KEKEJAMAN SANG KAISAR

***
Pagi mulai menjelang, rombongan Kaisar Qiang sudah berangkat untuk kembali ke istana Qiang. Pria itu menaiki kudanya dengan gagah dan memimpin barisan paling depan. Dengan tatapan dingin ia menatap lurus ke arah jalan setapak menuju ke luar hutan. Di depannya terdapat Nona Yun yang ikut duduk di atas kudanya dengan sedikit canggung.

Bagi Nona Yun, kembalinya ia ke istana bukan karena apa tapi karena kelicikan sang kaisar yang mengancam akan membunuh adik angkatnya membuat gadis itu berpikir seribu kali untuk kembali kabur.

"Apa kau menyukai perjalanannya Nona Yun?" tanya Kaisar Qiang datar tanpa menatap wajah Nona Yun.

Gadis yang ia ajak bicara hanya diam seribu bahasa, ia menunduk seraya mencuramkan alisnya. Hatinya bergemuruh kesal, untuk apa ia harus kembali ke istana Raja mesum itu? Jika tidak mengasihani adiknya maka ia lebih memilih mati dibantai pasukan Qiang daripada harus kembali ke neraka berwujud kamar mewah tersebut.

"Kau masih kesal?" imbuhnya lagi tanpa berekspresi sedikitpun, bahkan ketika Nona Yun melengos pria itu tetap saja dingin dan tak menatapnya.

"Satu hal yang harus kau pelajari ketika kau bersama dengan Kaisar Qiang, Nona Yun. Kau harus ingat bahwasanya hidup itu membutuhkan cara licik untuk meraih keinginan tertingginya. Kau harus tahu aku takkan merasa iba atau berbelas kasihan padamu hanya gara-gara kau sudah memberikan mahkotamu kepadaku. Kemarin adalah lalu dan sekarang adalah jalan menuju tangga selanjutnya. Nona Yun kau harus mempelajari hal tersebut selama bersamaku." ucap Kaisar Qiang datar dan tenang sembari memegang kendali kudanya.

"Kau mungkin sudah mendapatkan apa saja yang kau inginkan dalam hidupku, kau mungkin sudah merasa berbangga diri karena sudah melumpuhkan harga diriku namun ingatlah ini Kaisar Qiang, jiwa yang lemah takkan selamanya lemah dan kau juga harus belajar Kaisar Qiang bahwasanya jangan pernah sekali-kali lengah akan kekuatan orang lemah. Siapa tahu nasibmu akan berakhir di kaki orang lemah sepertiku." cetus Nona Yun pedas.

Kaisar Qiang tak menjawab namun indera pendengarannya masihlah waspada dan sama sekali tidak tuli. Terdengar dengan sangat jelas apa yang sudah Nona Yun katakan padanya, pria itu tak bergeming atau membalas ucapan gadis itu sama pedasnya justru sang kaisar terus cuek dan bersikap seolah biasa saja.

"Kau tahu jika bukan karena ancamanmu, aku sudah memilih mati di tangan pasukanmu Kaisar Qiang." jawab Nona Yun melirik sejenak ke arah Kaisar Qiang.

"Kau bisa saja memilih mati di tangan siapapun Nona Yun tapi sebelum kau mati di tangan orang yang kau pilih, ku pastikan orang tersebut mati terlebih dahulu di tanganku." jawab Kaisar Qiang dengan santai.

"Bedebah!! Apa sih maumu? Apa yang kau inginkan dari hidupku? Apa??" teriak Nona Yun kesal dibuatnya.

Sang kaisar tak menjawab, pria itu justru tambah menyulut kemarahan Nona Yun dengan cara menarik tali kendali kudanya kuat-kuat hingga sang kuda meringkik dan menambah laju kecepatannya. Gadis itu spontan kaget, kepalanya terbentur dada sang kaisar cukup keras hingga sang gadis kembali naik darah.

"Apa maksudmu? Kau ingin membuatku jatuh? Jika kau ingin membunuhku jangan seperti ini caranya?! Aku juga tidak menginginkan satu kuda denganmu. Aku bisa terbang tanpa harus meminta tumpangan padamu." sembur Nona Yun marah dengan nada meluap-luap.

