Bab 2
Di ballroom para tamu undangan sudah berkumpul. Mereka duduk di meja bundar dengan kursi berlapis kain putih dengan pita bunga di bagian belakang. Ada lorong memanjang yang membelah ballroom dari arah belakang menuju pelaminan. Dekorasi pelaminan didominasi bunga dan juga lampu kristal yang berpijar indah. Musik mengalun sendu dari orchestra di sudut kanan panggung. Orang-orang datang dengan pakaian terbaik mereka, meskipun semua orang membenci Siera, tapi tidak ingin kalah penampilan saat ke pesta.
Meja paling depan diduduki oleh Marco, berserta istri dan anak perempuannya. Ketiganya duduk angkuh di bagian kanan, menatap sekilas pada orang-orang yang berlalu lalang. Di bagian kiri adalah keluar Monik dengan suami dan anak laki-lakinya. Keduanya adalah kakak berbeda ibu dengan Siera. Selalu ada persaingan, rasa iri, serta kebencian terlihat. Meskipun Marco dan Monik adalah saudara kandung, keduanya pun tidak luput dari perselisihan. Semua karena harta serta jabatan yang dimiliki oleh ayah mereka, Vreman.
"Kenapa pernikahan tapi terasa seperti penguburan? Begitu tegang dan suram." Istri Marco, Kalima bicara dengan dagu terangkat. Perempuan dengan rambut hitam yang disanggul rapi, mengedarkan pandanga. Bicara pada suaminya yang sedari tadi mengotak-atik ponsel.
"Apa yang kamu harapkan dari pernikahan bisnis?" ucap Marco menjawab pertanyaan istrinya.
"Bukankah mereka saling mencintai?"
"Tidak ada yang tahu soal itu. Menurutmu, adakah laki-laki yang benar-benar mencintai perempuan jahat seperti Siera?"
Monik mengerti maksud suaminya dan kembali terdiam, menyesap sampanye yang dibagikan untuk ucapan selamat datang bagi para tamu. Ia melotot ke arah anak perempuannya yang nyaris menandaskan isi gelas.
"Alika, jangan coba-coba mabuk di sini!"
Bentakan sang mama membuat gadis berwajah bulat dengan tubuh gempal menyebik. Di sebelahnya seorang pemuda berambut lurus dan berkacamata tidak dapat menahan dengkusan.
"Jangan mengejekku, kamu sendiri belum boleh minum, Seth."
"Sorry, aku sudah 19 tahun. Papa dan Mamaku membebaskanku untuk minum alkohol. Beda dengan kamu, sudah 22 tahun tapi masih dilarang."
Percakapan keduanya terhenti saat di meja sebelah, keluargaTitus membuat sedikit keributan. Istri Titus yang bernama Dahlia, sibuk mencari anak perempuan mereka. Tidak ada yang tahu di mana Deana berada.
"Maa, duduklah dengan santai. Deana pasti muncul!" Philip, kakak Deana menenangkan mamanya.
Dahlia mengguman keras. "Adikmu itu tidak pernah suka dengan Siera. Mama takut dia nggak datang ke pernikahan ini."
Philip mengangkat bahu. "Nggak masalah kalau nggak datang, lagi pula ini bukan acara penting. Lihat, tamu yang datang kebanyakan para pegawai. Bukankah artinya lingkup pergaulan Siera sangat sempit?"
Kata-kata Philip tidak salah, kebanyakan tamu yang memenuhi meja adalah para pegawai. Di meja sudut bahkan ada sekelompok pegawai baru yang dipimpin langsung oleh Wang Lo. Semua orang tahu Wang Lo adalah tangan kanan Siera. Kenapa ada di meja pegawai baru dan bukan menjadi bagian dari staf senior, tidak ada yang tahu. Mereka semua berbincang tanpa menyadari apa yang terjadi di ruang rias. Di mana Siera memergoki calon suaminya mencumbu sepupunya sendiri.
