Demi Kamu, Aku Rela Belajar Filsafat

Pernah tidak kalian melakukan hal-hal di luar zona nyaman hanya untuk dekat dengan orang lain?

Oke. Simpan jawaban itu sendiri.

Melanie punya jawaban itu. Punya sejuta alasan pula jika ada yang kembali mempertanyakan kelakuan abnormalnya. Dia tak peduli, benar-benar masa bodoh dengan orang-orang pencari sensasi yang terlalu kepo akan kehidupannya.

Ambivert. Sebut saja kepribadian Melanie demikian. Kadang terlalu menikmati keramaian dan terkadang pula tiba-tiba menghilang hanya untuk menenangkan jiwanya.

Melanie punya sejuta cerita di balik sosoknya yang terkenal ceria. Sisi gelap yang mampu dia sembunyikan dengan baik. Atau cerita sedih di balik sisi lainnya itu.

Tapi, ada seseorang yang ternyata menarik pandangannya.

Dava namanya. Hanya seorang lelaki tinggi jangkung dengan ransel hitam besar yang selalu bertengger di punggung. Akhir-akhir ini Melanie berusaha mendekatinya tetapi lelaki itu jauh lebih sulit dimengerti. Terlalu mengocok isi pikiran.

Apa Melanie tampak mengerikan di matanya? Astaga. Bahkan Melanie terkenal di angkatannya karena supel dan juga cantik. Namanya dielu-elukan sepanjang tahun pertama di kampus. Tapi, ada apa dengan Dava?

"Lah, Kak Dava 'kan homoan, Mel."

What the....

Waktu mendadak berhenti waktu mendengar 'penuturan' teman kelas yang rupanya kenal dengan si Dava ini.

"Maksud lo? Fitnah nih?" Melanie menuding tak percaya. Enak saja dia menyukai lelaki yang orientasi seksualnya menyimpang.

"Serius deh. Di angkatannya juga pada ngomong gitu karena gak pernah kelihatan dekat sama cewek," ujar temannya, masih berusaha meyakinkan.

"Aduh, gak percaya gue kalau gak denger langsung dari dia." Melanie menghempaskan tangan Sera di pundaknya.

"Jangan bilang kalau lo bakal---"

"Lo cenayang ya, Ra? Kok tau sih? Iya gue mau deketin dia. Gue bakal bikin dia cerita semua yang dia simpan sendiri sampe digosipin kayak gini." Melanie memicing tajam melihat Sera memijit pelipisnya setelah dia potong ucapan gadis itu.

"Gila lo, Mel," cibir Sera lalu duduk di kursinya.

"Dia keliatannya imut banget tau...."

"Ini nih, masa cowok dibilang imut? Dava imut? Keliatan serem sih iya," ejek Sera malas tahu dengan tatapan tajam Melanie.

"Gue bakal buktiin ke elo. Dia emang baik dan ... gak homo."

"Iya deh iya, terserah lo aja. Nyerah gue."

________

Melanie akhirnya paham bahwa slogan yang dulu pernah dia baca di facebook dan berbunyi 'Cewek kalau udah kepo, agen FBI pun kalah.'

Tepuk tangan. Si gadis dengan rambut semi pirang bertepuk tangan waktu menemukan akun instagram milik Dava setelah seharian penuh mencari-cari semua yang berhubungan dengan Dava.

Face*ook? Lelaki itu benar-benar tidak punya tapi akun instagram punya dan itupun sudah ditinggalkan lama sekali.

Melanie awalnya mengira bahwa matanya salah lihat waktu Ketua Jurusan memposting foto bersama Dava dalam sebuah lomba. Gara-gara itu juga, Melanie berhasil mengetahui tentang nama lengkap Dava beserta nomor mahasiswanya.

Gila.

Melanie bahkan tak menyangka dengan dirinya.

Biasanya kalau pulang kampus atau weekend, pasti gadis itu akan menghabiskan waktu dengan menonton drama atau tidur-tiduran. Tapi hari ini? Kerasukan setan mungkin.

Iseng. Melanie melihat siapa saja pengikut di instagram Dava dan malah menemukan akun adiknya. Di sana, dia menemukan luka terdalam seorang Dava Adrian.

Kehilangan kedua sosok berharga dalam hidup bukan perkara biasa.

______

"Kak Dav!"

Panggilan itu berhasil menarik asistensi seluruh isi kantin. Bahkan seseorang yang tengah merapikan kembali nampan makanannya pun tertegun.

"Yah, udah makan siang. Padahal baru mau ngajak," keluh Melanie dengan bibir mengerucut lucu.

Dava mengernyit bingung dengan wajah datarnya. "Makan gih. Gue mau balik ke kelas," ujar si lelaki jakung acuh sambil menyampirkan ransel di pundak.

