Bab 11
Dua kelompok berhadapan di halaman yang remang, saling mengacungkan senjata.Dari kejauhan terdengar lolongan anjing menebus kesunyian malam. Satu bola lampu di dekat atap berpijar sesaat sebelum meredup, menambahkan kepekatan malam. Dari dalam gudang tercium aroma basi yang memuakkan. Entah apa yang mereka lakukan di dalam sana, orang-orang pun enggan mendekat karena baunya.
Jhoni Khan menatap River yang berdiri santai di dekat mobil. Senjatanya teracung tepat ke dada laki-laki itu tapi sepertinya River tidak peduli. Ia mengerjap, berusaha menembus keremangan malam, sampai akhirnya terdengar batuk ringan. Pandangan River menyapu Levin yang malam ini memakai setelan abu-abu, seolah hendak ke pesta alih-alih melakukan penyerbuan. Ia mengenalinya.
"Levin?"
Levin melambaikan tangan. "Hai, nggak nyangka kamu akan ingat aku, Jhoni. Bagaimana? Apakah berminat untuk bertaruh denganku sekali lagi?"
Jhoni Khan meludah ke tanah, wajah perseginya menyeringai dan menunjukkan gigi-gigi tajam. Menatap Levin dari atas ke bawah dengan senjata tetap siaga, ia mendengkus.
"Mau apa kamu kemari, Levin? Seingatku kita tidak ada dendam apapun. Lalu, siapa orang-orang ini?"
Mata Jhoni Khan menyapu cepat pada laki-laki tampan berjaket, perempuan cantik dengan samurai, serta laki-laki berambut pirang dengan ikat kepala. Selebihnya ada banyak laki-laki bertato di belakang mereka. Ia berusaha mengingat tentang semua masalah yang barangkali telah diperbuatnya dengan Levin dan teman-temannya. Tapi satu-satunya kesalahan yang dilakukannya adalah berbuat curang saat berjudi dengan Levin di bar. Menurutnya itu bukan kejahatan besar. Apakah Levin marah karena hal itu dan berniat merminta uang kembali. Kenapa harus membawa banyak orang? Ia pagar yang terbuka, dan tidak terlihat sosok dua penjaga di sana. Kemana mereka?
Levin tersenyum, menunjuk River yang berdiri di sampingnya. "Jhoni, kenalkan ini tuanku. Namanya River."
Jhoni Khan mengernyit bingung, berusaha mengingat tentang nama River. Namun ia tidak pernah merasa punya urusan dengan laki-laki di depannya.
"Ada apa dengan bossmu, setahuku kami tidak pernah kenal!"
River mengangguk. "Memang kita tidak pernah kenal. Cecunguk macam kamu, bukan orang penting yang harus aku kenal, Jhoni."
Wajah Jhoni Khan mengeras dengan mata melotot. Terhina dengan kata-kata River. "Heh, aku tidak menembak kepalamu sekarang karena melihat ada Levin. Bagaimanapun kami sering berada di bar dan tempat perjudian yang sama. Bagiku, Levin bisa dikatakan kenalan. Tapi kamu siapa? Berani-beraninya datang mengacau dan menghinaku!"
"Kenapa tidak berani? Tidak ada yang harus aku takuti dari kamu," sahut River tegas. "Kamu jelas tidak perlu tahu siapa aku. Yang aku ingin tanyakan adalah kenapa kamu mengirim anak buah untuk membunuh Verman Verco dari DWC."
Mata Jhoni membulat sesaat lalu tertawa terbahak-bahak. "Apa urusannya denganmu, hah! Aku ingin membunuh siapapun itu, tidak ada orang yang boleh ikut campur!"
"Aku juga tidak ingin ikut campur dengan urusan kotor kalian. Masalahnya adalah Verman itu orang yang kami lindungi. Siapapun tidak boleh menyentuhnya tanpa ijin dari kami. Menurutmu kemana perginya orang-orang suruhanmu?"
