MENATAP DUNIA

****
Waktu serasa melambat ketika sang kaisar menghentikan langkah kakinya yang hampir tak terdengar. Ia menggerakkan kepalanya guna menatap ke belakang, wajah dinginnya belum juga berubah. Dengan sedikit mengernyitkan dahi, ia menatap sang panglima penuh tanda tanya besar.

"Apa maksudmu, Panglima?" tanya Kaisar Qiang Wen terheran-heran.

"Ma.. Maksud saya apakah anda merasa tidak letih? Belakangan ini banyak sekali tugas negeri yang harus anda kerjakan sendiri." ucap Panglima Xue mengalihkan maksud pertanyaannya.

Sang kaisar kembali menatap ke depan, ia melangkahkan kakinya dengan tenang. Tak ada jawaban dari bibit tipis sang kaisar, ia sama sekali tak berniat ingin menjawab. Baginya pertanyaan Panglima Xue hanyalah basa-basi saja, ia tahu apa maksud panglimanya bertanya demikian. Meskipun begitu sang kaisar memilih untuk tak melanjutkan topik pembicaraan mereka.

"Yang Mulia apa tidak sebaiknya anda menghadiri rapat dan mengabaikan tingkah Nona Yun yang merepotkan itu?" ucap Panglima memberi saran, itupun dengan nada lirih seakan takut kalau-kalau sang kaisar mendadak meledak karena Nona Yun-nya ia singgung.

"Ia sama sekali tak merepotkan." jawab Kaisar Qiang tenang.

"Tapi Yang Mulia rapat dewan sangatlah penting, saat ini para menteri dan para raja tengah berkumpul guna membahas masalah kekeringan yang terjadi di bumi Qiang. Kalau anda lebih memilih mengurusi Nona Yun, saya takut mereka akan menganggap anda sebagai...."

"Kau terlalu takut, jika kau takut selamanya kau akan jadi budak Panglima Xue. Jika mereka tidak sabar menungguku biarkan mereka pulang, bagi Kaisar Qiang tak ada ruginya kalau hanya ditinggal para anggota rapat dewan." jawab Kaisar Qiang pelan sambil terus melangkah.

"Yang Mulia jika anda berkenan masalah Nona Yun biar saya yang..."

"Tidak."

Bibir Panglima Xue langsung membungkam, ia tak ingin bertanya atau menyangkal lagi. Jika tuannya sudah menjawab sesingkat itu, itu pertanda jika tuannya mulai tidak senang dengan segala pertanyaan yang diajukan olehnya. Jika ia tetap ngeyel pada akhirnya Kaisar Qiang akan menanyakan anggota tubuhnya lagi untuk dipotong dan Panglima Xue tak ingin hal itu terjadi lagi.

Langkah sang kaisar terhenti ketika ia sampai di depan markas militernya, seperti laporan Panglima Xue Kaisar Qiang melihat Nona Yun Xiaowen sudah berdiri di sana dengan beberapa prajurit yang berusaha menahannya. Wajah sang kaisar sejenak masam ketika melihat penampilan Nona Yun pagi ini.

"Nona Yun ada apa? Kenapa kau berpakaian seperti itu? Dimana hanfu-mu? Kenapa kau memakai pakaian seperti itu? Haruskah aku mencongkel satu per satu mata prajuritku karena menikmati moleknya tubuhmu?" ucap Kaisar Qiang bernada keras.

Nona Yun menatap sang kaisar penuh keberanian, gadis itu mendekat dan hanya menyisakan jarak satu meter saja. Mata sang Kaisar balas menatapnya tajam.

"Palingkan wajah kalian, jika mata kalian menikmati moleknya tubuh calon ratuku maka congkellah mata kalian sekarang juga!" tegas sang kaisar tanpa melepaskan tatapannya pada sosok Nona Yun yang kini berdiri di hadapannya.

Dengan sigap seluruh prajurit, pelayan dan termasuk sang panglima segera menekuk lututnya. Mereka bersimpuh sambil menunduk dalam-dalam berharap sang kaisar tidak akan mencongkel mata mereka.

"Ampun Yang Mulia." ucap mereka hampir serempak tanpa berani lagi untuk mengangkat wajah.

Mereka berdua kembali terdiam, tak ada suara sedikitpun. Hanya mata mereka yang saling menumbuk satu sama lain hingga akhirnya sang kaisar melepas jubah kebesarannya dan memakaikannya di pundak Nona Yun Xiaowen guna menutupi pakaiannya yang sedikit terbuka.