Keheningan menyelimuti mereka, untuk sesaat tidak ada yang bicara. Tidak tahu siapa yang lebih terkejut di antara mereka bertiga, apakah Siera yang memergoki calon suaminya bercumbu dengan sepupunya sendiri, tepat beberapa menit sebelum mengikat janji atau pasangan peselingkuh yang kini melotot padanya. Siera menghela napas panjang, memejam dengan jari meremas ujung gaun. Suara-suara bising menggema di kepalanya, tentang apa yang baru dilihat dan terjadi di depan matanya.
Suara-suara itu memintanya untuk marah, mengamuk, dan memukul keduanya hingga babak belur. Namun di lain pihak mengingatkannya untuk bersikap elegan layaknya perempuan terhormat. Membalikkan tubuh, bergegas pergi untuk membatalkan pernikahan. Dengan begitu tidak ada lagi tunangan yang tega mengkhianatinya.
Dilihat dari jemari Garvin yang meremas pinggang Deana dengan erat dan bagaimana mereka saling menopang satu sama lain, ini bukanlah cumbuan yang pertama. Kenapa ia begitu buta sampai tidak bisa melihat pengkhianatan di depan matanya. Apakah cinta buta itu nyata? Seperti yang dirasakannya pada Garvin. Yang pertama kali memecah keheningan adalah Deana. Perempuan muda yang bergaun satin merah muda dengan tali kecil di pundak, tersenyum kikuk. Tidak ada rasa bersalah di raut wajahnya, justru kepongahan yang memuakkan, seolah baru saja memenangkan pertarungan.
"Siera, kami bisa jelaskan."
Garvin menyela cepat. "Sayang, ini semua, itu—"
"Biarkan aku menjelaskan, Garvin."
"Tidak, kamu diam saja. Aku lebih tahu bagaimana bicara dengan Siera."
"Tapi—"
Siera mengangkat tangan, menatap pada mereka berdua bergantian. "Kalau kalian saling cinta, kenapa harus menyembunyikannya dariku. Terutama kamu, Garvin. Laki-laki kurang ajar yang berselingkuh dalam balutan jas pengantin. Sungguh kalian berdua menjijikan!"
Mengabaikan rasa sakit hati, Siera membalikkan tubuh. Di pintu ada Tori yang ternganga, di sampingnya sepasang suami istri yang merupakan orang tua Garvin, menatap pada mereka dengan bingung. Siera melewati mereka, meneggakan kepala menuju ballroom. Ia harus memberitahu semua orang kalau pernikahan dihentikan, dan pada akhirnya harus menyerahkan jabatan Presdir pada Marco.
"Siera, tunggu! Aku belum selesai bicara!"
Garvin menyusul langkah Siera, mencengkeram tangannya yang kecil dengan erat.
"Aku ingin menjelaskan situasi yang terjadi. Siera, tolonglah. Gunakan akal sehatmu."
Mengibaskan tangan Garvin yang mencengkeram pergelangan tangannya, Siera mencoba untuk tidak mengamuk. Sayangnya cengkeraman itu terlalu kuat dan tidak mudah untuk dilepaskan. Menegakkan tubuh, Siera menatap laki-laki tampan dengan dengan wajah persegi dan rahang tegas. Garvin berkulit agak kecoklatan yang terlihat sangat tampan layaknya laki-laki berusia matang. Harusnya hari ini mereka menjadi suami istri sebelum masalah menghampiri.
Berdiri di belakang Garvin, ada Deana yang menatap tajam. Sama sekali tidak ada tanda penyesalan di wajah cantiknya karena telah merusak pesta pernikahan Siera.
"Berapa lama kalian sudah bersama?" tanya Siera dengan nada datar.
Garvin menelan ludah. "Be-lum lama."
