Bab 16

Dasar alay! Bocil kematian!

Bisakah Raditya menyematkan dua kata itu untuk Valentina? Dia mengira Valentina dihantui penunggu rumah atau dikejar tikus sampai wajahnya memerah dengan mata sembab. Nyatanya ada hal yang lebih tidak penting yang sedang ditangisi gadis itu. Padahal saat Raditya melihat pertengkaran dua mahasiswa perawat di masjid tadi sore, rasanya Valentina terlihat percaya diri untuk menyatakan pisah dari pacar kekanakannya. Sekarang, lihatlah wahai alam semesta! Gadis bermulut besar ini ternyata hanyalah pembual yang menyesali keputusannya sampai merangkul tubuh Raditya yang lengket karena keringat. 

"Dit ... aku putus ... huhuhu..." keluh Valentina. "Beli tahu tek yuk, Dit, biar aku enggak sedih."

Ya Tuhan ... udah tahu patah hati yang dipikirin cuma makanan doang.

"Bisa lepasin enggak?" pinta Raditya. "Atau kamu ikut aku mandi bareng?"

"Mau," jawab Valentina asal. "Aku barusan putus loh, Dit."

"Iya terus aku harus apa, Tina?" Raditya mulai gemas. "Kamu besok jaga apa? Tidur sana!"

"Beliin tahu tek," pinta Valentina memajukan mulutnya. "Dit, kamu enggak ada temen cowok yang lagi jomlo? Kenalin ke aku dong, biar bisa move on."

"Kamu mau cari mati? Enggak usah aneh-aneh deh!" omel Raditya melepaskan diri dari pelukan Valentina. "Belajar yang bener daripada pacaran gitu. Udah sana pergi!"

"Pelit!" Valentina memaki kala Raditya masuk ke dalam kamar. 

Raditya mengabaikan ejekan itu sambil melepas baju dinasnya dan mengambil handuk. Sungguh kesabarannya sudah benar-benar terkuras sampai tak tersisa menghadapi istri kecil yang benar-benar tak tahu kondisi. Dia berpikiran, kalau putus cinta maka dunia tak akan berakhir begitu saja. Apalagi Valentina masih kuliah, ujian kompetensi juga siap di depan mata, kenapa pula dia pusing mencari bagaimana caranya agar bisa move on?

Keluar kamar, dia mendapati Valentina tengah duduk di ruang tamu sambil menonton film melalui laptop dan memangku sekotak tisu. Walau menangis, mulut tanpa filter itu masih mengeluarkan umpatan mengolok aktor dan aktris yang sedang terlena dalam cinta. Selanjutnya, Raditya mendekati Valentina dan berkata, 

"Tahu tek sama apa? Order online aja ya, aku males kalau--"

"Sekali-kali makan di luar dong, Dit, kita udah lama enggak makan bareng," sela Valentina dan mendadak membeku melihat betapa seksi bentuk badan suaminya. "Makhluk Tuhan paling seksi ... seksi sekali ..." otomatis mulut Valentina melantunkan lagu Mulan Jameela yang pernah populer beberapa tahun silam. Kesedihan yang membelenggunya lenyap begitu saja berganti dengan kekaguman atas ciptaan Sang Pencipta yang telah memahat perut Raditya begitu indah. 

"Enggak usah jorok itu kepala!" rutuk Raditya menutupi dadanya dengan handuk.

"Siapa suruh pake kolor doang di rumah," balas Valentina mengusap ingusnya dengan tisu. "Udah sana mandi, nanti aku bonceng deh. Pokoknya makan di luar, titik!"

###

Sambil menguap lebar melawan angin malam yang menyapu wajahnya melintasi jalanan menuju Kali Rungkut, Raditya terpaksa membonceng Valentina menuju lokasi tahu tek Lauhan. Tadi pasutri itu sempat berdebat masalah penjual tahu tek yang biasanya melewati depan rumah mereka, namun Valentina menolak dengan alasan ingin makan di pinggir jalan selagi waktu belum menunjukkan pukul sebelas malam. Selain itu, dia ingin makan makanan tradisional Surabaya yang sudah pernah viral. 

Jalanan cukup lengang walau di sisi lain pasti ada tempat-tempat yang ramai dikunjungi orang. Lampu penerang jalanan masih setia menemani perjalanan dua sejoli beda hati bersamaan dengan dua lengan Valentina yang melingkari perut Raditya tanpa sungkan. Lantunan lagu dalam headset milik Valentina memutar musik-musik tahun 2000-an terutama Sheila On 7 yang tak pernah lekang oleh waktu. Setiap lirik yang dinyanyikan oleh Duta SO7 sangat mewakilkan perasaan gadis berambut sebahu yang kini dirundung perasaan gelisah setelah memutuskan Brian. 

Tak seharusnya kita terpisah
Tak semestinya kita bertengkar
Karena diriku masih butuh kau
Maafkanlah sikapku, lupakanlah salahku itu
Terlalu bodoh untuk diriku
Menahan berat jutaan rindu apalagi menahan egoku
Maafkanlah sikapku, lupakanlah salahku
Luapkan kepadaku, oh

"Tak kan kubiarkan kau menangis, tak kan kubiarkan kau terkikis ..." teriak Valentina tanpa malu melantunkan lirik SO7 sambil tersedu-sedu merutuki kebodohannya. 

"Hei, hei, diem!" Raditya menepuk tangan Valentina agar menghentikan kegilaannya. Dia sungguh malu setengah mati saat beberapa pengendara menoleh ke arah mereka. Raditya takut kalau tiba-tiba mereka ditilang polisi akibat menyebabkan kebisingan di jalan. 

