Bab 21
Siera menusuk makanan dengan garpu, berupa salad dengan ikan salmon. Ada steak yang belum tersentuh di depannya. Semua orang mengobrol dengan suasana hangat dan ceria. Ia mencoba menjadi pendengar yang baik dari orang-orang yang mengobrol di sekitarnya.
Seorang perempuan yang dulu dikenalnya sangat rajin belajar, kini menjadi dosen dan sedang menempuh jenjang S2 dan meskipun dia mengatakan kalau dosen gajinya kecil tapi ada kebanggan tersirat di ucapannya.
"Gimana, ya? Namanya juga universitas milik keluarga sendiri. Maklum saja kalau kadang-kadang tidak digaji."
Semua orang berusaha tertawa mendengar leluconnya. Dengan umur terpaut beberapa tahun dengan Siera, perempuan itu terlihat lebih tua dari usinya. Mungkin karena penampilannya yang cenderung kaku dan formal, bahkan untuk acara makan malam reuni seperti ini, perempuan itu memakai blazer putih di saat perempuan yang lain berlomba-lomba memakai gaun indah. Siera merasa salut dengan semangatnya.
Di ujung meja ada laki-laki perlente dengan jas marun dengan dasi hitam. Tertawa bersama teman-temannya dan saat menyadari tatapan Siera yang tertuju padanya, mengedipkan sebelah mata. Siera hanya mengangguk kecil saat laki-laki itu mengangkat gelas ke udara.
"Untuk Siera yang cantik, anggun, dan menawan. Dari dulu Siera tidak pernah berubah!" puji laki-laki itu. "Aku selalu cinta dengan Siera, sayangnya ditolak!"
Tawa menggelegar terdengar di sekeliling meja. Bukan rahasia lagi kalau laki-laki bernama Boby memang sangat menyukai Siera dari dulu dan semua orang juga tahu kalau Boby ditolak. Namun, laki-laki itu sepertinya tidak pernah lupa dengan penolakan itu. Saat ini menjadikan kisah masa lalu sebagai olok-olok bagi dirinya sendiri.
"Padahal aku siap menikah, memberi mahar, dan segala macam yang diinginkan Siera. Kalian tahu bukan, dengan jabatanku sekarang akan sangat mudah untuk mendapatkan apapun keinginan Siera. Sayangnya, dia tidak mau!"
Lagi-lagi semua orang tergelak dan membuat Siera tidak enak hati. Boby tidak jelek, tinggi, atletis, dan datang dari keluarga kaya. Sayangnya laki-laki itu terlalu mendewakan dirinya dan menggangap semua orang tidak setara. Siera ingat saat pedekate dulu, Boby mengatakan ingin menjadikannya ratu di rumah asalkan dirinya dilayani seperti raja.
"Makan disuapi, dimandikan, dan kamu nggak boleh ngekang aku. Dijamin, apa pun yang kamu inginkan tercukupi."
Satu hal yang tidak diketahui Boby adalah saat itu Siera sudah dibentuk oleh sang papa untuk menjadi pemimpin. Penawaran dari Boby tentu saja tidak menarik minatnya. Sedari kecil Siera bercita-cita membantu papanya membangun bisnis, bagaimana bisa ditaksir hanya untuk jadi istri yang sehari-hari di rumah? Ia bisa mati bosan. Sekarang saat sudah menikah dengan River, ia lebih banyak menghabiskan waktu di kantor dari pada di rumah. Padahal suaminya sangat tampan dan menggemaskan. Tanpa sadar Siera tersenyum karena memuji sang suami dalam hati.
"Lihat kalian semua, Siera tersenyum. Ternyata dia masih menyimpanku dalam hatinya!"
Semua orang bertepuk tangan dan membuat Siera makin jengah. Boby sudah menikah dan tidak seharusnya mengungkit masa lalu. Keadaan menjadi lebih parah saat Tiffany ikut bicara.
"Boby, apa kamu tahu kenapa Siera menolakmu?"
Pertanyaan Tiffany membuat semua orang terdiam dan menatap perempuan cantik itu penuh ingin tahu. Siera sendiri juga tertarik dengan kelanjutan perkataan Tiffany, meskipun ia tahu kalau tidak akan ada yang baik keluar dari bibir perempuan itu. Dugaannya tidak salah, karena kata-kata Tifanny selanjutnya membuat semua orang memandangnya dengan tatapan penuh rasa jba.