Melanie hanya diam sebelum mengekori Dava keluar dari kantin.

"Loh? Katanya lapar?"

"Gue gak bilang lapar tuh." Melanie terkekeh melihat Dava terkejut dengan ucapannya.

"Yaudah. Trus kenapa ngikutin gue?" tanya Dava dengan alis tertaut.

"Lah, kenapa? Ini kan umum kak." Melanie benar-benar pintar membuat alasan.

"Risih tau gak?"

"Gak peduli tuh!"

"Nih cewek kenapa sih?" gerutu Dava kesal sebelum melanjutkan langkahnya yang diikuti oleh Melanie. Sesekali lelaki itu percepat langkah agar tak dikejar kaki pendek milik Melanie, sayangnya sih tidak bisa. Karena koridor terlalu ramai.

Bahagia itu cukup sederhana bagi Melanie. Cukup mengobrol sedekat ini walau Dava terlampau cuek dan dingin.

______

"Mel, gue punya sesuatu buat lo!" seru Sera dengan wajah berbinar senang.

"Apaan? Mau ngejek gue ya? Sana deh, malas gue liat muka lo," ketus Melanie.

"Apa sih? Ih ngajak gelud siang-siang lo."

"Yaudah, apaan?"

"Nih!" Sera menyerahkan selembar kertas putih ke hadapan Melanie.

"Apa nih?"

"Kontaknya si ho---"

"Dava, Bangsat!"

"Hilih, kalau soal Dava mendadak sewot. Mau gak nih?" Sera menatap malas pada kertas yang tak kunjung diterima oleh Melanie.

"Thanks...." Melanie ketus tapi dalam hati malah senang sekali mendapat kontak Dava.

______

'Maaf, nomor yang anda tuju tidak terdaftar--'

Tutt tuttt tuttt

"Sera sialan lo!" amuk Melanie waktu Sera akhirnya muncul di ambang pintu kamar.

"Apaan?"

"Nomor dia gak terdaftar, Goblok!" makinya penuh emosi.

"Ya mana gue tau? Gue juga dapet dari si Daniel adeknya." Sera dengan handuk di kepala duduk sambil memasang tampang tak bersalah.

Melanie malah meraung-raung karena usahanya selama ini belum membuahkan hasil. Dava semakin jauh dan Melanie marah sekali pada dirinya.

Kenapa harus jatuh cinta pada lelaki yang jelas-jelas selalu menghindar? Menyebalkan!

Menyerah atau bertahan? Mana yang akan membuat Melanie bersyukur?

________

Selamat pagi. Selamat pagi juga untuk Melanie yang nampaknya terlalu murung. Mood-nya hancur karena kejadian kontak Dava yang tak terdaftar. Dia bahkan masih kesal pada Sera yang memberikan itu padanya.

"Mood lo jelek, awas aja ketemu dosen killer." Sera berujar sebelum berangkat ke kelas sendiri, tak peduli jika Melanie menyumpahnya dengan segala sumpah yang ada.

Rencananya sih Melanie akan minta sendiri kontak Dava, dengan cara apa pun. Itu tekadnya. Semoga segera terealisasikan.

Oh. Bukan apa-apa. Hanya saja 'kan Dava sulit sekali didekati.

Brakkk

Seseorang menabrak Melanie dari belakang, gadis itu terhuyung sebentar sebelum akhirnya berhasil menyeimbangkan tubuh.

"Eh, sorry!"

Itu Dava! Astaga!

Melanie memekik dalam hati. Ah, kalau Dava yang begini, Melanie mana tega mau marah?

"Eh, Kak Dava. Selamat pagi," sapanya dengan senyum merekah.

"Gue tau lo kesel kan? Pagi-pagi udah gue tabrak gitu aja. Mau apa? Gue gak suka utang budi." Dava memasang wajah tak minat yang terlalu terang-terangan.

Aha! Melanie punya ide.

"Gila!" seru gadis itu tiba-tiba sambil tertawa.

"Lo kenapa?"

Melanie masih tertawa sambil memegang perutnya.

"Kak, ini kali pertama lo ngomong sepanjang itu sama gue," ujarnya sambil menyeka air mata yang ikut keluar waktu tertawa.

Dava mengembuskan napas kesal. "Salah ngomong deh gue."

Lelaki itu hendak pergi ke kelasnya namun tangan kurusnya segera ditahan Melanie dengan sigap.

"Mau ke mana? Tanggung jawab dong. Gue 'kan sakit lo tabrak-tabrak gitu kak," ucap Melanie sembari memasang tampang memelas.

"Gak peduli gue."

Dava pergi setelah berhasil mengempaskan tangan Melanie dari lengannya.

