Bab 24

Siera melongo saat melihat gudang yang dimaksud River. Tempat yang berada di lantai satu dekat dapur, yang memang semula dimaksudkan untuk gudang, disulap menjadi tempat gym yang punya peralatan lengkap. Tempat ini memang kosong tapi tidak menyangka bisa berubah menjadi seperti ini.

"Tunggu, kapan kamu mulai mengubah tempat ini?" tanya Siera setelah pulih dari kekagetannya.

"Dua Minggu lalu. Gimana? Kamu suka?"

Pandangan Siera mengelilingi ruang gym yang terang benderan. Ada kaca jendela lebar di bagian belakang dan menghadang langsung ke taman. Pendingin ruangan sebanyak dua buah, dan alat-alat olah raga yang cukup lengkap dari treadmill sampai angkat beban. Lantai dilapisi karpet tebal dan lampu yang terang benderang. Benar-benar mirip tempat gym profesional di luar.

"Dua Minggu kamu memugar tempat ini dan aku sama sekali tidak tahu?"

River mengangkat bahu. "Aku melakukannya saat siang, bersama para tukang tentu saja. Kamu nggak tahu itu wajar karena kerja. Saat kamu libur, mereka juga libur bekerja."

"Pantas saja." Siera mengusap permukaan treadmill dan kembali menatap suaminya. "Bagaimana dengan biaya? Membuat tempat ini tentunya tidak murah. Alat-alat olah raga, karpet, dan barang lainnya. Dari mana kamu mendapatkan uang?"

"Sayang, kamu lupa kalau aku masih punya tabungan?"

Mata Siera melotot. "Tabunganmu seberapa banyak, sih?"

"Banyak, kemarin aku baru dapat warisan makanya aku gunakan untuk membangun tempat ini."

Terduduk di kursi besi, Siera memandangi tempat gym yang kosong. Memikirkan semua yang telah dilakukan River untuknya. Mereka menikah beberapa bulan, dan selama itu pula River tidak pernah mengotak-atik kartu kredit serta tidak pernah meminta uangnya. Membiayai semua kebutuhan makan dan sekarang membangun tempat ini. Seberapa banyak uang River sebenarnya? Bukankah dulu suaminya hanya pegawai administrasi biasa? Kenapa seakan punya tabungan yang tidak ada habisnya?

"Kenapa diam, Sayang? Kamu nggak suka tempat ini? Maaf kalau aku memugar tanpa konsultasi dulu. Aku pikir kita butuh waktu untuk berolahraga agar tetap bugar. Tapi kalau kamu nggak suka, aku. Bisa memugar ulang."

Siera menggeleng, dengan pandangan kabur ke arah karpet. "Bukannya tidak suka."

"Lalu kenapa kelihatan tidak senang?"

"Entahlah, aku merasa kamu menyembunyikan sesuatu."

River mengedip, menatap istrinya yang sedang merenung. Kalau menuruti hati tentu saja ia ingin mengungkapkan segalanya. Tapi tidak sekarang, demi keselamatan istrinya, semakin sedikit yang diketahui Siera akan semakin bagus untuknya. Akan tiba waktunya untuk bicara jujur. Nanti, kalau keadaan sudah lebih stabil, kalau ia sudah tahu siapa lawan dan kawan di perushaan Siera. Sekarang ini masih belum terlalu bias siapa yang memang membenci Siera, dan siapa yang berpura-pura melakukannya. Ia akan menyelidiki lebih lama lagi sebelum bicara jujur pada istrinya.

Berjongkok di depan Siera, River meraih jemarinya dan meremas lembut. Menatap istrinya lekat-lekat. "Sayang, jangan terlalu memikirkan hal kecil begini. Kamu merasa aku menyembunyikan sesuatu karena tidak pernah menggunakan uangmu. Selama ini kamu terbiasa memikat hati orang lain dengan uang, karena itu berharap aku juga melakukan hal yang sama. Percayalah, aku ini suamimu. Bisa kamu jadikan tempat bersandar selamanya. Sekarang ini tabunganku lebih dari cukup untuk kita berdua, kalau suatu saat nanti kurang, aku pasti minta. Sejujurnya, aku sudah mendapatkan pekerjaan dan sedang mempertimbangkannya."

Siera mengedip bingung. "Bekerja jadi apa?"

"Mandor di pelabuhan."

"Hah, mandor?"

"Ya, pengawas atau sejenisnya."

"Bukannya kamu bilang akan jadi suami rumah tangga? Aku pikir kamu siap untuk di rumah."

"Memang, tapi aku perlu bekerja biar nggak monoton. Mandor bongkar muat jadi nggak setiap hari kerja. Hanya saat barang masuk dan keluar, aku bekerja."

"Produksi apa temanmu?"

"Bukan dia yang produksi, temanku hanya perusahaan ekspedisi saja. Gajinya cukup lumayan, dan waktunya fleksibel."

Siera menghela napas panjang, memikirkan kata-kata suaminya. River memang laki-laki sejati yang tidak suka bergantung pada perempuan meskipun istrinya sendiri. Bagi orang yang tidak tahu pasti menganggap River sebagai benalu, hanya menumpang makan dan tidur di rumahnya. Kenyataannya dari semenjak menikah, Siera tidak pernah mengeluarkan uang satu sen pun untuk keperluan rumah tangga. Semuanya ditanggung oleh River.

"Sayang, apa kamu capek?"

"Kenapa memangnya?"

