Kaisar Qiang lalu mengangkat jari kelingkingnya.

"Apa pentingnya untukku. Itu sama sekali tidak penting." dengus Nona Yun lalu menghempas tangan Kaisar Qiang membuat sang kaisar menahan senyum gelinya.

Kaisar Qiang mengangkat sebelah alisnya, ia berpaling sejenak menatap sisi lain.

"Bagaimana kalau aku bermain satu ranjang dengannya di kediamanmu yang baru mungkin..."

"Apa?? Enak saja kau! Kau tidak boleh.... " Nona Yun terdiam ketika mata Kaisar Qiang kembali beralih kepadanya. "Maksudku, silakan saja kau melakukan apa yang kau inginkan asalkan jangan di kediamanku karena aku.... Eemmnn...." Nona Yun terhuyung mundur ketika Kaisar Qiang menyambar bibirnya dan melumatnya habis-habisan.

"Jangan sedih lagi, jika kau sedih lagi aku tak segan-segan membunuh orang. Kau tahu, wajah cantikmu terlalu berharga jika dihias wajah suram." ucap Kaisar Qiang membuat wajah Nona Yun memerah padam.

Nona Yun tertunduk, lagi-lagi Kaisar Qiang mendekatkan wajahnya, meraih dagunya dan mulai mengecupnya singkat. Gadis itu tak mengelak, ia bahkan diam saja ketika jemari sang kaisar menyusup di sela-sela lehernya dan menciumnya.

"Jadi, benarkah kau juga memiliki perasaan yang sama denganku?" tanya Kaisar Qiang berbisik di leher Nona Yun.

"Tidak, aku tidak memiliki perasaan apapun padamu Kaisar Qiang." balas Nona Yun lirih membuat Kaisar Qiang mengangkat kepalanya dan menatap kembali mata Nona Yun.

"Perasaan itu bukanlah mainan, aku tidak mudah mengutarakan perasaanku pada orang lain. Tapi jika kau sabar menunggu, lama kelamaan kau pasti juga akan tahu bagaimana sebenarnya diriku. Aku membutuhkan waktu untuk meyakinkan diriku tentang perasaanku. Yang Mulia, jangan pernah menyukaiku dengan begitu dalam. Aku takut suatu hari nanti kau akan merasakan sakitnya kehilangan." ujar Nona Yun dengan sendu.

Wanita itu menunduk sejenak lalu berpaling, ia melangkah pergi dan menghentikan langkahnya sejenak.

"Siapkan aku surat perintah Yang Mulia, semakin cepat kau menyiapkannya maka kau akan semakin cepat mendapatkan tujuanmu." ucap Nona Yun lalu kembali melangkah pergi dan meninggalkan Kaisar Qiang seorang diri.

****
"Aku tidak akan membiarkan semua ini terjadi!" ucap Selir Won dengan geram sembari meremas bawahan hanfunya.

Ia berbalik, menatap Selir Sun yang duduk tenang di atas karpetnya dan memainkan cawan di atas meja kecilnya.

"Wanita jalang itu membuat hidup kita semakin tak menentu. Jika terus-terusan seperti ini, aku bisa mati berdiri Selir Sun." imbuhnya lagi dengan suara parau.

Selir Sun meraih kertas di seberang meja, menarik kuas dan mulai menuliskan sesuatu di sana.

"Apakah kau baru saja menyadari jika wanita itu kini tengah menggeser posisi kita, Selir Won?" tulisnya lalu ditunjukkan di hadapan Selir Won.

"Aku mendiamkannya karena aku merasa dia bukan sainganku tapi kenapa sampai detik ini justru Yang Mulialah yang begitu menggebu padanya. Apa kurangku? Ini menyebalkan!" maki Selir Won kesal.

Selir Sun memiringkan senyumnya, ia menulis lagi di bawah tulisan tersebut.

"Ingatlah Selir Won, gara-gara wanita sialan itu akupun kehilangan suara merduku. Kau harus menyingkirkannya sebelum Yang Mulia Kaisar semakin tergila-gila kepadanya." tulisnya.