"Apa? Coba katakan Tiffany, biar aku intropeksi."
Tiffany mengangkat bahu dan menyibakkan rambutnya ke belakang."Karena kamu seorang laki-laki yang terbiasa memimpin, sedangkan Siera ingin laki-laki lemah gemulai dan melayaninya. Garvin memilih Deana karena tidak ingin menjadi budak, sedangkan suami Siera yang sekarang, tidak peduli dengan itu. Saranku, kalau ingin diterima oleh Siera, kamu harus meninggalkan jabatan, kekuasaan, dan menjadi bapak rumah tangga. Kamu siap nggak untuk itu?"
Siera terdiam, mengaduk makanan di piringnya. Tatapan semua orang tertuju padanya. Sebagian besar iba, tidak sedikit pula yang meremehkan. Ia diam, bukan karena takut dengan Tiffany tapi tidak ingin terlibat masalah yang tidak penting.
"Waah, kalau ternyata begitu kenyataannya memang Siera tiada tandingan! Dari dulu hebat, cool, dan keren. Cocok jadi patner tapi tidak jadi istri!" Boby berteriak.
Meletakkan garpu dan sendok, Siera menatap Tiffany yang tersenyum mengejek ke arahnya. Tiffany dari dulu memang tidak menyukainya, selalu merasa tersaingi karena setiap ada acara pemilihan puteri ini dan itu, Siera selalu unggul. Tiffany memang cantik, kaya raya, dan populer, tapi Siera jauh lebih unggul dalam kepintaran dan itu membuat banyak orang lebih respect. Ia sendiri tidak ingin bersaing dengan siapa pun, karena tidak ada untungnya. Dari pada bergaul dengan orangorang sombong dan menjerumuskan diri dalam masalah, ia lebih suka menghabiskan waktu bersama sang papa dan mengurus bisnis.
"Pilihan hidup orang-orang tidak akan pernah sama, Tiffany. Boby memilih untuk menjadi pemimpin di perusahaan dan juga rumah tangga, sekarang dia sudah mendapatkan pasangan yang sepadan. Aku ikut bahagia untuk Boby. Sedangkan aku, ingin punya suami yang tidak banyak menuntut, memangnya salah? Sekali lagi semua tergantung prinsip. Kalau kamu sudah pernah punya kekasih harusnya mengerti tentang hal itu. Jangan bilang kalau kamu belum pernah jatuh cinta dan menjalin hubungan makanya mudah menghakimi pilihan orang?"
"Ah, kamu merasa terhakimi Siera? Ingin dikasihani kami semua karena ditinggal lari oleh calon suamimu? Semua laki-laki akan lari kalau tahu akan jadi keset kaki istri! Garvin bagus, punya harga diri!"
"Oh, aku baru tahu kalau kamu jadi pendukung Garvin. Mulai kapan? Setelah tahu dia bersama Deana atau sebelumnya? Tiffany, kamu menurunkan harga diri hanya demi mendukung pertemanan. Jangan-jangan kamu akan mendukung siapa pun yang bermusuhan denganku? Benar begitu?"
Kali ini tidak ada yang bicara saat dua perempuan cantik dan tangguh saling berdebat dan adu argumen. Tiffany dan Siera, kedua-duanya sama-sama populer di kalangan mahasiswa dulu. Banyak yang bersaing untuk menjadi kekasih salah satu dari mereka. Tiffany akhirnya berpacaran dengan seorang mahasiswa yang merupakan anak seorang menteri, sedangkan memilih untuk tetap sendiri bahkan setelah wisuda. Tidak peduli meskipun banyak pemuda menawarkan cinta, Siera lebih mementingkan karir.
"Siera, Darling. Kenapa kamu selalu berprasangka buruk padaku? Padahal aku mengatakan kenyataan."
"Yeah, semua orang tahu itu nyata. Tapi bagaimana, ya? Apa yang terjadi dengan hidupku bukan urusanmu."
"Ups, aku hanya bersimpati. Sebagai sesama perempuan sudah semestinya saling mendukung. Kamu sudah menderita, semestinya memberikan dukungan."
