MENENANGKAN DIRI

***
Apapun yang sudah diucapkan pria itu tidak bisa ditarik lagi, sekali ia bilang tidak maka selamanya akan tetap tidak. Itulah kenapa Liuu Qiang Wen selalu di takuti di penjuru bumi, jika selirnya saja ia tindak tegas bagaimana dengan orang lain yang sama sekali tak ada sangkut paut dengan dirinya?!

Liuu Qiang Wen terlihat kacau, semua ini karena Nona Yun yang terus mendengungkan kalimat-kalimat keadilan di telinganya. Selama ini tak ada satupun yang berani mengusik cara pemerintahannya kecuali makhluk iblis bernama Yun Xiaowen, calon ratunya sendiri.
Sang kaisar kesal namun kekesalannya bukan karena gadis itu terus mendesaknya untuk berbuat adil pada selirnya namun karena Nona Yun terus saja membuat masalah dan mau tak mau sang kaisar harus kembali beradu pendapat dengannya padahal Kaisar sendiri sudah bosan jika harus beradu mulut dengan wanita.

"Kenapa kau harus menceraikan Selirmu? Kau bertindak berlebihan." suara Yun Xiaowen kembali menghantui kegiatan yang Kaisar Qiang lakukan.

Sang kaisar yang duduk di singgasananya dengan malas-malasan hanya menatap Nona Yun dengan ekor matanya tanpa berusaha untuk menjawab.

"Apa kau tak punya pertimbangan lain? Ini bukan cara terbaik. Kenapa orang baik harus kau ceraikan sedangkan orang jahat kau pertahankan di istanamu?" ucap Yun kembali berdengung seperti kumbang.

"Terserah aku mau menceraikan siapa saja, kau tak usah ikut campur." tukas Kaisar Qiang dengan dingin.

"Baiklah aku tidak akan ikut campur lagi. Aku kemari hanya akan meminta surat ijin padamu bahwa aku punya hak atas sebagian kemiliteranmu. Aku bisa membantu menyusun kekuatan prajuritmu." ucap Yun Xiaowen dengan tegas.

Kaisar Qiang masih terdiam, ia mencerna setiap kalimat yang dilontarkan kepadanya. Wajahnya tidak senang dengan segala hal yang ia dengar dari bibir calon ratunya.

"Kau akan jadi calon ratuku, kau tak perlu sibuk mengurusi prajurit-prajuritku." ucap Kaisar ketus.

"Jika aku boleh memilih, aku akan lebih memilih jadi salah satu panglimamu daripada harus jadi ratumu Kaisar Qiang." ucap Nona Yun tegas membuat wajah Kaisar kembali masam dan tidak suka.

"Tidak aku tidak akan memberimu ijin. Sekarang pergilah!" ucap Kaisar Qiang kesal lalu berpaling muka.

Nona Yun menautkan alisnya, tangannya mengepal. Ia tak habis pikir dengan apa yang dipikirkan pria itu. Ia bilang ingin menguasai tujuh dunia besar dan ia juga tahu tanpa bantuannya, untuk mewujudkan impiannya itu mustahil rasanya. Jika Qiang Wen terus seperti ini, perjanjian itu tak ada artinya lagi.

"Aku tidak mengerti apa yang kau pikirkan, kau bilang kau ingin menguasai tujuh dunia besar tapi kau sama sekali tidak mengijinkan aku ikut andil bagian. Lalu apa maksudmu? Aku bahkan tidak suka dengan pria aneh sepertimu." ucap Nona Yun kesal.

Gadis itu lantas berbalik badan dan meninggalkan sang kaisar seorang diri di singgasananya. Ia tidak butuh lagi jawaban dari pria itu, baginya ia seperti tengah dipermainkan.
Sedangkan Kaisar Qiang hanya diam, melirik kepergian Nona Yun dengan dingin dan juga kesal.

"Dia bahkan sudah sebawel ini padaku. Apa dia tidak tahu dengan apa yang aku pikirkan saat ini?" pikir sang kaisar dalam hati.