"Dengan apa Selir Sun?"

"Pikirkan sendiri, apa fungsi otakmu?" tulisnya menyakitkan.

"Sialan kau Selir Sun! Ya, aku pasti akan menyingkirkannya." yakin Selir Won sambil mengepalkan jemarinya erat-erat.

Wanita itu menata napasnya yang naik turun menahan emosi, ia harus berpikir keras sebelum ia benar-benar tersingkirkan.

****

"Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Kaisar Qiang di ruang kerjanya seraya membaca sebuah buku kuno.

Nona Yun yang duduk di hadapannya merasa kesal pasalnya pria itu justru memanfaatkan kehadirannya dan memintanya untuk menemani. Meskipun begitu Nona Yun harus sabar karena yang ada di hadapannya saat ini adalah suaminya sendiri.

"Aku menunggu keputusanmu Yang Mulia, segera beri aku surat perintah dan aku akan bekerja tapi kau adalah pria sialan, kau justru memintaku untuk menemanimu hingga tengah malam begini. Kau senang sekali membuatku susah." dengkus Nona Yun sambil merengut.

Kaisar Qiang meliriknya sejenak lalu meninggalkan buku bacaannya dengan tenang.
"Dan aku sangat senang ketika melihatmu marah dan beremosi seperti ini, Ratuku." ucap Kaisar Qiang dingin sembari mencolek dagu Nona Yun.

Wanita itu segera menepisnya kasar, ia memalingkan wajahnya sesaat dari tatapan mematikan sang kaisar.

"Kau kira aku mau saja kau kelabuhi, Kaisar mesum? Kau memang kelainan. Beri aku surat tugas sekarang juga." tegas Nona Yun tak sabaran.

"Kau tipe pekerja keras rupanya, aku belum ingin mempekerjakan dirimu karena istana masih dalam keadaan berpesta jadi tunggu saja waktunya, Ratu Qiang Wen." jawab Kaisar Qiang lalu kembali membaca.

Brakk.

"Sialan kau! Sampai kapan kau akan menggantungku seperti ini? Aku ingin segera bebas darimu, jangan membuatku terus menunggu hal yang tak pasti." ucap Nona Yun seraya menggebrak meja.

"Kenapa kau terlalu memaksa Ratu Qiang Wen? Nikmati dulu bulan madu kita, kau ingin pergi kemana? Aku pasti akan mengantarmu." ucap Kaisar Qiang terdengar menyebalkan.

"Berhentilah mengganti namaku dengan embel-embel namamu, bahkan namamu tidak terdengar bagus di telingaku." dengkus Nona Yun kesal lantas berdiri dari duduknya.

Wanita bersurai kelam itu berjalan menuju ke jendela. Ia mendongak menatap langit yang berwarna indah karena ditaburi ribuan bintang. Ia menghela napas dalam-dalam, tanpa ia sadari Kaisar Qiang mendekatinya dan merengkuh tubuhnya dari belakang.

"Aku merindukan duniaku, Qiang Wen." desis Nona Yun lirih dan sendu, seakan itu ucapan dari dalam lubuk hatinya yang paling dalam.

"Aku merindukan tanah kelahiranku, meskipun kau sudah memusnahkannya tapi tempat itu masih ada dalam jiwaku. Mungkin aku akan sangat berterimakasih jika kau mengijinkan aku untuk melihatnya sekali lagi, Qiang Wen." ungkap Nona Yun lirih.

Qiang Wen terdiam, ia menarik tubuh Nona Yun ke dekapannya hingga gadis itu menyandarkan tubuhnya ke dada sang suami.

"Kau memusnahkan segalanya dari penglihatanku, orangtuaku dan rakyatku. Tidak ada yang tersisa dalam duniaku selain adikku dan juga diriku." ucapnya sedih lalu melepas rangkulan Kaisar Qiang Wen.

Gadis itu berbalik lalu menatap sang kaisar dengan tatapan sedih, bisa dibilang ia kini tengah memohon ketulusan hati sang suami.