_______

Omong-omong Melanie tak mudah menyerah. Akhirnya dia mendapatkan kontak milik Dava, dari teman kelas lelaki itu dan voila~ mereka sudah saling mengirim pesan. Ya, walaupun Dava selalu slow respon.

Its okay!

Ini sudah cukup. Setidaknya Melanie tahu kalau Dava tak sekolot itu untuk tidak memiliki akun sosial media satupun. Eum, memang sih dia punya instagram tapi 'kan sudah lama ditinggal. Sama sajalah.

"Dia suka apa?" tanya Sera tiba-tiba saat Melanie sedang asik mengetik pesan untuk Dava.

"Kepo lo!" hardiknya.

Untung Sera bukan tipe yang akan terlalu kepo dan mau mengurusi urusan orang lain, jadi dia biarkan saja Melanie dengan dunianya.

Tiba-tiba dosen masuk dengan dua buku tebal di tangan. Melanie tahu benar itu buku apa dan ini merupakan mata kuliah yang paling membosankan yang pernah ada.

Filsafat.

______

"Loh, kakak suka Filsafat?" Melanie mengetik pesan sambil bersuara dan itu membuat Sera agak kesal tapi memilih diam dan pindah ke kamarnya.

Melanie tiba-tiba berlari ke kamarnya dan keluar membawa laptop serta buku dan pena. Matanya tampak berbinar walau ada rasa tak suka di dalamnya. Sera penasaran apa yang terjadi.

"Kenapa lo?" tanya Sera yang batal ke kamar dan memilih duduk di sofa sebelah Melanie.

"Dava suka filsafat sedangkan gue malah ngantuk sama mata kuliahnya." Melanie menjawab sambil menggerakan jarinya di keyboard laptop.

"Gila. Seriusan lo? Filsafat 'kan ribetnya parah banget," ujar Sera tak percaya. "Dan sekarang lo mau ngapain?"

"Mau nyeimbangin dialah. Sekarang dia bahas Aristoteles dan Plato. Anjir banget," jawab Melanie dengan napas yang terdengar cepat.

"Berat banget dah bahas nenek moyang. Udah ah, mending gue tidur. Bye!"

Kemudian Sera menghilang di balik pintu kamarnya.

Sedangkan Melanie? Dia menghabiskan waktu hanya untuk membalas pesan Dava sambil membaca apa saja terkait filsafat di laptop.

Filsafat seru sih. Tapi, ini sudah keluar dari zona nyamannya Melanie.

______

"Gue rekomendasiin novel buat lo," ucap Dava saat dia dan Melanie sedang duduk di bangku taman. Hanya untuk membahas filsafat.

"Apa?"

"Dunia Sophie," jawab lelaki itu seraya memberi sebuah novel tebal kepada Melanie.

Mata gadis itu membulat.

Serius? Dia harus baca novel setebal 'dosa' itu demi Dava? Gak. Gila aja.

"Eung... thanks, Kak."

Ya, diterima juga.

Namanya 'kan bucin, alias budak cinta.

"Happy reading, gue mau balik kelas."

________

Melanie tiba-tiba menepuk pundak Sera yang waktu itu sedang serius membaca buku di perpustakaan.

"Apa?" Sera menutup bukunya saat melihat Melanie tampak lusuh.

"Gue...." Dan tiba-tiba saja Melanie menangis kencang.

"Eh, lo kenapa, Mel?" Sera bangun dari duduk dan mendadak panik melihat keadaan Melanie.

"Gue gak kuat sama dia, hiks...," tangisnya.

Sera mengelus pundak Melanie sabar. "Ceritain coba," bujuknya.

"Filsafat mulu. Otak gue gak nyampe." Melanie mengusap air matanya cepat-cepat. Malu juga dilihat orang.

"Kenapa emang?"

"Gue kayak nipu diri sendiri tau gak? Gue gak bisa maksain diri buat bikin dia suka sama gue. Gue selalu berusaha biar keliatan baik dan keren karena gue tau banyak tentang filsafat, eh gue malah bikin sakit diri sendiri. Bahkan dia gk peduli sama perasaan gue," jelas Melanie dengan tangis yang masih menguasai.

"Berhenti aja." Sera menatap iba.

"Gue bakal berhenti. Lagian dia nolak gue. Mending jadi temen aja deh. Capek gue harus bolak-balik whatsapp sama google cuman demi si filsafat. Gak mau lagi. Ogah!" Melanie memukul meja dengan keras. Tanda bahwa dia benar-benar hanya akan menganggap Dava sahabatnya dan bukan seseorang yang dia cintai.

Menyerah?

Bukan. Hanya saja, Melanie ingin membuat alur baru. Pelan-pelan.

Tamat

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top