Jika Nona Yun turut memimpin pasukan itu berarti dia akan lebih sibuk dari tugas ratu sendiri dan yang paling Qiang Wen tak suka, ia bahkan harus mencari-cari gadis itu ketika ia membutuhkannya. Belum lagi jika ia harus melihat Nona Yun bekerjasama dengan Panglima Xue, ada sesuatu yang membuat perasaan Kaisar Qiang Wen mengganjal. Mungkin seperti perasaan tidak rela. Namun Kaisar Qiang tidak mengelak, untuk menguasai tujuh dunia itu memang membutuhkan bantuan Nona Yun. Kaisar Qiang menghela nafas, ia lantas memanggil Panglima Xue.

"Pengawal panggil Panglima Xue!" perintah Qiang Wen dengan nada tegas.

"Baik Yang Mulia." jawab pengawal sambil membungkuk lantas pergi dari hadapan sang kaisar.

Tak lama kemudian Panglima Xue menghadap, pria lajang itu memberi penghormatan pada kaisarnya dengan sepenuh jiwa.

"Saya menghadap Yang Mulia." ujarnya dengan sangat sopan.

"Segera urus pernikahanku dengan Nona Yun Xiaowen sekaligus pengangkatannya menjadi ratu." titah kaisar tanpa basa-basi lagi.

"Baik Yang Mulia tapi mungkin Menteri Agama..."

"Yang melarang kehendakku bunuh saja, jika ia masih bersikeras aku yang akan mendatanginya dan menghilangkan nyawanya." sahut Kaisar Qiang seolah tahu apa yang tengah dipikirkan panglimanya.

"Baik Yang Mulia." ucap Panglima Xue lalu membungkuk dan undur diri dari hadapan sang kaisar.

Liuu Qiang Wen menghela nafas, setidaknya ia akan memberi status dulu pada Nona Yun sebelum ia memberikan ijin atas kemiliterannya. Bagaimanapun rasa tidak rela itu kini membuat hati Qiang Wen berdenyut hidup dan tak menentu. Meskipun agama melarang keinginannya, ia akan tetap memberi status sah pada Nona Yun.

****
Gadis itu menatap sedih pada selir Hana yang kini memakai hanfu putih, polos dan tak bercorak. Setelah sang kaisar menyatakan untuk menceraikan Selir Hana, surat keputusan itu langsung sampai di tangannya.

"Maafkan aku Selir Hana, aku tidak bisa membantumu. Aku juga tidak bisa mengubah keputusan Qiang Wen." sesal Nona Yun pada Selir Hana yang masih menangis sesenggukan sambil mengemasi barangnya.

"Tidak apa-apa Nona Yun, ini semua memang salahku. Mungkin kepergianku akan membuat jiwaku merasa lebih tenang. Tak ada gunanya jika aku memiliki status selir tapi aku sama sekali tidak digunakan. Aku hanya dijadikan ornamen tak penting di istana ini." ucapnya pelan namun menyakitkan.

Nona Yun terdiam, ia merasa apa yang sudah Qiang Wen lakukan benar-benar kejam. Namun apalah daya, ucapannya saja tidak digubris. Matanya terus menatap gadis itu dengan iba. Setelah semua barang sudah dikemas, Selir Hana bangkit dari duduknya dan menatap ke sekeliling kamarnya. Kamar yang ia tatap untuk yang terakhir kali.

"Apakah kau akan pulang ke kerajaanmu?" tanya Nona Yun memberanikan diri.

"Aku sudah tidak mempunyai kerajaan, saudara apalagi orangtua Nona Yun." jawab Selir Hana terdengar menyakitkan membuat Nona Yun ikut berdesir mendengarnya.

"Yang Mulia Kaisar datang ke kerajaanku, ia menyerang dan menghancurkannya. Seluruh anggota istana dibunuh dan hanya tinggal aku, mungkin ia merasa iba padaku sehingga ia membawaku kemari dan menjadikanku salah satu selirnya." cerita Selir Hana sambil menitikkan airmatanya.