"Oh, jadi itu pekerjaan kalian? Orang-orang suruhanku menghilang tanpa jejak! Keparat!" Jhoni Khan memaki, mengacungkan senjata tepat ke kepala River. "Saat ini, dalam satu kali tarik maka kepalamu akan pecah. Tapi aku masih berbaik hati pada kalian. Cepat katakan kalian siapa dan kenapa menghalangi pekerjaanku?"
River menggeleng sambil berdecak. "Kamu ini nggak cuma bodoh tapi juga tolol! Sudah kami bilang kalau kami pelindung Verman, masih juga bertanya." Ia mengerling ke arah Levin dengan heran. "Kamu kenal dengan bajingan tolol seperti ini, Levin?"
Levin mengangkat bahu. "Yah, saat sedang berjudi, bermain dengan orang-orang tolong itu menguntungkan Tuan. Terkadang seru melihat mereka merasa sudah menang melawan kami, padahal kenyataannya mereka yang kami tipu, hahaha!"
Jhoni Khan melepaskan tembakan, River tidak bergerak dan peluru melesat melewati sisi kepala lalu membentur kap mobil. Suara ledakan terdengar, River menggerakan jari ke udara dan seketika anak buahnya bergerak menyerbu.
"HAJAR MEREKA! JANGAN SISAKAN SATU ORANG PUN!" teriak Jhoni Khan. Sambil terus menembak tapi sayangnya, tidak mengenai siapapun karena dalam gelap orang-orang mulai bertarung.
Levin mengeluarkan pistol dan menembak kaki orang yang menyerbunya. Flint membawa parang besar, menyabet siapa pun yang terdekat. Atoki bergerak lincah dari satu penyerang ke penyerang lain dengan samurai di tangan. River menyelinap di antara orang-orang yang sedang bertarung, maju ke dalam gudang untuk mengejar Jhoni Khan. Ada Jorel yang menjadi pelindungnya. Laki-laki bertubuh kekar itu menusuk dan menembak siapa pun yang berani menghalangi langkah River.
Tiba di dalam gudang, ada beberapa anak buah Jhoni Khan menghadang dengan senjata tajam mereka berupa pisau dan pedang. Jorel menghadapin mereka sendiri, dan River tetap mencari Jhoni Khan. Atoki muncul untuk membantu Jorel dan dalam sekejap anak buah Jhoni Khan yang berjumlah sekitar enam orang tumbang ke tanah berlumur darah.
River mengedarkan pandang ke sekeliling gudang yang sepi dan cukup terang. Ada banyak drum berbau minyak dan alkohol yang menyengat. Rupanya Jhoni Khan menggunakan gudang ini untuk menyimpan alkohol yang menurut dugaan River adalah ilegal.
"Jhoni! Kenapa harus bersembunyi. Takut dengan kami?"
Teriakan River menggema dan berikutnya terdengar letusan peluru. Sekali lagi melesat karena Atoki menangkis dengan samurainya.
"Ingin membunuhku, Jhoni? Kenapa tidak keluar dan duel satu lawan sata? Kamu membiarkan anak buahmu mati di tangan orang-orangku? Boss macam apa kau ini, Jhoni! Nyalimu kecil! Jangan-jangan, penismu sekecil nyalimu!"
"Banyak bicara kau, River!" Jhoni Khan muncul dari balik pilar yang tertutup drum. Masih dengan senjata teracung. "Datang ke gudang dan membunuhi orang-orangku. Apa kau marah karena aku merebut pekerjaanmu? Kau dibayar untuk melindungi Verma?"
River tersenyum kecil. "Bisa dibilang begitu. Tapi, aku marah karena kau dan anak buahmu sama sekali tidak mengindahkan peringatanku. Padahal dari dua anak buhamu yang tersingkir tanpa jejak harusnya membuat sadar dan bukan malah menjadi-jadi. Jhoni, keledai yang bodoh pun tidak akan jatuh ke lubang yang sama dua kali, tapi kamu? Jatuh berkali-kali dan sepertinya memang jauh lebih bodoh dari keledai!"
"Bangsat! Berani menghinaku. Lihat saja apa kau masih bisa bicara setelah ini."