"Itu bukan jawaban. Belum lama itu berapa bulan, berapa hari, atau berapa tahun?" Siera menatap Garvin lekat-lekat, sinar matanya menyorot tajam seolah ingin membunuh. "Garvin, kenapa kamu lakukan ini padaku, hah? Selama ini aku tidak pernah peduli tentang asal usul dan pekerjaanmu. Meskipun kamu hanya seorang pegawai bank biasa, aku bisa menerimannya asalkan kita bersama."
"Kamu tahu apa masalahmu, Siera? Penghinaan-penghinaanmu yang seperti baru saja kamu katakan tadi."
"Itu bukan penghinaan tapi kenyataan. Lepaskan aku."
"Kamu pikir kamu hebat, hah! Mentang-mentang perempuan berkedudukan tinggi, kamu pikir bisa menghinaku. Ingat, Siera, aku ini, ugh! Sial!"
Cengkeraman Garvin terlepas saat Siera menendang tulang keringnya dengan sepatu hak tinggi. Membuat laki-laki itu meringis kesakitan. Siera mengangkat ujung gaun dan bergegas ke arah pintu. Rasa marah dan malu berbaur jadi satu, yang diinginkannya adalah mengumum kesialan ini segera. Penjaga membuka pintu saat melihat Siera, dan membiarkan pengantin keluar. Semua orang yang ada di ballroom kebingungan melihat kemunculan pengantin perempuan bahkan sebelum acara dimulai.
"Siera! Jangan mentang-mentang kamu orang kaya bisa bertindak semena-mena!" Teriakan Garvin menggema, membuat seluruh tamu ternganga. Orchestra menghentikan permainan mereka dan menatap pada pasangan pengantin yang sedang bertengkar.
Siera berdehem. "Pernikahan batal!"
Seluruh tamu saling pandang mendengar pengumuman Siera. Ada yang terkejut dan tidak sedikit yang justru tersenyum. Menatap Siera yang berdiri dengan dagu terangkat dan mata memancarkan sinar terluka.
"Pernikahan batal, Siera?" Garvin mendekat, bicara dengan seringai jahat di wajah tampannya. "Tentu saja harus dibatalkan. Mana ada pernikahan di mana perempuannya ingin berkuasa? Kenapa aku memilih Deana dari pada kamu, Siera? Itu karena kamu tak ubahnya patung. Yang kamu pikirkan hanya bisnis dan jabatan. Kamu tidak peduli dengan pekerjaanku, mengatakan akan menghidupiku asalkan aku menikah denganmu. Itu sama saja menginjak harga diriku!"
Siera yang memunggungi Garvin, membalikkan tubuh dan menatap laki-laki yang sedang menyerangnya dengan kata-kata.
"Kenyataannya memang begitu," ucap Siera dengan tenang. "Aku menginginkan suami yang tidak banyak berpikir dan bertindak. Kamu sudah tahu dari awal dan menerimanya. Kenapa kini berubah?"
Garvin tertawa histeris, menunjuk Siera dengan bengis. "Lihat bukan, kamu begitu angkuh. Bahkan tidak sadar kalau kamu sedang menunjukkan kesombonganmu. Tentu saja, aku tidak mengijinkan diriku sendiri dibuat alas kaki oleh istriku sendiri. Sekarang coba tanya yang ada di sini. Mana ada laki-laki yang mau menikahi perempuan sok berkuasa sepertimu. Tidak ada, Siera. Karena mereka ingin dihargai, dan bukan jadi kacung istri!"
"Aku mau! Miss Siera, apakah kamu mau menikah denganku kalau dia tidak mau?"
Dari meja sudut, seorang laki-laki tampan bermata abu-abu bangkit. Tersenyum pada Siera dan menunjuk Garvin dengan sikap tenang.
"Miss Siera, aku bersedia menggantikannya dan menjadi alas kakimu seumur hidup. Apakah kamu menerimaku sebagai suamimu?"
Siera masih berdiri di tempatnya, menatap pemuda yang sedang melamarnya. Kebingungan untuk mengambil keputusan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top