Bab 13

River terbangun saat matahari sudah tinggi. Ia memulai menyiapkan makan siang untuk dirinya dan Siera. Hari ini membuat sushi, dan juga summer salad. Ia sedang mengaduk sayuran dengan minyak zaitun saat Flint dan Atoki muncul dari balik tangga. Keduanya membungkuk sebelum mengambil kursi dan duduk di hadapan River yang sedang mengolah sayuran. Perut keduany keroncongan dan menelan ludah karena aroma masakan memenuhi dapur.

Mengambil kotak putih dari dalam laci, River menyorongkan ke tengah meja. "Untuk kalian."

Total ada lima gulung sushi yang sudah dipotong. Atoki mengambil sumpit kayu dari laci dan mulai memakannya, begitu pula Flint. Mereka dibebaskan untuk memakan apapun yang ada di dapur asalkan tidak meninggalkan kotoran.

Selesai mengaduk salad dan memasukkan dalam kotak bekal, River mencuci tangan. "Flint, kamu pergi ke wilayah Utara dan berbaur dengan bajingan di sana. Selidiki siapa itu Donius."

Flint menandaskan sushinya yang kesepuluh dan mengangguk dengan mulut penuh. "Baik, Tuan. Apa kita perlu ke tempat perjudian mereka? Dengar-dengar mereka bertemu di sana."

"Biar Levin yang mengatasi tempat itu. Kita fokus mencari Donius. Bulan depan akan ada pertemuan dengan keluarga besar, aku rasa sudah seharusnya Mama dan kakakku tahu kalau aku sudah menikah."

Keluarga River sangat misterius. Sedikit orang yang tahu siapa mereka. River sendiri berusaha menyembunyikan keberadaan keluarganya untuk menghindari masalah yang timbul. Keluarganya bukan orang yang mudah dihadapi, tapi ia yakin kalau Siera mampu. Istrinya itu punya kepribadian yang unik dan tegas, seharusnya cocok dengan sang mama.

"Tuan, beberapa pelabuhan sedang diawasi." Atoki menandaskan makanannya. "Barang-barang kita sedikit kesulitan untuk masuk."

Rivee nengernyit. "Atoki, apakah kamu sudah menghubungi kepala polisi kenalan kita?"

"Sudah, dan dia tidak banyak membantu. Ada pergantian pimpinan."

"Kalau begitu, menunggu sampai pergantian pimpinan selesai, aku akan datang ke pimpinan yang baru. Kamu beritahu orang-orang kita di laut, suruh mereka tahan. Ingat, jaga yang baik barang-barang itu, kalau sampai ada yang hilang, gantinya adalah kepala mereka."

"Baik, Tuan."

Makan siang selesai, River menenteng kotak bekal makan siang. Meraih kunci mobil untuk pergi ke kantor istrinya. Di teras berpapasan dengan dua orang berseragam kebersihan. Mereka membungkuk pada River sebelum memasuki dapur. Flint dan Atoki sedang membersihkan meja dan mencuci kotak bekas makan siang mereka.

"Flint, ada senjata baru yang kami selipkan di tanah, pagar, dan pot bunga depan." Petugas laki-laki.

Flint mengacungkan dua jempol. "Thanks, Bro."

Si petugas perempuan mendekati Atoki dan menyeringai. "Samurai baru, heh?"

Atoki mengusap samurai pemberian Levin dan mengedipkan sebelah mata. "Yoi. Bagaimana dengan pisau yang aku berikan. Kamu menggunakannya?"

Petugas kebersihan berrumur tiga puluh tahun itu mengusap pinggangnya. "Setiap hari kubawa. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi bukan?"

"Yeah, berjaga-jaga itu penting."

Keduanya tergelak, saling memeluk sebelum Atoki keluar dari dapur dikuti Flint. Mereka mengendarai satu mobil menuju wilayah Utara untuk mencari tahu siapa Donius. Semenjak menikah dengan Siera dan menempati rumah ini, River menempatkan banyak anak buahnya. Dimulai dari petugas kebersihan, pemelihara taman, penjaga gerbang, bahkan pertugas keamanan komplek pun ada beberapa anak buah River di dalamnya. Mereka anonim, tidak terlihat, dan datang hanya saat dipanggil oleh River. Semuanya bekerja dalam bayang-bayang dan tidak boleh ada yang tahu identitas sesungguhnya.

