Bab 20
Turun dari tangga dalam balutan gaun biru tua semata kaki dengan bagian depan terbelah sampai ke pertengahan betis. Bagian atas gaun tanpa lengan dengan leher berbentuk 'V', bahan gaun mengembang dengan bahan kain yang glamour bersinar. Menenteng tas warna serupa serta memakai sepatu hak tinggi hitam, Siera terlihat sangat anggun dan cantik. Berdiri di depan River lalu memutar tubuh.
"Bagaimana penampilanku?"
River bersiul kecil. "Wow, sangat cantik, Sayang."
Siera meneggakan kepala. "Oke, aku siap bertempur."
Sikap sang istri sungguh sangat menggemaskan bagi River. Berdandan cantik hanya untuk menghadapi teman-teman dari masa lalunya. Ia maju, meraih tangan Siera yang bebas dan menggenggamnya.
"Aku menstranfer energy untukmu. Semangat, Sayang dan libas mereka."
"Hahaha, kamu menyemangatiku untuk bertengkar?"
"Tidak, tapi menyemangatimu untuk berjuang dan menegakkan harga diri. Ingat, kabari aku begitu ada masalah. Aku akan datang menjemputmu."
Siera menerima pelukan ringan dari River. Bergegas keluar dan masuk ke mobil. Sepanjang jalan menuju hotel di mana tempat reuni diadakan, hatinya berdetak tidak menentu. Seharusnya ia tidak perlu takut, mereka adalah kawan lama. Sejahat-jahatnya mereka, sekarang ini ia bukan orang yang sama. Reuni harusnya bukan hal menakutkan jika dibandingkan dengan drama keluarganya di mana antar saudara saling jegal demi kekuasaan. Kalau tragedy di pernikahan ia bisa hadapi, harusnya reuni adalah hal mudah.
Sopir mengantarnya sampai ke teras lobi, kali ini Siera datang sendiri tanpa didampingi siapa pun. Tidak juga Tori yang selalu bersamanya. Ia tidak berharap akan terjadi kekacauan di acara ini. Melangkah anggun melewati lantai lobi yang mengkilat, Siera masuk ke lift. Tiba di venue yang ada di lantai lima, ia bertemu beberapa orang dengan wajah cukup dikenalnya pada masa lalu. Ia masuk ke ruangan di mana ada meja panjang berserta deretan kursi berhadapan, orang-orang yang ada di sana semua menoleh saat melihatnya.
"Siera, kamu datang juga!"
Seorang perempuan bergaun hitam bangkit dari kursi dan menghampiri Siera. Memberikan pelukan ringan dan berujar dengan ramah.
"Siera, aku senang kamu datang, Darling."
"Tiffany, apa kabar?" ucap Siera.
Tiffany melepaskan pelukannya. "Kabar baik, Darling. Kamu terlihat sangat cantik, Siera. Aku senang melihatnya. Tragedy di pernikahanmu pasti memukul perasaanmu. Aku mengerti kalau kamu sedih. Rupanya, kamu cukup kuat menghadapinya. Tidak mudah menjadi pengantin yang ditinggalkan di altar."
Kata-kata Tiffany memicu gumamam di seluruh ruangan dan pandangan mengasihani dari orang-orang yang tertuju pada Siera. Sang pengantin malang yang tidak diinginkan oleh calon suaminya sendiri. Siera memaki dalam hati. Genderang perang sudah ditabuh bahkan sebelum dirinya duduk. Tiffany masih kurang ajar seperti dulu.
"Siera, silakan duduk. Jangan malu-malu, Darling. Kita akan bersenang-senang malam ini."
Tiffany bersikap ramah pada semua orang, tidak peduli dengan Siera yang duduk dengan bahu kaku. Orang-orang yang duduk dekat dengan Siera mulai melontarkan kata-kata penyemangat seolah dirinya baru saja terkena bencana besar. Siera menatap Tiffany lekat-lekat, menyadari kalau perempuan itu memang sengaja menyudutkannya dan malam ini, ia tidak akan kalah.
**
Setelah Siera pergi, River berniat untuk duduk santai di sofa ruang tengah. Memanggil Levin dan anak buahnya yang lain dan membicarakan tentang Black Eagle ataupun masalah bisnis yang lain. Ia baru saja mengenyakkan diri di sofa setelah merapikan dapur, membuka laci untuk mengisap cerutu dan dering bel pintu membuatnya bertanya-tanya. Siapa yang datang malam-malam begini, tidak biasanya ada tamu ke rumah ini. Dari semenjak tinggal di rumah ini, River tidak pernah kedatangan siapa pun. Ia membuka pintu dan mendapati Titus berdiri di hadapannya.