"Benarkah?" desis Kaisar Qiang sambil melirik sejenak ke arah Nona Yun yang terus mengerucutkan bibir mungil nan menggoda itu.

"Biarkan aku pergi." runtuk Nona Yun merengut tanpa menatap wajah tampan sang kaisar yang duduk di belakangnya.

Seperti biasa Kaisar Qiang hanya diam dan malas menjawab namun mendadak salah satu tangan sang kaisar menyelusup di sela-sela perut Nona Yun dan merapatkannya dengan tubuhnya. Nona Yun terkesiap, ia berusaha melepas tangan kekar yang kini melingkar di perutnya dengan sekuat tenaga namun usahanya kembali sia-sia tatkala sang kaisar kembali menambah laju kecepatan kudanya.

"Sialan!!! Kau bedebah Kaisar mesum!! Lepaskan aku!!!" teriak Nona Yun di sepanjang perjalanan dan pria itu terus saja terdiam dan mengetatkan tangannya di perut Nona Yun seolah tak ingin melepaskan. Bahkan ketika tangan penuh cakar itu mencakar kulit sang Kaisar, pria tampan dan dingin itu hanya diam dan tak bergeming.

"Kaisar Qiang, apa maumu??"

****

(Kaisar Liiu Qiang Wen yang tampan namun dingin. )


Sesampainya di istana Qiang, Kaisar Qiang Wen segera turun dari kudanya dan melangkah menuju aula istananya. Namun baru beberapa langkah dari kudanya, ia kembali menoleh pada Nona Yun yang masih di atas kuda dengan wajahmasih ditekuk.

"Kau tidak turun?" tanya sang Kaisar denga tatapan heran.

Nona Yun tak menjawab, ia justru dengan terang-terangan melengos membuang muka dari tatapan Kaisar Qiang

"Bilang saja bahwa kau ingin aku yang menurunkanmu bukan?" tebak Kaisar Qiang dengan konyol lantas disambut dengan gelak tawa Nona Yun seolah meremehkan.

"Ingat Yang Mulia Kaisar Liuu Qiang Wen, saya ini iblis dan saya bisa terbang. Saya tidak butuh bantuan anda kalau hanya turun dari kuda kesayangan anda ini. Berhentilah merasa berharga di depan mata saya Yang Mulia." celoteh Nona Yun lalu kembali tertawa.

Kaisar Qiang memincingkan matanya lalu melangkah mendekat ke arah Nona Yun. Meskipun ia ditertawakan ia tak ambil peduli. Dengan kedua tangannya yang kekar ia meraih tubuh Nona Yun dan menariknya agar turun.

Nona Yun terhenyak, ia sedikit kaget dan tanpa sengaja ia berpegangan erat pada lengan sang kaisar. Pria itu menaikkan alisnya sebelah lalu menatap mata Nona Yun seakan ingin menghakimi.

"Iblis hanyalah statusmu saja, sepenuhnya kau tak lebih dari manusia yang penuh ketakutan. Ingatlah bahkan tadi malam kau pingsan berkali-kali." celetuk Kaisar Qiang datar lalu berbalik badan meninggalkan Nona Yun.

(Nona Yun Xiaowen. )

Mendadak wajah Nona Yun merebak merah karena malu, ia semakin malu ketika sang kaisar sengaja menoleh sejenak ke arahnya guna memastikan ekspresi apa yang bakal kaisar dapat dari Nona Yun saat itu.

Perlahan sang kaisar menggeleng, ia lalu memanggil Panglima Xue yang sedari tadi mengekor di belakangnya dengan beberapa pengawal pilihan.

"Panglima Xue..." panggil Kaisar Qiang sambil terus berjalan.

"Ya Yang Mulia." jawab sang panglima dengan patuh. Kehilangan satu tangan sama sekali tak membuatnya jera, ia justru makin setia dengan sang raja manusia tersebut sepenuh hati.

"Perintahkan beberapa pelayan wanita untuk membawa Nona Yun ke kediaman ruang utama, jaga ruangan itu dari siapapun dan perketat penjagaannya. Aku harus bertemu dengan seseorang sekarang." titah sang Kaisar dengan wajah serius.