Bagi orang awam dan terutama keluarga Siera beserta pegawai perusahaan, River tidak ubahnya mantan pegawai yang panjat sosial dengan menikahi pimpinannya yang kaya raya. Selain anak buah River yang sengaja ditempatkan di perusahaan Siera, tidak ada yang tahu status sesungguhnya dari laki-laki tampan dan menggemaskan itu.

**

Siera bekerja sepanjang siang, membaca banyak laporan dari Tori dan Wang Lo. Beberapa saham dari anak perusahaan mengalami sedikit penurunan, terutama di perusahaan makanan dan minuman instan, serta kebutuhan rumah tangga. Untuk area kecantikan sejauh ini masih aman. Ia harus memikirkan strategi agar penjualan kembali naik.

"Tori, buat jadwal untuk bertemu dengan Pak Kemi serta Bu Niaini. Kita harus meeting dengan mereka."

"Baik, Miss. Saya jadwalkan segera."

"Apa Philip sudah memberikan laporan keuangan bulan ini? Aku tidak melihatnya di meja."

"Belum, Miss. Apakah saya harus meneleponnya?"

"Jangan, aku saja. Dia akan mengamuk kalau kamu yang menelepon. Kamu dan Paman Wang membantuku mengumpulkan data keuangan setahun ini dan buat rincian garis besar, antara utang dan piutang. Apakah kamu bisa?"

"Tentu saja, Miss."

Tori mengengernyit. "Bisa, Miss. Saya akan bekerja sama dengan Pak Wang."

"Lakukan tanpa Philip tahu, oke?"

Sebenarnya Siera tidak suka melakukan hal diam-diam seperti ini. Ingin mempercayai Philip seutuhnya. Bagaimanapun sepupunya itu seorang akuntan yang profesional dan hebat, tapi saat membaca laporan dari anak perusahaan serta melihat bagaimana Deana yang sudah tega mengkhianatinya, ia perlu mengkaji ulang semua agar tidak lagi kecolongan. Keluarganya bukan lagi seperti dulu setelah pernikahannya dengan River. Mereka ibarat srigala yang bisa menerkam dan mengoyaknya kapan saja. Siera membutuhkan banyak amunisi kalau ingin melawan.

Ia meraih ponsel dan memencet nomor sepupunya. Philip menjawab saat dering sudah nyaris selesai.

"Ada apa?" Philip bertanya singkat.

"Kenapa ketus sekali?" tanya Siera heran. "Aku ini presdir."

"Siera, cepat bilang ada apa? Aku sibuk."

"Sibuk apa? Merencanakan kudeta akan kedudukanku? Philip, laporan keuangan bulan ini belum aku terima."

"Aku akan berikan dua hari lagi."

"Sudah terlambat satu hari dan kamu meminta perpanjangan waktu?"

"Siera, kenapa kamu menuntutku? Ada banyak pekerjaan yang harus aku lakukan?"

"Memang, tapi tugas utamamu itu menangani keuangan. Sebaiknya besok sudah sampai di tanganku atau—"

"Atau apaa? Ingin memecatku?"

"Tidak, tapi aku minta Paman Wang yang membuat laporan. Cukup mudah, dia tinggal kordinasi dengan departemen keuangan."

"Sialan!"

"Yeah, aku memang sesialan itu Philip. Jadi lakukan segera"

Menutup panggilan dengan kesal. Mengusap rambut untuk meredakan kejengkelannya. Ia sudah berusaha bicara selembut mungkin tapi Philip memang mengesalkannya. Untuk apa menahan laporan keuangan kalau bisa diserahkan dengan lebih cepat. Sepupunya mengerti apa yang menjadi tugasnya tapi sengaja membuat masalah. Ia tidak tahu berapa lama lagi bisa bertahan dari situasi yang menjengkelkan ini.