"Selamat malam River."
River menatap laki-laki tua berkacamata di depannya dengan sedikit heran. "Paman, ada apa malam-malam kemari? Siera sedang pergi."
Titus mengangguk. "Aku tahu kalau Siera sedang pergi. Dia dan Deana menghadiri reuni bukan? Mereka alumnus universitas yang sama."
"Oh, Paman datang ingin bicara denganku?"
"Benar sekali, River." Menyelinap masuk tanpa menunggu dipersilahkan, Titus duduk di sofa dengan satu kaki terangkat, menatap River yang masih keheranan. "Duduklah, River. Banyak hal yang ingin aku bicarakan denganmu. Tapi sebelumnya aku beritahu. kalau lebih suka dipanggil 'pak' dari pada 'paman' olehmu. Apakah itu bisa dimengerti."
Untuk sesaat River tercengang sebelum akhirnya tergelak. "Sorry, aku nggak bisa lakukan itu. Karena kamu adalah paman istriku, secara otomatis aku memanggilmu hal yang sama. Paman Titus, apakah ingin minum sesuatu"
Titus menggeleng dengan jengkel saat menolak tawaran River. Seumur hidup baru kali ini ada orang yang berani bersikap kurang ajar padanya. "Tidak usah minum apa-apa. Duduklah, kita perlu bicara penting."
River mengalah, duduk di hadapan Titus yang terlihat sangat pongah. Ia menunggu dalam diam sementara laki-laki itu bicara. Membahas banyak hal dari mulai keluarga sampai bisnis. Membuat River merasa bosan mendengarnya. Ia sempat menjeda perkataan Titus dan lagi-lagi membuat laki-laki itu marah. River tidak peduli, bicara dengan orang tua yang arogan akan lebih menyenangkan kalau disertai minum bir dingin.
"Kamu ini tidak ada rasa sopan sama orang tua!" bentak Titus. "Aku sedang bicara dan kamu berani menyela!"
Mengangkat kaleng bir dingin ke udara, River mengangkat bahu. "Haus soalnya. Kalau Paman nggak mau minum, terserah saja. Tapi aku haus!"
Titus menurunkan kaki, menatap River dengan penuh amarah. "Seumur hidup, baru kali ini aku bertemu dengan laki-laki kurang ajar sepertimu. Kalau kakakku tahu, dia pasti marah dan malu punya menantu sepertimu!"
"Terakhir aku menengoknya, Papa Mertua baik-baik saja. Berbaring dengan normal dan tidak mengatakan keberatan soal pernikahanku dan Siera."
"Itu karena dia koma!"
"Sebentar lagi pasti sadar. Paman mau apa sebenarnya? Kalau hanya ingin menguliahiku soal tata krama, maaf saja tidak berminat."
"Benar-benar laki-laki kurang ajar dan tidak berpendidikan kamu. Aku yakin Siera memilihmu sebagai suami karena itu. Padahal dia perempuan pintar, dan seharusnya bisa mendapatkan suami yang lebih baik. Tapi lihat apa yang didapatkannya, ckckck. River, harusnya kamu bersyukur bisa masuk dalam keluarga kami. Meskipun bisa kukatakan, kalau kamu salah milih teman."
River meneguk birnya, mengatakan dalam hati kalau Titus sudah mengatakan dengan terus terang niatnya untuk datang dan dirinya hanya perlu menunggu. Ia berniat memancing sedikit.
"Maksud Paman aku salah milih teman di mana?"
"Di keluarga kami tentu saja, di perusahaan lebih tepatnya." Titus mengamati penampilan River dalam balutan celana denim robek di lutut dan kaos hitam. Terlihat sangat urakan dan miskin. Ia tersenyum simpul. "Dengan memilih orang yang tepat untuk mengabdi, aku yakin kamu akan mendapatkan jauh lebih banyak dari yang diberikan Siera. Aku yakin, kalau keponakanku membayarmu untuk menyelamatkan muka dan harga dirinya. Siera memang baik, aku mengakuinya tapi pikirkan apakah dia bisa membuatmu kaya raya? Ingat, sebagaian aset perusahaan adalah milikku."