"Kamu punya pakaian olah raga bukan? Bagaimana kalau kamu ganti sekarang, dan datang kemari. Aku akan mengajarimu melatih otot."

Selama satu jam berikutnya, tenaga Siera diperas oleh River di atas alat-alat olah raga. Dari mulai lari di treadmill, barbel, dan berbagai perlatan lain. Ia terkapar di atas karpet dengan tubuh berkeringat dan napas ngos-ngosan.

"Aduh, sudah lama nggak olah raga jadi capek banget."

"Sengaja aku mengajakmu malam ini biar tubuhmu bergerak. Kamu terlalu fokus kerja, Sayang."

"Memang, makanya jadi malas olah raga."

"Tenang saja, aku aku sekarang yang akan memaksamu untuk olah raga. Meskipun hanya seminggu sekali. Ayo, mandi dulu. Aku buatin makanan yang enak dan full protein."

Siera menggeleng. "Nggak punya tenaga buat bangun."

"Kalau begitu kamu tunggu di sini. Aku siapkan air hangat dulu."

River meninggalkan istrinya menuju ke kamar mandi, menyalakan pancuran air hangat. Setelah itu keluar dan mengangkat tubuh Siera dan meletakkan di bahunya.

"River! Aku bisa jalan sendiri!"

"Nggak, Sayang. Kamu capek, jadi biarkan aku membawamu ke kamar mandi."

Siera tergelak saat tubuhnya diangkat dan dibawa ke kamar mandi. Tiba di sana, River menurunkannya di bawah pancuran air hangat.

"Kamu mandi dulu, biar aku ambilkan handuk!"

Mengguyur tubuh dan kepala dengan air hangat, Siera mengerang keasyikan. Ia melepas pakaian olah raganya dan membuangnya ke samping. Tidak mendengar saat pintu geser membuka dan River muncul dengan handuk besar di tangan. Untuk sesaat mereka saling pandang, River meletakkan handuk di rak dan mendekati Siera.

"Aku akan membantumu mencuci rambut," ujarnya dengan parau. Tubuh Siera dalam keadaan basah begitu indah dan menggodanya.

Siera menggeleng. "Aku bisa sendiri."

"Tenang saja, tawaranku gratis."

River mengambil sampo di tangan, membiarkan air tetap mengalir dan membasahi tubuhnya yang masih memakai celana olah raga dan mengusap perlahan rambut Siera. Jemarinya memijat lebut sedangkan bibirnya tidak tahan untuk tidak mengecup pundak istrinya. Perlahana kecupan berubah liar dari bahu hingga leher.

Siera ingin pergi tapi tubuh River mengucinya. Ia menatap ke lantai yang basah dengan tubuh menegang. Ada damba yang aneh dirasakannya saat bibir River mengecupi lehernya. Entah mulai kapan, ia merasa candu dengan sentuhan suaminya. Sampo dan air mengalir dari puncak kepala Siera, menuju le lantai dan melewati lekukan tubuhnya. River yang semula memijat kepala, jemarinya kini menyusuri lengan Siera dan menangkup dadanya.

"Ah ...."

Tanpa sadar Siera mendesah, berusaha mendapatkan kembali akal sehatnya dan ingin mendorong River menjauh, mengatakan kalau pernikahan mereka hanya pura-pura. Tidak seharusnya ada kontak fisik seperti ini. Nyatanya sangat sulit mengucapkan itu karena jemari River kini meremas lembut dadanya, mengusap puting dan tidak hanya itu, satu jemari mengusap pangkal pahanya yang sedari tadi terasa panas.

"River, jangan!" tolak Siera dengan suara lemah.

River mengangkat wajah Siera dan melumat bibirnya. "Nikmati saja, Sayang. Aku hanya ingin membuatmu senang."

Masih dengan posisi memunggungi, Siera membiarkan bibirnya dilumat dengan panas. Satu tangan River meremas dada dan tangan yang lain mengusap selangkangannya. Panas menyebar dari ujung rambut sampai kaki. Siera mengerang saat jemari River bertindak makin berani.

"River, aku belum pernah begini," ucap Siera sambil menahan malu bercampur gairah. Ia tidak ingin River mengetahui kebenaran ini, tapi juga tidak bisa menyembunyikannya. "Sebaiknya kita hentikan sekarang."

River tersenyum, membalikkan tubuh istrinya dan mengecup bibirnya dengan lembut. Jemarinya menangkup pinggul lembut dan menggesekkan ke tubuhnya. "Kamu sangat sexy dan lembut Siera. Aku ingin menyatukan kita, membuatmu berteriak dalam orgasme yang panjang dan memambukkan. Tapi, aku nggak akan maksa kalau kamu belum mau. Kita akan lakukan kalau kamu sudah siap sepenuhnya menerimaku sebagai suamimu."

Siera tersenyum sendu, mengusap rambut River yang kini basah. Mereka kembali berciuman di bawah pancuran.

"Aku akan menyabuni dan menggosok punggungmu. Tidak lebih dari itu."

Janji River ternyata hanya bualan belaka, dengan sabun di tangan seluruh jari dan bibir menyentuh tubuh Siera. Mengusap punggung, mengulum puting, dan terakhir melayangkan kecupan di area intimnya. Keluar dari bawah pancuran, tubuh Siera menegang karena gairah. Ia mengingatkan diri sendiri lain kali harus menolak ajakan River untuk mandi bersama. Itupun kalau ia bisa menerima karena Siera juga tidak yakin dengan dirinya sendiri.
.
.
Tersedia di google playbook.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top