"Baik Yang Mulia, saya akan melaksanakan perintah anda sesegera mungkin." jawab Panglima Xue sambil menganggukkan kepala dan terus mengekor di belakang sang kaisar.

Kaisar Qiang kembali tak bersuara, ia terus melangkah melewati lorong istana yang kanan kirinya ditanami bunga-bunga cantik yang berwarna-warni. Ia tak memperdulikan beberapa pelayan atau pengawal yang membungkuk dalam-dalam guna menghormat kepadanya.

Satu yang kini ia pikirkan, ia harus segera sampai ke sana. Segera!

***

Kediaman selir tertua masih sama seperti sebelumnya, dengan nuansa hijau segar ruangan itu terlihat alami dan nyaman. Meskipun begitu, keindahan ruangan itu sama sekali tak mampu menarik hati sang kaisar untuk bermalam di sana semalam saja. Entah ada apa dengan kaisar mereka?! Bahkan dari kedua puluh selir yang kaisar punya tidak ada satupun yang disentuh sang kaisar.

Siang itu Nona Sun tengah memainkan Ghu Zheng, dengan jemarinya yang lentik ia mulai memainkan sebuah lagu nan merdu. Permainannya yang elok tiba-tiba terganggu tatkala sang pelayan memberinya kabar atas kedatangan sang kaisar ke kediamannya.

"Yang Mulia, Kaisar Agung ingin bertemu dengan anda." suara sang pelayan di luar kediaman Selir Sun.

Gadis itu menghentikan petikan Ghu Zheng-nya, ia tersenyum manis ketika tahu pria yang selama ini dingin padanya tiba-tiba mau berkunjung ke kediamannya. Perlahan ia bangkit ketika sang Kaisar melangkahkan kakinya memasuki kediaman asri miliknya.

"Yang Mulia...." desis Nona Sun lalu membungkukkan badan cukup dalam.

"Apakah kedatanganku mengganggu keasyikanmu?" tanya Kaisar dingin seraya menyembunyikan kedua tangannya di belakang punggung.

"Tidak sama sekali Yang Mulia." jawab Nona Sun dengan wajah teramat manis.

Tatapan sang kaisar berpendar, kamar Nona Sun sangat cantik bahkan untuk sejenak ia merasa nyaman tinggal di sana. Perlahan ia melangkah menuju ke jendela kayu dan melihat pemandangan taman dan danau kecil dari sana.

"Kediamanmu sangat cantik, jika sejak semula aku melihat hal ini aku pastikan aku akan betah tinggal berlama-lama di sini." puji sang kaisar tanpa menatap wajah Nona Sun yang kini memerah dan berbunga-bunga.

"Terimakasih Yang Mulia."

"Apakah kau ingat siapa dirimu yang dulu, Nona Sun?" lontar sang kaisar lalu mengalihkan tatapan ke arah Nona Sun.

Air muka sang selir tertua berubah seketika, meskipun ia tak menjawab ia mampu meraba jika suaminya itu akan membicarakan sesuatu yang tak sedap di depan matanya.

"Kau hanyalah salah satu puteri kerajaan kecil di wilayah utara Qiang dan kau datang kemari sebagai hadiah dari ayahmu. Ingat Nona Sun, sebagai hadiah! Kau bernasib sama dengan kedua puluh selirku, mereka hanya menempati ruang-ruang kosong di istana ini. Bukankah aku sudah berbaik hati mau menampung "hadiah kecil" macam kalian yang setiap hari hanya menikmati fasilitas kerajaan dengan gratis."

"Yang Mulia, apa maksudmu?" ucap Selir Sun menaikkan nada suaranya seolah tak terima dihina oleh suaminya sendiri.

"Jangan bernada tinggi jika berbicara denganku Nona Sun. Aku sudah memperingatkanmu berkali-kali, apakah kau lupa adabmu? Aku membiarkanmu melakukan apapun padaku, menghinaku, memberontak kepadaku dan juga menentang segala titahku. Semua itu kulakukan karena apa? Karena aku menyukaimu sebagai salah satu koleksiku. Jadi.... " jeda sang kaisar lalu mengeluarkan ramuan berbentuk cairan yang tersimpan dalam wadah kayu kecil.