"Aku tidak bisa mengampuni perbuatanmu membunuh kedua orangtuaku namun setidaknya aku bisa mengurangi kadar rasa benciku padamu jika kau memperkenankanku pergi sebentar saja ke sana." imbuhnya lagi.

Kaisar Qiang menatap kedua bola mata Nona Yun yang berkaca-kaca, ia mengangkat dagu gadis itu perlahan.

"Rasa benci tidak perlu kau lepaskan Nona Yun, tak ada salahnya kau memupuk rasa bencimu padaku agar kau selalu teringat bahwa pria di depanmu ini pantas kau hukum dan kau balas suatu kelak. Satu alasan kenapa kau harus hidup lebih lama, ya.. Kau harus membalas dendam meskipun itu pada suamimu sendiri. Nona Yun jangan ceritakan semua kesakitan di depanku karena aku bukanlah orang yang gampang trenyuh dan berbelas kasihan. Jika dibandingkan dengan penderitaanmu, akulah yang lebih banyak menderita di dunia yang nista ini. Coba kau pikirkan Nona Yun, sakitan mana kehilangan orangtua karena dibunuh dengan kehilangan orangtua karena dibuang? Sakitan mana kehilangan dunia tempat kau dilahirkan dengan kehilangan dunia yang tidak ingin menerimamu? Nona Yun jawablah!"

"Apa maksudmu?"

"Sedikit yang tahu asal usulku Nona Yun, mereka hanya tahu bahwa aku adalah pengembara yang dikaruniai kesaktian tapi mereka tidak tahu bahwa aku sebenarnya adalah anak salah satu Dewa di langit, ibuku hanyalah manusia dan seorang dayang di sana. Langit tak pernah mengijinkanku hidup, ayahku membuangku dan membunuh ibuku. Aku masih mengingatnya karena saat itu aku sudah kanak-kanak. Sedikit yang tahu apa saja penderitaanku, dengan menjadi penguasa tunggal aku bisa mengguncang dunia, menghabisi ayahku dan membalas segala dendam yang ada dalam jiwaku." jelas Kaisar Qiang dengan serius seraya menerawang jauh ke depan.

Pria itu menoleh, menatap Nona Yun yang menatapnya hampir tak berkedip karena mendengar kisah yang diutarakan sang kaisar baru saja.

"Itukah yang mengubahmu menjadi seperti ini?" tanya Nona Yun tanpa sadar.

"Banyak alasan kenapa aku melakukannya Nona Yun, dendam tidak cukup membuat manusia bertahan untuk hidup tapi dendam mampu mencambuk siapa saja untuk hidup lebih keras dan disiplin lagi. Ini adalah caraku, apa kau merasa aneh padaku?"

"Kau tidak hanya kelainan, mungkin kau sedang sakit jiwa." balas Nona Yun lalu melangkah pergi namun Kaisar Qiang mampu menahannya dan kembali menarik tubuh Nona Yun hingga merapat ke jendela.

"Banyak orang mengatakannya diam-diam di belakangku, mereka takut mencaciku karena ketidakwarasanku tapi pada kenyataannya meskipun aku sangatlah kejam mereka tetap menghormatiku. Kau tahu kaisar sakit jiwa sepertiku masih mampu membawa manusia ke peradaban yang lebih maju dan lebih baik lagi."

"Silakan kau berkata demikian jika itu mampu membuat dirimu puas. Yang aku minta sekarang adalah buatkan aku surat perintah sekarang juga." tegas Nona Yun serius.

"Santai saja, aku pasti akan menggunakan jasamu Nona Yun." ucap Kaisar Qiang lalu mengunci tubuh Nona Yun dengan kedua tangan di samping tubuh Nona Yun. Mereka bertatapan hingga akhirnya sang kaisar sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan membuat Nona Yun harus menjauhkan kepalanya ke belakang.

"Mungkin aku akan mengijinkanmu melihat duniamu lagi." ucap Kaisar setengah berbisik.

