Bab 17
Ruangan remang-remang itu terletak di sebuah gedung bertingkat. Jendela kaca menghadap langsung ke luar dan menampakkan pemandangan kota dalam temaram senja. Seorang laki-laki berkacamata berdiri di dekat jendela, raut wajahnya terlihat tenang meskipun hatinya bergemuruh dalam kecemasan. Apa yang terjadi hari ini di luar dugaannya, bagaimana Nuna bisa memutuskan untuk bunuh diri. Melihat kejadian di CCTV, ia sangat berharap Nuna benar-benar melompat, dengan begitu tidak akan ada yang tahu apa yang telah menimpa gadis itu. Sayangnya niat gadis itu gagal dilakukan karena bantuan Siera dan suaminya. Ia menggertakan gigi menahan marah pada Siera yang sudah merusak keinginannya.
Nuna yang bodoh, ia menawarkan kenikmatan tapi ditolak. Padahal ia sanggup memberikan uang berapa pun yang diinginkan, tapi gadis itu terlalu penakut. Teringat bagaimana ia menghimpit gadis itu di ruang arsip, menaikkan roknya dan mengusap paha yang mulus. Tidak peduli kalau Nuna merengek dan meminta ampun. Saat pertama kali ia berhasil memasukkan kejantanan ke tubuh gadis itu, rasa nikmat membanjirinya dan seterusnya ia pun ketagihan. Tubuh Nuna yang legit, rengekan ketakutan, serta sensasi melakukan hubungan sexsual di ruang yang sempit dengan banyak orang berada di luar. Setiap saat akan selalu ada orang yang memergoki, tapi justru di situ tantangannya dan makin menambah gairah.
"Nuna yang bodoh, harusnya kamu tetap diam dan semua akan aman. Sekarang lihat apa yang terjadi padamu!"
Siera dan River memang berhasil menyelamatkan gadis itu tapi satu hal yang pasti adalah, hati serta pikiran Nuna tidak akan sama lagi. Ia sudah mencari tahu informasi terkini dari Nuna dan mendapati gadis itu menjadi gila.
"Nuna, kalau kamu menurut harusnya sekarang kita bercinta di ruang arsip. Kamu bebas berteriak dan setelah itu permainan akan semakin mengasyikan setelah aku memukulmu. Gadis Bodoh, menolak kenikmatan yang aku berikan."
Laki-laki berkacamata itu menghela napas panjang, mengusap selangkangannya. Kejantanannya menegang hanya karena mengingat Nuna. Sayangnya sekarang tidak ada lagi pelampiasan. Yang bisa dilakukannya hanya mengusap-usapnya. Ketukan di pintu membuatnya menggeram jengkel. Ia akan membunuh siapa pun yang mengganggu kesenangannya. Padahal ia sedang merencanakan untuk mengunjungi Nuna di rumah sakit jiwa dan mengajak bercinta. Pasti sangat mengasyikan.
Ketukan semakin keras dan ia pun berteriak. "Masuk!"
Seorang laki-laki muda membungkuk di dekat pintu.
"Ada apa?"
"Saya sudah membereskan apa pun tentang ruang arsip dan juga Nuna."
Laki-laki itu menatap asistennya yang bekerja dengan cekatan. Ia memanggil sang asisten mendekat dan menepuk pundaknya perlahan. "Kamu memang bisa diandalkan."
"Terima kasih, Pak. Sudah tugas saya untuk melayani Anda."
"Bagus! Tidak sia-sia aku menjadikanmu asistenku. Ngomong-ngomong, kamu menyimpan alamat rumah sakit Nuna?"
"Iya, Pak."
"Berikan padaku, dan bayar suster ataupun dokter di sana untuk melapor padamu. Sepertinya sesekali aku harus mengunjungi Nuna. Takut dia kangen."
Ia tertawa terbahak-bahak dengan kegembiraan yang menjijikan saat menginginkan bercinta dengan gadis yang mentalnya terganggu.
"Pak, saran saya sebaiknya tidak gegabah."
Perkataan si asisten menghentikan tawa dari laki-laki itu. Ia memiringkan kepala dan mengernyit. "Kenapa? Apa yang terjadi?"