Nona Yun yang mendengarnya hanya menggigit bibir bawah, Selir Hana bahkan memiliki kisah yang sama seperti dirinya. Dalam sekejap perasaan Nona Yun ikut runtuh, mendadak ia merindukan orangtua dan kerajaannya. Semua keinginannya yang tak mungkin bisa kembali lagi.

"Lantas kau akan kemana?" tanya Nona Yun dengan wajah khawatir.

"Kaisar memerintahkanku untuk tinggal di kuil, aku sudah menjadi janda maka dari itu aku harus tinggal di kuil untuk melayani Dewa." ucap Selir Hana sambil menghapus airmatanya.

Nona Yun tertunduk, berbaur dengan anak manusia sedikit membuatnya jadi berubah. Ia tahu manusia sama seperti dirinya, sama seperti iblis. Mereka ada yang baik ada pula yang buruk namun satu hal yang selalu dipelajari Nona Yun, mereka demikian karena tuntutan hidup.

"Nona Yun tolong jaga Kaisar ya. Katakan padanya meskipun aku tinggal di kuil aku akan selalu berdoa untuk kebahagiaannya. Meskipun dia tidak bahagia denganku, aku yakin ia akan bahagia suatu hari nanti." ucap Selir Hana lalu tersenyum simpul.

Gadis itu lalu menoleh ke pelayannya yang ikut menangisi kepergiaan Selir Hana.

"Pelayan tolong bawa barangku ke kereta." perintah Selir Hana pelan dan diikuti anggukan sang pelayan.

Selir Hana kembali menatap Nona Yun cukup lama, ia lalu menyentuh jemari Nona Yun sambil tersenyum manis.

"Kau adalah iblis baik hati yang pernah ku kenal, meskipun aku tak mengenalmu lebih lama tapi aku yakin kau mampu mengendalikan sifat buruk sang Kaisar. Suatu hari nanti jika kita bertemu aku harap kau masih mengingatku. Nona Yun aku harap kita bisa jadi teman baik." ucapnya tulus.

Nona Yun hanya bisa membalas senyuman Selir Hana dengan anggukan kepala meskipun ia sendiri entah sanggup atau tidak menghadapi Kaisar bengal itu.

"Aku pergi dulu, jaga dirimu baik-baik." ucap Selir Hana melepaskan tangannya.

"Kau juga Selir Hana." ucap Nona Yun lirih diikuti anggukan kepala Selir Hana.

Wanita itu lalu keluar dari kediamannya, ia terlihat sedih namun kesedihannya tidak bisa dilukiskan dengan apapun. Nona Yun hanya bisa menatapnya dengan perasaan iba, bagaimanapun ini bukan lagi masalahnya. Ia punya hidup dan kisah yang juga harus ia lanjutkan.

***
Suara seruling mengalun indah malam itu, seluruh istana mampu mendengarnya. Bahkan sang kaisar yang berada di ruang kerjanya sedikit terusik dan meninggalkan ruangannya hanya untuk mencari asal muasal seruling tersebut.

Tanpa ditemani pengawal satupun, langkah Kaisar Qiang menuntun ke arah suara seruling tersebut. Ia tertegun ketika mendapati Nona Yun tengah memainkan seruling di taman belakang istana sendirian.
Suara seruling yang begitu sedih membawa perasaan sang kaisar ikut runtuh. Entah sejak kapan ia mulai bisa merasakan sedih dalam hidupnya.

Kaisar Qiang terus berdiri di belakangnya, menunggu Nona Yun berhenti memainkan seruling. Malam terus larut dan Kaisar Qiang seakan terus terbawa oleh alunan itu. Ia bahkan tidak tahu sudah berapa lama ia menunggu Nona Yun menghentikan permainan serulingnya.

Lamunan Kaisar Qiang terhenti ketika Nona Yun berhenti meniup alat musiknya. Dengan kekuatan kecilnya, Nona Yun mematikan api kecil yang menghangatkan tubuhnya hanya dengan sekali kibas. Gadis itu berbalik badan dan....