"Katakan padaku apa maksud semua ini Nona Yun?" tanya Kaisar Qiang dingin tanpa melepaskan tatapan matanya dari wajah Nona Yun.

"Bukankah kau ingin menaklukkan tujuh Dunia besar Yang Mulia Kaisar? Dan inilah jawaban dariku."

"Tapi kau tak perlu memakai pakaian seminim ini, apa kau ingin mengumbar tubuhmu di depan para prajuritku? Kalau begitu kenapa kau tak jadi gundik saja dan melayani para prajuritku?" ucap Kaisar Qiang begitu pedas.

"Untuk menaklukkan tujuh Dunia Besar kau harus melibatkan aku Yang Mulia Kaisar. Dunia itu tidak bisa ditaklukkan dengan kekuatan manusia saja, kau membutuhkan aku. Jadi aku memutuskan untuk menjadi salah satu panglima yang berdiri di depanmu, memimpin barisan depan untuk mewujudkan keinginanmu. Asal...." Nona Yun memberi jeda sesaat. Gadis itu mencondongkan tubuhnya ke arah Kaisar Qiang, dengan sedikit berjinjit ia berbisik di telinga sang kaisar, "jangan lupa akan janjimu Yang Mulia."

"Tapi kau tak perlu memakai pakaian seminim itu." sanggah Kaisar Qiang tetap tak bisa menerima keadaan Nona Yun.

"Lihatlah dirimu kau bahkan lebih mirip wanita penghibur daripada seorang ratu. Aku tidak ingin melihatmu berpakaian seperti ini meskipun kau berdalih ini adalah pakaian perangmu."

"Tapi...."

"Jangan menyangkal atau aku akan menelanjangimu dan membuatmu jadi bahan tontonan di alun-alun istana." ancam Kaisar Qiang kesal lalu berbalik badan dan meninggalkan Nona Yun secepat mungkin.

"Tapi... Tapi aku...."

Kaisar Qiang sudah tak ingin mendengarnya lagi, pria itu pergi dengan wajah menyeramkan sambil diikuti sang panglima dan beberapa pengawalnya.

Panglima Xue yang mengekor di belakangnya hanya diam dan menduga-duga dalam hatinya. Selama ini, sepanjang usianya baru kali ini ia bisa mendengar Kaisar Qiang begitu murka pada wanitanya. Baru kali ini juga sang kaisar berbicara panjang kali lebar hanya untuk menceramahi hal remeh seperti yang Nona Yun lakukan.

Meskipun benaknya bertanya-tanya, Panglima Xue memilih tetap diam di belakang sang kaisar. Sedangkan sang kaisar sendiri tengah memendam kekesalannya akibat tingkah Nona Yun yang menyebalkan. Bagaimana bisa gadis iblis itu bertindak ceroboh dengan memakai pakaian perang kurang bahan seperti itu di depan seluruh prajuritnya, sejenak jika ia mengingatnya lagi ia merasa sangat kesal. Saking kesalnya ia bahkan lupa bertanya apa tujuan Nona Yun mencari tahu tentang persenjataan mereka.

Kaisar Qiang mendengus kesal, ia berjalan makin cepat menuju ke aula istana yang kini penuh dengan para menteri dan para raja untuk mengadakan rapat dewan.

"Uuh... Kenapa aku justru terus memikirkan gadis menyebalkan itu? Ia bahkan bersikap seenaknya sendiri padaku, dia kira aku ini apa? Ia kira aku ini tak punya perasaan apa? Dasar sialan!!"

***

Satu anak panah melesat dengan mulus dari busurnya, Nona Yun melakukannya dengan baik. Gadis itu bahkan tahu bagaimana memperlakukan anak dan busur panah sebagaimana mestinya.

Dulu sewaktu ayah dan ibunya masih hidup, setiap tiga hari sekali mereka bertiga selalu berlomba untuk memanah dan siapapun yang dapat memanah dengan baik dan tepat maka ia akan mendapatkan hadiah kecil. Namun sayang kenangan tetap saja tinggal kenangan karena kini ayah dan ibunya sudah tiada.

"Kakak...." panggil Pangeran Hong pada sang kakak di taman khusus milik sang kaisar.

Nona Yun menoleh, ia tersenyum ketika mendapati Pangeran Hong tengah menghampirinya. Gadis bersurai legam itu meletakkan busur panahnya lalu berjongkok dan memeluk tubuh adik angkatnya penuh kasih sayang.