"Maafkanlah sikapku, lupakanlah salahku, luapkan kepadaku, oh ..." Valentina masih saja bernyanyi tanpa peduli kalau suaranya sangat sumbang didengar. Dia merentangkan kedua tangan seolah menemukan dunianya sendiri kala angin malam makin menerpanya membuatnya merasa dramatis. 

"Bojoku gendeng," gumam Raditya menutup kaca helm agar tak ada orang yang mengenalinya saat ini. 

(Istriku gila)

Sesampainya di gerobak tahu tek Lauhan yang masih ramai melayani pelanggan, Valentina bergegas mendekati bapak-bapak berpakaian partai tengah memotong lontong dan memesan dua porsi tahu tek yang pedas. Mendengar hal itu Raditya mendelik dan berseru, 

"Ngawur! Aku enggak pedes, Pak!"

"Malam-malam gini enak makan pedes, Dit," kata Valentina mengambil salah satu kursi plastik yang disediakan. "Duduk sini masa enggak mau deket sama istrinya sendiri." Dia mengerlingkan mata membuat Raditya merinding seketika. 

"Udah enggak usah sedih, cowok enggak ada dia doang," ujar Raditya mendudukkan diri di atas kursi plastik sambil sesekali menoleh ke arah penjual tahu tek. "Rugi air matamu yang jatuh, Tina."

"Emang kamu enggak pernah putus sama si nenek lampir?" tanya Valentina yang dibalas tatapan tajam. "Iya, iya, Julia maksudnya. Gitu aja marah."

"Iya pernah, tapi enggak kayak kamu. Putus di depan banyak orang, enggak ada privasi sama sekali," ejek Raditya. "Kamu itu udah 23 tahun, Tina. Mikir dewasa dikit lah. Dunia enggak bakal hancur kalau kamu ditinggal cowokmu."

"Dit," panggil Valentina. "Misal nenek lampir tahu kita udah nikah gimana? Kamu pernah mikir enggak sih?"

"Kamu sendiri?" Raditya melempar balik pertanyaan itu.

"Ck, ditanya malah tanya balik," gerutu Valentina lalu raut mukanya berubah saat penjual tahu tek datang membawa pesanan mereka. "Makasih, Pak!"

"Kamu enggak dicariin ibu, Dek, malam-malam keluar sama pacarnya?" tanya penjual itu dengan tatapan selidik. 

"Suami saya, Pak, aman," jawab Valentina. 

"Oalah, kirain. Ya udah, selamat makan ya," kata penjual itu ramah. 

Menikmati seporsi makanan yang terbuat dari campuran lontong, petis, bumbu kacang, hingga irisan tahu memang cocok dinikmati di malam hari. Apalagi duduk berdua di bawah gemerlapnya malam kota terbesar kedua di Indonesia ini sambil bertukar cerita tentang masalah di rumah sakit maupun kuliner lain yang wajib dicoba. Raditya tertawa kala mendengar Valentina bercerita tentang ketidaksukaannya pada pepaya dan pisang. Dia berpendapat kalau dua buah itu menggelikan dan aneh, belum lagi biji pepaya yang kehitaman serta aroma buah pepaya yang mengingatkannya pada pakan burung. 

"Oh, pantes dulu kamu nangis kejer gitu pas dicekoki pepaya karena sembelit," ungkap Raditya mengenang masa kecil Valentina. 

"Iya, nyebelin banget kan? Jengkel aku kalau ingat Mama nyuapin aku pepaya."

"Ya salah kamu sendiri enggak suka sayur," tuduh Raditya. "

"Suka, aku suka sayur apalagi buatan kamu," puji Valentina membuat rona merah di pipi Raditya seketika muncul. "Cie ... salting ya sampai merah gitu mukanya."

Raditya menundukkan wajah, memilih menghabiskan makanannya dengan cepat. "Pedes tahu, gila ya kamu nuduh aku."

"Hilih, banyak alasan." Valentina berusaha menunduk untuk melihat betapa lucu wajah suaminya kalau sedang salah tingkah. Dia baru tahu kalau Raditya mudah malu padahal hanya memuji kehebatan masakannya. "Dit, nonton yuk! Nonton di rumah maksudnya, enggak usah melotot gitu."

"Nonton apaan? Udah malem, Tina, kamu enggak capek?" Raditya memberesi piringnya dan piring Valentina lalu mengembalikan ke penjual yang sedang mencuci piring di samping kiri gerobak. 

"Besok aku masuk siang, bisa bangun telat dikit. Kita nonton film horor ya, aku penasaran sama Perempuan Tanah Jahanam."

"Serius kamu nonton itu?" Raditya membelalakkan mata mendengar judul film paling horor sepanjang masa itu. Bukannya dia takut tapi Raditya hafal dengan kebiasaan Valentina yang sok berani tapi ujung-ujungnya tidak berani ke kamar mandi sendirian. 

Tidak sekali ini saja, dulu awal-awal menikah, Valentina mengajak menonton film Sadako. Alhasil, selama seminggu, Valentina meminta Raditya menemaninya ke kamar mandi di tengah malam atau menjemur pakaian. Yang paling parah, meminta Raditya menunggu Valentina mandi dengan kondisi pintu tidak terkunci rapat. 

"Dit?" panggil Valentina. "Kamu masih di luar kan?"

"Iya, Tina, astaga ini sudah kesepuluh kali ya kamu tanya aku."

"Iya maaf. Dit, kamu ngapain? Kamu masih napak di tanah kan?"

"Lama-lama aku masuk ke kamar mandi biar kamu enggak tanya terus!"

"Aku enggak bakal takut kok, sumpah!" seru gadis itu terlihat meyakinkan diiringi senyum selebar iklan odol. 


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top