Mata mereka saling menumbuk, di sudut pelupuk mata gadis itu menetes sebuah airmata yang tidak sembarang orang bisa melihatnya. Satu langkah sang Kaisar mulai mendekat, jemarinya perlahan naik dan menghapus airmata itu dengan lembut.

"Kau merindukan seseorang?" tebak Kaisar Qiang lirih membuat Nona Yun tertunduk sejenak.

"Apakah itu kekasihmu?" imbuhnya lagi dengan tatapan menyelidik.

"Apa pentingnya kau bertanya begitu?" ucap Nona Yun berusaha acuh.

"Aku pernah dengar jika seseorang memainkan seruling hingga ia menangis itu berarti ia tengah merindukan seseorang. Apakah aku salah?" tanya Kaisar Qiang bernada lunak.

Nona Yun terdiam, ia menunduk karena airmatanya tidak bisa ia sembunyikan. Bagaimanapun airmatanya tidaklah bersalah, hatinya tengah berduka karena memang ia merindukan seseorang. Kaisar Qiang yang melihat Nona Yun tengah berusaha menyembunyikan airmatanya perlahan menurunkan tubuhnya, ia sedikit membungkuk dan mendongak guna memastikan dugaannya.

"Kau menangis?" ucapnya pelan membuat Nona Yun tak bisa berbuat apa-apa selain terus menangis.

Kaisar Qiang menghela nafas, ia meluruskan punggungnya. Perlahan ia melebarkan tangan, merengkuh tubuh di depannya dan meraupnya ke dalam pelukannya yang hangat.

"Sudah jangan menangis." hibur Kaisar Qiang terdengar begitu kaku.

"Aku... Aku tidak merindukan siapapun, aku hanya merindukan kedua orangtuaku." bisik Nona Yun di pelukan sang kaisar.

Dada Kaisar Qiang mendadak sesak, ia merasa bersalah karena sudah merenggut bagian penting dalam hidup Nona Yun. Tapi.... Hei sejak kapan Kaisar Qiang mengikutsertakan perasaannya serumit ini? Kenapa ia harus berpusing-pusing memikirkan hal yang memang sudah sengaja ia lakukan? Membunuh orangtua Nona Yun adalah salah satu bagian dari rencananya lalu kenapa ia harus merasa bersalah? Kenapa perasaannya ikut campur aduk bersama Nona Yun?

"Aku merindukan mereka Kaisar Qiang." gumamnya lagi diantara isak tangisnya yang begitu lirih.

"Sudahlah, kau takkan menyesal memilih hidup denganku. Aku janji akan melindungimu sampai kapanpun." balas Kaisar Qiang menenangkan tangis Nona Yun.

Gadis itu melepaskan pelukannya, menatap mata kaisar dengan pandangan tak percaya. Bukankah sudah wajar jika seorang kaisar berjanji manis ketika ada maunya? Nanti setelah mendapatkan apa yang ia mau mungkin ia juga akan dibuang sama seperti yang lainnya.

Melihat tatapan ragu yang dilontarkan Nona Yun membuat sang kaisar sedikit kelabakan. Ia lalu mengangkat tangan dan meletakkannya di atas kepalanya.

"Aku janji, jika aku tak menepati kau boleh memukulku sepuas hatimu." ujarnya lagi dengan mimik wajah konyol.

Nona Yun perlahan tersenyum, ia berpaling karena tak kuasa menahan tawa akibat melihat tingkah kaisar. Bisa-bisanya pria yang terlihat dingin itu mendadak berubah konyol di hadapannya hanya untuk mengucapkan janji.

"Hei apa kau menertawakanku? Apa aku terlihat lucu di matamu?" tanyanya seraya menarik lengan Nona Yun karena melihat gadis itu tengah menahan tawa.

"Hei katakan padaku!" ucap Kaisar malah bingung.

"Kau... Kau sungguh tidak cocok bertingkah seperti itu di depanku, Kaisar konyol." timpal Nona Yun tak bisa menahan tawanya.