"Milik Paman? Bukankah harusnya milik Papa Mertuaku?"
"Yah, sekarang memang milik kakaku tapi tidak ada yang tahu bukan, bagaimana ke depannya? Karena itu, sebelum terlambat seharusnya kamu bisa lebih menilai dengan bijak, di bagian mana harus berdiri."
River menandaskan birnya. Meremukkan kaleng dengan satu kali cengkeraman dan membuangnya ke tempat sampah. Keinginannya untuk merokok sangat kuat tapi menekannya. Menatap Titus dengan senyum kecil tersungging, mencoba mengingatkan diri sendiri kalau laki-laki tua di hadapannya adalah paman istrinya dan bukan musuh.
"Kalau Paman berniat menjadikanku seperti Garvin, maaf saja. Aku nggak berminat."
Titus ternganga sesaat. "Garvin? Kenapa bawa-bawa dia?"
"Karena aku yakin Paman merayu Garvin, mengiming-imingi sesuatu yang membuat laki-laki bodoh itu melakukan tindakan nekat dengan berselingkuh. Garvin memang keparat, tapi aku bukan dia."
Mengepalkan tangan, Titus merasa sedikit terkejut. Awalnya mengira kalau River tak ubahnya laki-laki tampan dan pemalas yang rela menjadi budak Siera. Dengan imbalan besar, ia yakin mampu membuat River berpihak padanya. Tapi ternyata dugaannya meleset.
"Kamu tidak tahu apa yang sudah kamu tolak, River?"
"Oh ya? Apa yang mungkin aku tolak? Jabatan? Aku tidak perlu bekerja bersama Siera. Uang, rumah, atau mobil? Aku sudah punya semua dari Siera. Jadi, tidak ada lagi yang menarik minatku."
"Hanya laki-laki banci yang mau menjadi budak dari istrinya! Ternyata kamu seperti itu."
"Terserah Paman mau bicara apa, aku tidak peduli. Satu yang harus Paman tahu, jangan mengusik keluargakum termasuk istri dan mertuaku. Jangan harap aku akan diam saja kalau mereka disakiti."
"Kamu mengancamku? Apa kamu gila? Kamu pikir aku bisa melukai ponakan dan kakakku sendiri?"
"Tidak ada yang tahu niat seseorang kalau sudah menyangkut jabatan dan harta, contohnya Garvin. Kalau memang Paman benar punya niat baik terhadap Siera, tidak akan membiarkan Deana tidur dengan kekasih sepupunya sendiri. Astaga, Pamaan. Mendidik anak sendiri saja belum becus, apalagi berniat merekrutku? Sorry, nggak minat!"
Titus bangkit dari sofa dengan wajah merah padam. Menatap River dengan pandangan berapi-api penuh kemarahan. "Laki-laki bodoh dan miskin sepertimu memang tidak mengerti yang namanya kesempatan baik. Menyesal aku datang dan bicara padamu!"
River membuka pintu dan menunjuk teras. "Silakan keluar, Paman. Terima kasih sudah berkunjung, tapi aku harus pergi menjemput istriku."
"Tidak perlu diusir, aku akan pulang sendiri!"
"Oh bagus itu. Selamat jalan, Paman tercinta dan tersayang."
River tidak dapat menahan tawa saat melihat Titus pergi sambil melontarkan serentetan makian untuknya. Ia terdiam sejenak menatap mobil laki-laki tua itu yang menghilang di jalanan. Titus adalah salah satu tersangka dari cobaan pembunuhan mertunya. Kedatangannya malam ini makin menguatkan dugaan itu dan ia berniat menambah pengawasan pada Titus agar tidak kecolongan. Ada banyak sekali orang yang dicurigainya punya niat jahat di keluarga Siera. Bisa dikatakan hampir semua memiliki dendam, bahkan kedua kakak istrinya. Perusahan DWC dan semua jajaran pengurusnya memang bermasalah.
"Deana ada di reuni, berarti akan ada perdebatan dan pertengkaran. Mungkin sebaiknya aku jemput Siera sekarang."
Mengamati penampilannya, River merasa perlu berganti pakaian. Ia tidak ingin muncul di acara reuni dengan denim belel karena akan membuat malu istrinya.
.
.
.
Tersedia di google playbook.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top