"Kakak, kenapa kau bermain anak panah lagi? Apakah kau merindukan ayah dan ibu?" tanya Pangeran Hong sambil melepas pelukan sang kakak.

Nona Yun hanya mengangguk sambil tersenyum, ia mengusap pipi adiknya dengan lembut. Meskipun dibalik itu semua perasaan getirnya mendadak mengiris dadanya. Ia melakukannya bukan karena rindu pada ayah dan ibunya namun untuk masa depan Pangeran Hong sendiri.

"Kakak, aku merindukan tempat tinggal kita yang dulu. Apa kakak tak merindukannya?" tanya Pangeran Hong dengan polos.

Nona Yun tersenyum tipis, ia menggandeng jemari Pangeran Hong dan mengajaknya duduk di kursi taman yang begitu luas.

"Tentu saja tapi aku tak bisa kembali ke sana sekarang." jawab Nona Yun sambil menatap awan di langit yang berarak.

"Kenapa? Kaisar Qiang begitu baik jika kita memintanya mungkin beliau mau meluluskan permintaan kita kakak." ucap Pangeran Hong terlihat begitu sedih.

Nona Yun menoleh, menatap adiknya dengan tatapan serius. Sejenak ia merasa kasihan pada adiknya, ia terlalu polos bahkan bisa-bisanya ia menganggap jika Kaisar Qiang begitu baik.

"Sebaik apa dia untukmu, Pangeran Hong? Apa kau lupa bagaimana ia memperlakukan kita sewaktu ada di hutan?" ucap Nona Yun mengingatkan kejadian malam itu.

"Waktu itu ia memang terlihat jahat, aku sampai ketakutan dan tak bisa bernafas. Tapi bagi anak kecil sepertiku tindakan Kaisar Qiang waktu itu sangatlah keren, Kakak."

"Apa? Keren?"

"Ehemm... Dia memiliki wibawa Kakak, di sela wajahnya yang dingin ia memiliki kuasa mutlak atas apa yang ia kuasai dan itu bagiku sangatlah keren."

"Dia tidak keren sama sekali." ucap Nona Yun dengan ketus seraya menatap lurus ke depan.

"Ehmm... Sepertinya kakak belum kena batunya. Coba kalau sudah, Kakak pasti juga akan tergila-gila dengan pesonanya." goda Pangeran Hong sambil mencubit kecil lengan kakaknya lantas tersenyum.

"Aku? Tergoda?"

"Aku memang masih anak kecil tapi aku tahu kebiasaan orang dewasa yang begitu rumit macam dirimu. Aku hanya berharap saja kelak jika kau jatuh cinta dengan Kaisar Qiang lalu kecewa, kau tidak membunuhnya sama persis kau membunuh Wu Xian tempo hari." celoteh Pangeran Hong panjang lebar.

Nona Yun terdiam, ia menunduk dengan wajah masam. Adiknya lagi-lagi mengingatkannya tentang Wu Xian, pria yang sudah mengikat janji dengannya namun berselingkuh di belakangnya. Ia tidak suka pria macam itu apalagi terang-terangan memiliki selir banyak seperti Kaisar Qiang.

"Kakak, apa kau marah dengan ucapanku? Apa kau tersingung?" desak Pangeran Hong seraya menyentuh tangan kakaknya lembut.

"Tidak Pangeran."

"Lalu kenapa Kakak diam saja? Apa ada yang salah?"

"Pangeran Hong, seandainya kau kembali ke dunia kita, kembali ke istana kita apa yang akan kau lakukan?" tanya Nona Yun mengalihkan pembicaraan.

"Tentunya aku kembali dengan Kakak karena kakak sudah dinobatkan menjadi ratu." jawab Pangeran Hong dengan enteng.

Nona Yun menatap adiknya miris, ia bisa melihat binar kebahagiaan ketika anak kecil itu bercerita bagaimana jika ia kembali ke kerajaan tercintanya. Perlahan Nona Yun menangkup kedua pipi adiknya dan menatapnya tajam.

"Apa kau sungguh ingin pulang?"

"Iya."

"Aku bisa memulangkanmu."

"Sungguh? Bersama kakak?"

"Tidak." jawab Nona Yun lirih seraya menggeleng. Ia melengos, menatap arah depan dengan wajah hampa.

"Kenapa?"

"Aku harus menyelesaikan tugas dulu setelah itu baru aku bisa pulang."

"Kenapa tidak pulang bersamaku saja? Atau perlukah aku meminta pada Yang Mulia untuk...."