Si asisten menghela napas panjang. "Takut kalau Miss Siera akan meminta penyelidikan."
"Menurutmu aku takut menghadapi Siera?"
"Bukan masalah takut atau tidak takut, tapi demi keamanan. Proyek besar Anda sedang berlangsung, tentunya Anda tidak mau Miss Siera mengetahuinya bukan? Dari penyelidikan Nuna bisa melebar kemana-mana. Itu yang sedang saya takutkan."
Laki-laki berkacamata itu terdiam, merenungi perkataan asistennya. Meskipun ingin menolak tapi apa yang dikatakan si asisten benar adanya. Semuanya akan runyam kalau Siera berhasil mengetahui apa yang disembunyikan dan direncanakan. Untuk itu ia rela menundukkan kepala dan menarik dari perhatian Siera. Nuna bisa menunggu, proyeknya jauh lebih penting.
"Kamu benar, hampir saja aku salah langkah. Kali ini, aku menuruti keinginanmu!"
Mereka berbincang sampai senja menghilang dan malam turun perlahan. Lampu-lampu di jalanan telah dinyalakan sepenuhnya, tapi keduanya berdiri dalam keadaan ruang remang-remang. Merasa nyaman berada dalam kegelapan, dengan begitu bisa menyembunyikan diri.
**
Siera memejam dan menikmati pijatan di punggung, pinggang, serta lengannya. Yang memijatnya adalah seorang perempuan muda dengan kulit kecoklatan. Ada lilin menyala di sudut ruangan, menebarkan aroma bunga yang menenangkan. Musik klasik terdengar samar-samar, dan membuat Siera terbuai suasana. Kulitnya diolesi minya yang harum sebelum dipijat.
"Apakah pijatannya terlalu kencang, Nyonya?" tanya si terapis.
"Nggak, sudah pas."
"Baiklah, saya teruskan."
Ada seseorang membuka pintu, dan perempuan berkulit putih masuk membawa botol-botol kecil lalu memasukkan ke dalam lemari kecil. Untuk sesaat Siera menatap perempuan itu lekat-lekat, berusaha mengingat-ingat di mana pernah bertemu karena ia yakin selali pernah melihatnya. Namun, berusaha sekuat tenaga ia masih tidak mengingatnya. Mulut Siera terbuka ingin memanggil perempuan itu dan bertanya tapi diurungkan. Perempuan yang lain datang dan mereka mengobrol lirih tentang wewangian. Siera berpikir tidak mungkin mengenal seorang terapis spa, sedangkan dirinya baru pertama kali ke tempat ini. Memutuskan kalau dirinya terlalu berlebihan, ia kembali memejam dan membiarkan tubuhnya dipijat.
Kesadaran secara perlahan meninggalkan Siera saat pijatan makin lama makin membuatnya nyaman. Aroma bunga, musik yang lirih, serta suasana yang santai membuatnya mendesah dan jatuh dalam tidur. Tidak bergerak saat perempuan kulit putih menghampiri si terapis dan menepuk pundaknya.
"Kerja bagus, Tuan pasti menghargaimu. Lanjutkan, aku tunggu di luar!"
Si terapis mengangguk dengan penuh kebahagiaan. Membayangkan pujian yang akan didapatkannya dari River. Ia hampir terkena serangan jantung saat melihat sang tuan secara langsung di lantai bawah. Begitu tampan dan mata abu-abunya sangat indah. Ia menganggap hari ini adalah keberuntungannya. Perempuan yang sedang tertidur adalah istri sang tuan, untuk itu harus dilayani sebaik-baiknya.
**
River menatap anak panah yang menancap di tanah dan mencabutnya. Mengamati ujung anak panah di mana ada pesan tersemat. Ia membaca pesan dan mendengkus keras.
"Bajingan kurang ajar! Beraninya main belakang!"
Ia membalikkan tubuh, mengurungkan niat untuk ke danau. Bersamaan dengan langkahnya, beberapa laki-laki berpakaian hitam bermunculan dan menghadangnya. Mereka membawa beragam senjata tajam dan River mencabut sepasang pisau dari balik celana panjang. Menangkis, menusuk, dan tidak membiarkan orang-orang itu menghalanginya. Bukan lawan yang sulit, tapi karena jumlahnya terlalu banyak membuat langkahnya tertahan. Beberapa orang berhasil masuk dan itu membuatnya jengkel. Ia berharap Atoki bisa menghabisi mereka semua.