Kaisar Qiang menarik nafas, melihat tawa Nona Yun sedikit membuatnya lega. Setidaknya gadis itu melupakan sedihnya dan kembali memarahi atau memakinya kalau perlu.

"Sekarang kau tak perlu bersedih. Mungkin kita bisa memulainya dengan persahabatan kecil, apa kau setuju?" tawar Kaisar Qiang lalu mengulurkan jemari tangannya ke arah Nona Yun.

"Aku tidak bodoh, aku tidak akan bersahabat dengan pria yang sudah membunuh orangtuaku. Siapapun orangnya tetap tidak akan mau memaafkan musuhnya." jawab Nona Yun ketus.

Gadis itu lalu melangkah meninggalkan Kaisar Qiang, namun dengan cepat sang kaisar menarik tangannya dan memeluknya dari belakang.

"Kalau kau tak mau menerima persahabatanku, bagaimana kalau kau menikah denganku saja?" bisik Kaisar Qiang lirih di telinga Nona Yun.

"Apa?" ucap Nona Yun pura-pura tak mendengarkan.

"Iya, menikah denganku saja." ulang Kaisar Qiang terdengar manja.

"Apa? Jangan bermanis-manis denganku Kaisar Qiang, kita fokus saja dengan perjanjian kita." ucap Nona Yun berusaha menepis pelukan Sang kaisar.

Pria itu tak bersuara, ia justru menggigit telinga Nona Yun hingga si empunya hanya bergidik geli.

"Aku akan menggigit telingamu jika kau tak mendengar setiap ucapanku." ancam Kaisar Qiang sedikit kesal membuat Nona Yun melepaskan pelukan Kaisar yang begitu erat lalu berbalik dan menatapnya.

"Hei dengarkan aku, aku tidak mengharapkan sebuah pernikahan darimu. Aku hanya berharap bisa bebas darimu dan yang terpenting saat ini adalah adikku. Meskipun kau sudah menodaiku, aku tetap saja tidak ingin bersanding denganmu. Lupakan segalanya dan fokus pada perjanjian kita, aku rasa tidak ada satu orangpun yang bisa melupakan rasa sakit. Begitupun aku, aku tidak bisa melupakan siapa pembunuh orangtuaku. Kaisar Qiang jangan harap aku akan berubah baik padamu dan melupakan segala perbuatanmu hanya karena kau menawariku kehidupan yang lebih baik. Ingatlah, pembunuh tetap saja pembunuh." ucap Nona Yun meluapkan isi hatinya.

Gadis itu lantas berlalu setelah puas mengungkapkan isi hatinya. Kaisar Qiang merasa tercebik hatinya, ia lantas berbalik dan mengikuti langkah Nona Yun. Tangannya menarik lengan gadis itu cukup kencang, membalikkan badannya dan menghujam kedua matanya dengan sorot mata tajam.

Mereka kembali bertatapan, Nona Yun tersentak ketika tangan Kaisar merengkuh pinggangnya dan merapatkan dengan tubuhnya.

"Aku tahu tidak semua hubungan bisa diselesaikan dengan baik-baik saja, aku juga tahu luka akan selamanya disebut sebagai luka. Tapi selama aku berusaha tidak ada yang tidak mungkin." tegas Kaisar Qiang dengan tatapan sangat tajam.

Nona Yun hampir tak berkedip melihat tatapan sang kaisar yang mematikan.

"Aku.. Aku harus istirahat." ucap Nona Yun lalu berpaling namun sang kaisar segera meraih wajah dan mulai mencium bibirnya.

Nona Yun berusaha menolaknya namun tangannya berhasil dicekal Kaisar Qiang, ia tak bisa berbuat apa-apa selain menunggu sang kaisar melepaskan ciuman basahnya.

"Tak masalah jika kau menganggapku sebagai musuh Nona Yun, asal kau selalu ingat apa saja kewajibanmu kepadaku." bisik sang kaisar seusai memagut bibir Nona Yun.

"Termasuk melayani tubuhku."

*********************

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top