"Tidak Pangeran Hong, kau harus pulang lebih dahulu. Kau harus menjadi raja di sana, tak peduli berapa usiamu yang penting kau harus kembali menghidupkan kerajaan kita. Jangan khawatir aku dan Yang Mulia Kaisar akan mendukung dirimu."

"Tapi Kakak aku tak tahu apa-apa."

"Adikku apa kau ingin kakakmu ini selamanya di sini?"

"Tidak." jawab Pangeran Hong menggeleng dengan cepat.

"Apa kau ingin bangsa kita punah dan terus ditindas bangsa manusia?"

"Tidak."

"Kalau begitu turuti saja perintahku, Pangeran Hong. Tak ada kesempatan kedua lagi selain ini. Aku akan segera meminta Yang Mulia untuk membebaskanmu." ucap Nona Yun lalu bangkit dari duduknya tanpa menatap mata Pangeran Hong.

"Tapi Kakak...."

"Mulai sekarang berdirilah dengan kakimu sendiri Pangeran Hong. Kesejahteraan bangsa kita lebih penting dibanding apapun. Kau mengerti?" ucap Nona Yun seraya menoleh ke arah Pangeran Hong.

Anak kecil itu terdiam, ia terlihat resah namun ia segera mengangguk dan menyanggupi ucapan sang Kakak.

Percakapan kakak dan adik tersebut terhenti sejenak ketika seorang pelayan perlahan menghampirinya dan membungkuk penuh rasa hormat.

"Nona, Selir Hana ingin bertemu dengan anda." ucapnya sopan.

"Siapa selir Hana?" tanya Nona Yun terasa begitu asing.

"Selir Hana adalah selir Kaisar yang kedua, Nona."

"Baikah, antar dia kemari." perintah Nona Yun dengan enggan.

Gadis itu menoleh pada Pangeran Hong lalu berjalan mendekatinya sambil tersenyum simpul. Jemarinya menyentuh pundak sang adik dengan begitu lembut.

"Pangeran Hong, pergilah bermain. Kita bertemu nanti lagi ya." ucap Nona Yun pelan lalu diikuti anggukan sang adik.

Pangeran Hong beranjak bangun dari duduknya, ia melangkah keluar dari kediaman kakaknya bersamaan dengan datangnya Selir Hana di ruangan utama milik kaisar yang kini dihuni oleh Nona Yun.

Gadis iblis itu tertegun melihat kecantikan Selir Hana, dia wanita yang lembut dan kelihatannya juga wanita baik-baik.

"Bolehkah aku duduk?" ucapnya lembut sambil menebar senyum, menyadarkan lamunan Nona Yun akan kecantikan Selir Hana.

"Tentu... Tentu saja." jawab Nona Yun lalu berjalan menuju kursi taman bersama dengan Selir Hana.

"Ada apa? Apa tujuanmu kemari?" tanya Nona Yun singkat seraya memperhatikan wajah cantik Selir Hana.

Wanita itu belum menjawab, ia mengedarkan pandangan ke seluruh sisi taman dan berakhir pada mata Nona Yun yang menatapnya serius.

"Kau pasti beruntung bisa menikmati ruangan utama milik Kaisar, kau pasti juga beruntung karena bisa bertemu Kaisar kapan saja." ucap Selir Hana tersirat membuat Nona Yun harus mengerutkan dahi untuk memikirkannya ulang.

"Tapi bukan itu yang ingin aku katakan. Aku ingin memberitahumu sebaiknya kau turuti saja apapun perintah Yang Mulia Kaisar. Selama pandangannya tertuju padamu, apapun yang kau inginkan pasti terwujud. Kau memiliki hak istimewa itu maka bersyukurlah." imbuh Selir Hana lirih.

"Menurut? Bahkan ketika ia berusaha memerasmu?" sahut Nona Yun dengan tatapan kesal.

"Nona Yun kau harus tahu tidak semua yang buruk terlihat buruk dari luarnya. Kau memiliki hak istimewa sedangkan kami tidak. Pergunakan hakmu Nona Yun."

"Sebenarnya aku kurang mengerti dengan apa yang kau maksud?" ucap Nona Yun pelan tanpa menatap mata Selir Hana.

Gadis itu terhenyak ketika Selir Hana meraih kedua tangannya dan menatapnya serius.

"Nona Yun, jauhi Yang Mulia Kaisar Qiang. Jauhi dia, ini demi hidupmu juga."

"Apa? Apa maksudmu?"

************************

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top