Terdengar tembakan, River berhasil mengelak tepat waktu tapi rentetan lain berdatangan dan satu peluru berhasil menggores pipinya. Ia menyumpah dan meludah ke tanah, bersiap untuk bertarung hidup dan mati saat anak buahnya satu per satu bermunculan.
"Maaf, Tuan. Kami terlambat!" Flint berteriak, menarik pelatuk pistolnya dan menembak siapa pun yang terdekat.
River tidak mengatakan apa pun, saat anak buahnya bertarung dengan para penyerang. Ia menarik pintu dan bergegas masuk, sayangnya ada beberapa orang di dalam dan mereka menodongkan senjata. Ia memutar pergelangan tangan lalu menendang, orang itu oleng di tempatnya. River dengan cekatan mencengkeram lehernya lalu memeluknnya dari belakang dengan satu tangan memegang tangan laki-laki yang bersenjata.
"Sialan kalian! Kalau sampai istriku terluka, aku akan memastikan markas kalian rata dengan tanah!"
Orang-orang itu tidak peduli dengan ancaman River. Terus menembak dan River menggunakan tubuh teman mereka untuk menjadi tameng, dengan satu tangan memberikan tembakan balasan. Tiga orang terkapar dan River meninggalkan sanderannya yang tubuhnya penuh lubang karena peluru. Mengernyit saat menyadari kalau kakinya terkilir. Ia menyumpah, dan sedikit tertatih menaiki tangga.
Di lantai dua. Atoki menghadapi penyerang dengan dua samurai di tangan. Menerjang, menebas, dan dua laki-laki terkapar dengan leher nyaris putus. Dua laki-laki yang tersisa memaki keras.
"Perempuan sialan! Memang ingin dibunuh!" Laki-laki itu menarik pelatuk dan siap menembak saat dia pisau meluncur dan menancap tepat di leher keduanya.
River muncul dari tangga, menatap Atoki yang berdiri dengan dua samurai terhunung. "Bagaimana istriku?"
"Sedang santai, Tuan."
"Berarti tidak terpengaruh apa pun?"
"Seharusnya tidak karena ruangannya kedap suara."
"Bagus kalau begitu. Kasihan istriku kalau terganggu. Dia sedang lelah dan kuatir."
Atoki terdiam mendengar curahan hati River. Awalnya ia tidak terbiasa mendengar sang tuan yang biasanya selalu dingin dan kaku bercerita tentang perempuan tapi kini mulai terbiasa. Tidak akan hyeran kalau suatu saat River mengosongkan kota hanya demi Siera. Sang tuan saat jatuh cinta memang mengesankan.
River menatap satu orang yang kesakitan dan menunduk. Mencengkeram lehernya dan membuat orang itu tersengal.
"Katakan! Siapa yang menyuruhmu menyerang kami. Siapa pimpinan kalian?"
Laki-laki itu menggeleng, menolak untuk bicara. River mendengkus, memijat makin kuat dan darah mengucur deras dari leher yang tertusuk pisau.
"Jangan membuatku marah! Kau tahu apa akibatnya bukan? Bagaimana kalau aku potong dulu kemaluanmu, dilanjutkan dengan kaki, setelah itu mencabut lidahmu?"
Ancaman River membuat laki-laki itu terbelalak ketakutan, seolah melihat malaikat maut. Ia merintih kesakitan dan berbisik sambil terbata.
"Black Eagle."
Dua kata terucap sempurna sebelum laki-laki itu jatuh pingsan. River berdiri dengan wajah mengeras, menatap empat orang yang kehilangan nyawa dan terbujur kaku di lantai. Mereka harus disingkirkan sebelum Siera bangun. Istrinya yang anggun dan cantik, tidak boleh melihat darah yang bercecer dan kekerasan di sini.
"Atoki, bereskan mereka!"
Atoki membungkuk. "Baik, Tuan." Menyarungkan samurai ke pinggang dan melakukan perintah River.
***
Di Karyakarsa update bab 85. Sebentar lagi ending.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top