"Kau pasti punya rencana licik, Qiang Wen. Aku sudah mengetahuinya." balas Nona Yun lalu mendorong tubuh Kaisar namun tangannya segera ditangkap dan ditahan oleh Kaisar Qiang Wen.

"Sedikit balas budi tidak apa-apa kan?" ucap Kaisar Qiang lalu mengedipkan sebelah matanya pada Nona Yun membuat gadis itu salah tingkah.

"Apa? Apa yang ingin kau lakukan?" tanya Nona Yun sambil berontak namun Kaisar masih mencekal tangannya.

Kaisar Qiang tersenyum, senyuman manis yang langka sekali disuguhkan. Pria itu melepaskan tangan Nona Yun, meraih leher Nona Yun lalu menyambar bibir mungil Nona Yun secepat mungkin.
Gadis itu terhenyak, ia terbentur tubuh keras sang kaisar. Ia juga bisa merasakan bagaimana pria itu menyorongnya hingga merapat ke dinding istana dan terhimpit.

"Mmmnnn...." gadis itu menggumam karena rasa sakit yang ia derita akibat Kaisar Qiang Wen menggigit bibirnya yang merapat. Mau tak mau ia membuka mulutnya dan pria itu dengan leluasa menjelajahi mulutnya cukup lama.

"Cium aku Nona Yun. Cium aku..." bisik Kaisar Qiang terdengar lirih di leher Nona Yun. Mereka kembali bertatapan dengan napas menderu hebat.

Wanita itu terdiam, ia bahkan tidak mengerti dengan instruksi sang kaisar hingga pria itu merasa gemas sendiri. Tanpa menunggu Nona Yun melakukan instruksinya, ia kembali menaut bibir Nona Yun dengan liar.

Tangannya yang kekar menarik hanfu Nona Yun, wanita bersurai kelam itu berusaha mempertahankannya namun terasa sia-sia saja. Wajah Nona Yun memerah ketika Kaisar melepas ciumannya dan melayangkan ciumannya di dada bulat Nona Yun.

"Jangan lakukan!" ucap Nona Yun merasa tidak nyaman namun Kaisar Qiang tak memperdulikannya. Ia mengecupnya, mempermainkan dua buah awannyavj hingga gadis itu hanya bisa menggigit bibir bawahnya.

"Yang Mulia..." ucap Nona Yun tertahan membuat sang kaisar menghentikan perbuatannya.

Pria itu menatap mata Nona Yun yang memerah membara, ia meraih dagu Nona Yun dan memegangnya.

"Apa kau menyukaiku Nona Yun?" tanya sang kaisar tiba-tiba.

Nona Yun mengunci bibirnya, ia hanya terdiam ketika sang kaisar menciumnya dengan singkat.

"Katakan padaku."

"Berikan aku surat perintah maka aku akan segera pergi." ucap Nona Yun mengalihkan pembicaraan seraya menata kembali hanfunya.

"Apa kau menyukaiku?" tanya Kaisar Qiang sekali lagi, kali ini ia sambil meremas pinggul Nona Yun.

"Kaisar Qiang..."

"Katakan!" perintah Kaisar Qiang sambil kembali membuka hanfu Nona Yun. Gadis itu kebingungan, jantungnya kembali berdegup tak karuan. Ia berusaha mempertahankan hanfunya hingga terjadi aksi tarik menarik.

"Berikan kepastian padaku, Nona Yun."

"Cinta bukanlah tipemu Kaisar Qiang, berhentilah mengorek isi hatiku. Bukankah tujuanmu adalah tujuh dunia besar? Fokuslah pada tujuanmu, aku pasti akan membantumu." balas Nona Yun seakan menutupi perasaannya.

"Ada apa? Kenapa kau begitu menutup rapat perasaanmu Nona Yun? Adakah alasan yang boleh aku ketahui dari semua ini? Tidak bolehkah aku mengetahui perasaanmu padaku sedikit saja? Hanya sedikit saja, tidak bolehkah Nona Yun? Tapi kenapa? Kenapa Nona Yun?"

********----********

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top