Chapter 01


MIMPI

Satu kata yang sangat berarti bagi semua orang yang memiliki mimpi dan aku adalah salah satunya. Tapi, aku rasa semua mimpi dan angan yang diinginkan hancur seketika, karena beberapa insiden yang membuatku kini harus duduk termangu memandang kosong ke depan. Memandang hal yang mungkin pikir mereka yang tidak mengerti arti kesetiaan, ini adalah hal yang sia-sia.

***

Waktu itu sekitar pukul 20.00

Hujan yang berpayung langit gelap, membawa tumpah ruah airnya, ke kota yang damai ini. Awalnya mereka acuh tak acuh dengan gerimis yang tak diundang, namun kini mereka mulai mencari tempat berteduh untuk menghindar dari jejak basah. Sepasang muda-mudi yang tadi asyik bercengkrama, sambil berjalan beriringan mesra. Mereka pun ikut berteduh di warung kopi, sang kekasih prianya itu memberikan jaket untuk sang wanita pujaannya. Aish, indah sekali percintaan mereka.

Aku hanya memandang semua lekukan alur cerita yang telah di tetapkan dalam skenario Tuhan. Aku menatap keluar dari balik kaca yang bertitikkan air hujan. Secangkir kopi panas yang uapnya masih mengepul masuk ke dalam hidungku, aromanya cukup menusuk hingga aku ingin sekali segera meminumnya dengan perlahan, di tambah alunan musik yang slow membuat suasana terasa begitu damai. Aku masih menunggu seseorang itu, aku masih betah duduk di sini menunggunya, di dalam Cafe dengan tempat tepat di pojok dekat jendela, sudah ada satu jam aku berada di Cafe itu. Ingin sekali aku cepat enyah dari tempat ini, tapi hujan di luar membuatku duduk kembali dan menikmati secangkir kopi ditemani roti bakar yang enak sekali, jika mereka berdua disandingkan.

Hiruk pikuk jalanan yang masih ramai dengan beberapa pengendara motor rela menerjang terpahan air hujan. Aku melihat jam tanganku sudah pukul 21.00 dan dia masih tak ada kabar. Aku melihat ponselku, berharap dia memberiku sebuah kepastian. Beberapa jam lalu dia sempat meneleponku, dia bilang ingin bertemu denganku ada yang akan dia bicarakan. Sangat penting, ucapnya.

Aku mencoba mengingat lagi, apa yang dia katakan padaku saat di telepon, takut-takut ada yang aku lupakan di kalimat terakhirnya.

***

"Hallo, Ratna," ucapnya di seberang sana.

"Ah, iya ada apa Rendy, kenapa kau meneleponku malam-malam begini?"

"Ratna, bisakah kita bertemu bertatap muka, hanya berdua saja."

"Tentu saja, tapi kenapa tidak kau bicarakan saja di telepon?"

"Maaf, ini adalah hal yang sangat penting," ucapnya, lalu menutup telepon ya, sebelum aku menjawab apa yang ingin dia bicarakan.

***

Aku benar-benar ingin segera pulang. Tapi, entah kenapa rasanya kaki ini terasa berat, di tambah hujan di luar semakin deras dan muda-mudi saling memeluk erat kekasihnya, terlihat begitu mesra dan sangat mesra.

Aku kembali lagi ke kopiku, ku hirup uapnya pelan-pelan menikmati setiap aroma yang menenangkan. Bersamaan dengan uap kopi itu aku membayangkan wajah Rendy. Jika, mengingatnya aku tidak tahu pasti kenapa hatiku selalu tenang?

Tapi, baru kali ini Rendy telat saat janjian. Biasanya dia yang paling tepat waktu atau bahkan dia sudah datang terlebih dahulu, tapi untuk kali ini. Kenapa dia telat, sampai kabar darinya pun tak ada?

Aku masih menunggunya mungkin beberapa menit lagi dia akan datang atau karena hujan deras dia menepi dulu agar tidak basah dan tidak kedinginan. Aku terus berpikir positif, harap-harap tak terjadi apa-apa dengannya dijalan.

Namun, beberapa menit kemudian setelah aku menunggu seseorang itu, sampai saat ini pun belum datang juga.

Apa dia lupa? Apakah dia hanya ingin mempermainkan perasaanku saja? Ah, aku harus berpikir positif tentangnya.

Sesekali aku menggosokkan tanganku, hawa dingin yang mulai merambat ke tubuhku, membuatku sedikit gelisah. Jika, bukan karena ingin bertemu dengan seseorang yang aku cinta, mungkin saja aku sudah pergi dari tempat ini. Aku juga sesering mungkin mengecek ponselku nyatanya, sama saja. Hasilnya nihil, tidak ada kabar apapun darinya

Apakah dia hanya mengerjaiku saja?

Rendy....

kenapa kau belum datang?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top