Siera mendesah, menyandarkan kepala pada punggung kursi. Menatap ruangannya yang besar. Dulu ruangan ini adalah milik sang papa dan ia bekerja di ruangan lain yang lebih kecil bersama Tori. Semenjak papanya sakit, dengan perlahan ia menempati ruangan ini. Sempat terjadi pertentangan karena ada banyak orang yang ingin berada di dalam sini, termasuk sang paman dan dua saudaranya. Yang memprotes paling keras adalah Monik.

"Seharusnya biarkan aku yang berada di ruang Papa. Dengan begitu aku bisa mengurus semua keperluan Papa. Dari mulai makan sampai yang lain. Siera itu nggak bisa apa-apa. Jangankan masak buat Papa, untuk diri sendiri saja dia meminta bantuan Tori."

Saat itu Verman bisa memberikan penjelasan untuk semua yang dilakukannya dengan tepat.

"Papa nggak butuh suster pengasuh, yang aku butuhkan adalah teman bekerja. Selama Siera bisa bekerja dengan baik, papa nggak peduli dia bisa masak atau nggak?"

"Tapi, Paa. Tetap saja butuh orang untuk menjaga. Kalau Papa risih dengaku atau menganggap aku nggak cukup mampu, bagaimana kalau Kak Marco! Setidaknya orang yang lebih kompeten dari pada dia!"

"Siera justru lebih mampu menjaga papa. Marco dan kamu sibuk dengan urusan kalian. Sudahlah, ini keputusan yang tidak bisa diubah! Kalian bekerja saja, jangan ikut campur!"

Saat itu Verma membentak semua orang yang menentang, membuat Siera mendapatkan banyak sekali musuh karena keputusannya. Meskipun begitu Siera tidak pernah peduli karena yang terpenting adalah sang papa. Selama ada papanya, apa pun bisa dilaluinya bahkan situasi yang tersulit sekalipun. Sekarang tidak ada lagi orang yang akan membelanya, ia harus berus berusaha sendiri.

**

Di lobi, Philip yang baru saja hendak naik mobil, membanting pintu hingga menutup. Jemarinya terkepal dengan rasa marah membuncah. Ia baru saja hendak makan siang dan Siera membuat nafsu makannya menghilang. Mengggeleng tidak percaya dengan apa yang baru didengarnya. Bisa-bisanya Siera memerintahnya. Mereka memang sepupuan tapi umurnya jauh lebih tua, dan sudah seharusnya dihormati.

Asistennya datang dan hendak membuka pintu mobil tapi ia menggeleng. "Nggak jadi pergi makan siang. Ada hal penting yang harus dilakukan."

"Sekarang Pak?"

"Iya, sekarang. Siera sialan itu sedang ingin merepotkanku!"

"Tidak bisa makan sambil bekerja, Pak?" Sang asisten tetap bersikukuh untuk mengajak makan siang di luar. Laki-laki muda dan berkacamata itu menatap Philip dengan prihatin. "Meskipun bekerja itu penting tapi makan siang juga sangat penting. Kita semua manusia yang butuh makan!"

Pembelaan dari asistennya membuat Philip makin kesal. Belum pernah ada yang melecehkannya selama ini, selain sang papa. Tidak habis pikir Siera bisa bersikap sangat kurang ajar padanya. Ia hendak kembali ke kantor saat melihat kendaraan putih berhenti di depan lobi. River muncul dari balik kemudi dengan kantong berisi kotak makan siang. Melemparkan kunci mobil pada security. Philip menghadang langkahnya dan menatap kotak yang dibawanya sambil bersiul.

"Oh, begini rupanya pekerjaan laki-laki pengangguran? Memasak dan mengantar ke kantor untuk istrinya? Bagaimana kalau kamu ganti celanamu dengan rok?"

River berdiri tenang, menatap Philip yang menghadangnya. Laki-laki tiga puluh tahun dengan kacamata dan wajah bulat itu menyeringai dengan sikap meremehkan padanya. Ia berpikir apakah harus menghindari atau menanggapi dengan akibatnya adalah timbul pertikaian.
.
.
.
Di Karyakarsa update bab baru.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top