"Kenapa tidak bisa? Yang aku inginkan adalah informasi, tentang siapa orang yang membayarmu Jhoni. Karena aku yakin, kau dibayar tidak sedikit untuk itu. Bagaimana kalau kita bertukar informasi?"
"Apa kalian punya?"
"Banyak, termasuk informasi di mana kau mendapatkan alkohol ilegal ini. Pelabuan San Dano, nomor kapal 234, aku yakin itu."
River terbahak-bahak saat melihat bagaimana tubuh Jhoni Khan menegang dalam keremangan. Anak buahnya mulai berdatangan setelah menghabisi penghalang. Kini tersisa hanya Jhoni Khan seorang diri. River bahkan tanp perlu susah payah turun tangan menghadapi cecunguk sepertinya.
"Bagaimana Jhoni? Kau sendirian sekarang! Masih nggak mau menyerah? Yang aku inginkan hanya satu informasi kecil. Siapa yang membayarmu untuk menghabisi Verman?"
Jhoni Khan berdiri gamang di tempatnya, menatap orang orang River. Meludah ke tanah dengan gemetar. Ia tidak mengira kalau River dan kelompoknya akan menghabisi anak buahnya dalam waktu singkat. Ia mengacungkan senjata, mengira-ngira jarak dan berencana untuk menembak River lebih dulu baru menghabisi yang lain. Namun, lebih dari lima senjata kini teracung ke arahnya. Bisa-bisa, sebelum ia menarik pelatuk, kepalanya sudah pecah lebih dulu. Akhirnya ia memutuskan untuk menyerah, tangannya yang teracung secara perlahan diturunkan.
"Kalau aku memberimu informasi, apakah kau akan pergi tanpa membawaku?" teriaknya.
River mengangkat tangan. "Kau bisa pegang janjiku, Jhoni. Anak buahku tidak akan menyentuhmu selama aku ada di sini."
Menghela napas panjang, Jhoni memejam sesaat. "Namanya Donius. Orang kaya raya karena setiap kali datang selalu dengan mobil mewah yang bergantian. Sanggup memberi dua miliar untuk menghabisi Verman. Dua percobaan gagal dan dia belum tahu masalah ini."
"Donius? Sepertinya di dunia bawah tanah tidak ada nama itu."
"Memang, dia sepertinya anak buah pejabat atau pengusaha."
"Ciri-ciri?"
"Tinggi, kurus, umur sekitar tiga puluh tahun dengan rambut dikuncir. Oh ya, selalu ada perempuan sexy bersamanya dan berganti-ganti. Kegemarannya adalah memanggil setiap orang dengan my buddy!"
Merasa sudah cukup mendapatkan informasi, River mengangguk dan mengacungkan jempol. "Oke, Jhoni. Aku pergi sekarang! Deal kita cukup malam ini!"
River membalikkan tubuh, Levin mengikuti begitu pula dengan yang lain. "Bunuh dia begitu aku pergi. Sesuai janjiku, dia tetap hidup selama aku di sini."
Levin mengangguk. "Baik, Tuan!"
Menaiki mobil dengan Jarol sebagai sopir, River meninggalkan Atoki, Flint, dan Levin tetap di halaman. Ia harus pulang karena takut istrinya bangun. Sebentar lagi fajar menyingsing, akan menyusahkan kalau Siera mendadak bangun.
"Jarol, ngebut sedikit!"
Jarol mengangguk. "Ya, Tuan. Tolong kencangkan sabuk pengaman!"
Kendaraan yang mereka tumpangi melesat menembus pekat malam, dengan angin menerpa dingin. Tiba di rumah satu jam kemudian, River meminta anak buahnya untuk pergi. Ia membuka pintu belakang dan berjengit saat dari arah tangga terdengar teguran.
"River, dari mana kamu malam-malam begini?"
Siera berdiri di tangga dalam balutan gaun tidur. Wajahnya yang polos tanpa riasa dengan mata sayu khas orang bangun tidur, menatap River dengan pandangan bertanya-tanya. River melangkah perlahan dan berdiri tepat di anak tangga paling bawah.
"Hai, Sayang. Kenapa sudah bangun sepagi ini?"
.
.
.
Di Karyakarsa update bab 45.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top