"Jadi... Minumlah ini!" titah sang kaisar lalu menyodorkannya ke arah selir tertua.

"Apa ini?"

"Aku dengar dari beberapa sumber, kau adalah orang terakhir yang mengunjungi Nona Yun. Apa benar?"

"Aku tak mengerti Yang Mulia, jangan tanyakan soal iblis itu kepadaku." jawab Nona Sun dengan ketus.

"Di kerajaan ini, bahkan tembok pun bisa berkhianat Nona Sun. Di kerajaan ini yang tahu rahasia serta rencanaku terhadap Nona Yun adalah dirimu. Jadi ketika Nona Yun memutuskan melarikan diri karena tahu bahwa ia akan dimanfaatkan, maka aku berkesimpulan jika kaulah orang yang memberitahunya. Benarkah begitu?" tanya Kaisar dengan penuh selidik.

"Apa kau lupa Yang Mulia, dia adalah iblis. Tanpa aku beritahu ia mungkin sudah tahu apa rencanamu terhadapnya. Kenapa kau begitu repot-repot menuduh sesuatu yang sama sekali tidak aku lakukan?" sanggah Nona Sun ngotot.

Kaisar Qiang menghela nafas, ia lalu mendekati Nona Sun lantas membisiki sesuatu di telinga sang selir.

"Akui saja perbuatanmu atau aku akan memulangkanmu dengan tidak layak, Nona Sun." bisiknya membuat Nona Sun terkejut bukan main.

"Yang Mulia...."

"Aku tahu kau berkhianat Nona Sun, akui saja bahwa kau tidak senang dengan adanya Nona Yun di sini. Jadi.... Minumlah atau aku akan memberi aib pada keluargamu." ucap Kaisar Qiang pelan lalu kembali menyodorkan ramuan itu.

Nona Sun menyorot mata Kaisar dengan tatapan tak suka namun bagaimanapun kenyataannya ia harus menerima. Akan jadi sebuah aib jika seorang puteri dikembalikan ke negeri asalnya dan berubah status menjadi janda. Nona Sun sungguh tidak menginginkannya.

Dengan tangan gemetar Nona Sun menerima ramuan itu dan membukanya. Sejenak ia melirik ke arah Kaisar Qiang berharap pria itu berbelas kasihan dan mengurungkan niatnya untuk memintanya meminum ramuan tersebut.

"Ayo minum...." ucap Kaisar Qiang terus mendorong Nona Sun agar meminumnya dengan segera.

Nona Sun menelan ludah dengan susah payah, dengan tangan tak kunjung berhenti bergetar dia mulai meminum ramuan tersebut. Jantungnya berdebar dan pikirannya terus melayang-layang, akan jadi apakah dirinya setelah meminum ramuan itu?

Brukk.

Tubuh Nona Sun langsung ambruk, gadis itu memegangi lehernya dengan kedua tangannya. Wajahnya mencerminkan rasa sakit yang luar biasa, ia ingin menjerit namun tak keluar sama sekali. Wajah Nona Sun memerah padam, ia berusaha bersuara namun suaranya sama sekali tak muncul.

"Itu hadiah kecil untukmu Nona Sun, setidaknya aku tidak melayangkan ujung pedangku ke lehermu atau sekadar memotong lidahmu. Setidaknya ini akan jadi pengingat untuk dirimu bahwa sedikit saja kau bermain-main dengan Kaisar Qiang maka kau akan membayarnya mahal. Kau harus ingat Nona Sun, siapapun yang berkhianat padaku atau menghambat langkahku maka aku tak segan-segan menyingkirkannya. Bukankah aku sudah memperingatkanmu jauh-jauh hari Nona Sun, DIAM ATAU PERGI. Dan sekarang kau sudah tahu bukan?" ucap Kaisar Qiang dingin lalu berbalik badan meninggalkan Selir Sun yang kesakitan dan berusaha menggapai-gapaikan tangannya memohon pertolongan.

Nona Sun masih memegangi lehernya yang terasa perih, sejenak ia mengepalkan tangannya sangat erat hingga bergetar.

"Qiang Wen......tunggu pembalasanku. Kelak kau juga akan merasakan apa yang kurasakan saat ini."

***************************

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top