Siera menaikkan sebelah alis. "Mendukungku? Berarti kamu akan memaki Deana?"
Tertawa lirih Tiffany mengangkat bahu. "Kalau untuk itu, aku nggak bisa. Nggak bisa maksa cinta pada seseorang, Darling. Termasuk hubungan antara Deana dan Garvin. Itu urusan mereka."
Benar-benar mengesalkan, Siera merasa dirinya sangat lelah menghadapi Tiffany. Merasa sudah menghabiskan waktu secara sia-sia hanya untuk mendengarkan omong kosong dari Tiffany. Tidak cukup hanya serangan kata-kata, sekarang beberapa perempuan ikut bicara dan mengatakan hal yang mengerikan untuk didengarnya. Rasa iba, mengasihani, dan juga nasehat menjemukan. Siera menyesali diri tidak mendengarkan perkataan suaminya. Harusnya ia tidak datang ke acara ini.
"Tidak seharusnya kamu menikah hanya karena sakit hati, Siera."
"Laki-laki banyak, tidak sedikit pula yang kaya dan tampan. Akan mudah mendapatkan pengganti Garvin, tapi kenapa memilih laki-laki pengangguran?"
"Siera, kamu cantik dan kaya. Malah menyia-nyiakan hidupmu!"
Ingin rasanya Siera menyumpal mulut-mulut mereka. Orang-orang ini terlalu ikut campur dan membuatnya kesal. Ditambah dengan provokasi dari Tiffany. Makin menjadi-jadi perhatian palsu yang ditujukan semua orang padanya. Kalau itu belum cukup masih ada yang lebih mengesalkan saat Deana muncul.
Sepupunya datang dalam balutan gaun satin merah, menggandeng Garvin dan tanpa tahu malu menyapa semua orang.
"Selamat malam semua, maaf kami telat. Maklum, orang sibuk!"
Sapaan terdengar dari berbagai sudut. Siera menghela napas panjang, merogoh ponsel dan mengirim pesan pada suaminya. Mendengar sambil lalu Deana yang bertukar sapa dengan orang-orang.
"Di sini sangat panas, apakah kamu bisa membawaku ke kutub?"
Pesan dari Siera untuk River terkirim, dan tidak lama balasannya datang.
"Boleh saja, Sayang. Kamu siap untuk ke kutub sekarang?"
"Berapa lama kamu akan tiba di sini?"
"Tiga puluh menit kemungkinan kalau nggak macet."
"Oke, bisa langsung naik? Aku berikan kode masuk untuk di scan."
River mengatakan setelah berganti pakaian akan segera datang. Siera merasakan kelegaan saat membaca janji suaminya. Untuk saat ini, orang yang benar-benar bisa diandalkan dalam segala situasiu hanya River.
Siera tidak pernah mengira akan membutuhkan seorang laki-laki, karena terbiasa melakukan semuanya sendiri. Saat ia ingin menikah dengan Garvin, dilakukan demi jabatan. Pernikahan gagal dan ia menemukan River. Sejauh ini, ia tidak pernah menyesali pernikahannya dan justru bersyukur. Tidak hanya menyelamatkan jabatannya, pernikahan juga membuatnya mendapatkan seorang pedamping yang baik.
"Siera, kamu datang juga. Kenapa nggak ngasih tahu aku? Dengan begitu kita bisa barengan?" tanya Deana.
Pengaturan tempat duduk membuat Siera muak. Orang yang semula ada di sampingnya berpindah dan kini ditempati Deana. Yang lebih mengesalkan adalah ada Garvin di barisannya.
"Bagaimana rasanya punya suami?" tanya Deana. "River pasti sedang sibuk bersih-bersih rumah. Suamimu itu, aku dengar ahli dalam memasak. Tentunya nggak ada rugi menikahi laki-laki semacam itu bukan? Meskipun tidak bekerja."
Kata-kata Deana mengundang cibiran dari banyak orang, terutama Boby yang tidak dapat menahan dengkusan menghina. Siera mencengkeram garpu, tergoda untuk menusukkan benda tajam ini ke tangan Deana. Mungkin akan dilakukannya kalau sepupunya itu tidak berhenti bicara.
.
.
.
Tersedia di google playbook.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top